Pengelolaan Sistem Tata Udara di Dalam Ruangan Diperlukan
Sebagian besar gedung, dari rumah tinggal, perkantoran, hingga rumah sakit, belum siap menghadapi pandemi Covid-19. Ini momentum mewujudkan gedung sehat dengan memperbaiki kualitas udara di dalam ruangan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi penularan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 lewat udara berisiko kian besar di dalam ruangan gedung. Pengelolaan sirkulasi udara yang baik serta disiplin menerapkan protokol kesehatan bisa mengurangi risiko tersebut.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan, penularan Covid-19 lewat udara perlu diwaspadai di ruangan dengan penyejuk ruangan atau AC yang memiliki sirkulasi udara tertutup. Kondisi ini bisa menyebabkan virus bisa bertahan lama di udara dengan jarak penularan yang cukup luas.
”Kekhawatiran ini terutama terjadi pada perkantoran yang kini sudah aktif beroperasi. Penularan paling mudah terjadi di area pantri atau tempat makan karena biasanya orang tidak lagi menggunakan masker ketika makan dan cenderung akan berkumpul dengan beberapa orang,” ujarnya, Rabu (22/7/2020), di Jakarta.
Penularan paling mudah terjadi di area pantri atau tempat makan karena biasanya orang tidak lagi menggunakan masker ketika makan. (Ari Fahrial Syam)
Virus SARS-CoV-2 dapat berada di percikan cairan dengan ukuran sangat kecil atau aerosol, yakni sekitar 0,12 mikron. Aerosol berukuran 3 mikron bisa bertahan di udara selama 1,5 jam sebelum akhirnya jatuh ke permukaan. Sementara pada aerosol berukuran 0,5 mikron bisa bertahan selama 41 jam.
Untuk itu, Ari mengatakan, pengelolaan sistem tata udara di dalam ruangan perlu diatur dengan baik. Sirkulasi udara harus berjalan sehingga terjadi perputaran udara dari dalam ke luar ruangan.
Pakai masker
Jaga jarak serta mencuci tangan dengan air mengalir juga diterapkan secara optimal. Selain itu, masker harus selalu digunakan meskipun berada di dalam ruangan. Setidaknya, ketika ada orang terinfeksi yang menggunakan masker dan orang lain juga menggunakan masker, potensi penularan sebesar 15 persen.
Jika hanya orang yang terinfeksi saja yang memakai masker, potensi penularan mencapai 35 persen. Sementara jika keduanya tidak menggunakan masker, risiko penularan bisa mencapai 85 persen.
Pendiri Green Building Council Indonesia, John Budi Harjanto Listijono, menambahkan, ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi konsentrasi virus di dalam ruangan, yakni penggunaan sistem exhaust (pembuangan udara), sirkulasi udara langsung dengan jendela yang dibuka, serta penggunaan sistem pembersih udara (air purifier). Sistem tata udara di dalam ruangan juga agar diperhatikan.
”Sebagian besar gedung, rumah tinggal, dan rumah sakit belum siap untuk menghadapi pandemi Covid-19. Untuk itu, saat ini seharusnya bisa menjadi momentum untuk mewujudkan gedung yang memperhitungkan kesehatan penghuninya,” tutur John.
Ia menyebutkan, sejumlah teknologi bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki sirkulasi udara di dalam ruangan, antara lain dengan memasang DOAS (dedicated outdoor air system) di ruangan dengan ventilasi udara kurang. DOAS berfungsi untuk mengatur kelembaban udara, mengatur kadar konsentrasi oksigen, serta melarutkan gas, bakteri, ataupun virus di dalam ruangan.
Selain itu, cara lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi virus di dalam ruangan dengan penggunaan filter HEPA (high efficiency particulate air) dan penggunaan teknologi corona plasma cleaning. Untuk gedung ber-AC dianjurkan pula untuk rutin membuka jendela. Udara di luar yang masuk ke dalam pun perlu disaring dengan medium filter MERV13.
”Kita harus cek sistem AC yang terpasang di suatu gedung. Apakah sistem yang terpasang sudah ada saluran udara ventilasinya. Jikapun ada, berapa jumlah udara luar yang dimasukkan. Perlu diperhatikan juga kadar konsentrasi oksigen yang ada di dalam ruangan pada saat jumlah orang terbanyak,” katanya.