Pemprov Jatim menggelar misi dagang bersama Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Maluku Utara. Misi dagang ini bertema ”Mendorong Peningkatan Perdagangan Antarpulau di Era Adaptasi Kebiasaan Baru”.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
Thomas Stamford Raffles (1781-1826) dalam bukunya, History of Java, berkisah tentang perdagangan antarpulau di Indonesia. Raflles yang menjadi Gubernur Hindia-Belanda pada 1811-1816 mencatat, perdagangan antarpulau di Indonesia pada waktu itu digerakkan oleh pedagang-pedagang Arab, China, dan Bugis.
Dengan menggunakan kapal dan perahu, mereka membawa hasil bumi dan produk dari wilayah pedalaman ke Batavia, Semarang, dan Surabaya yang merupakan pelabuhan ekspor-impor utama. Barang yang dibawa dari pulau-pulau di luar Jawa itu antara lain kamper Melayu, kulit penyu, sarang barung walet, lilin lebah, kain sarung tenun, dan butiran emas.
Dari Jawa, mereka membawa tembakau, beras, garam, mebel, besi, dan baja. Mereka juga menjadikan Jawa sebagai depot penyimpanan berbagai barang yang didapat dari berbagai wilayah di Nusantara untuk diekspor ke sejumlah negara Eropa, India, dan China.
Dua abad kemudian, tepatnya pada 2015, perdagangan antarpulau di Nusantara melahirkan kisah baru bernama tol laut. Ekonomi kepulauan terus digerakkan terutama untuk mengatasi disparitas harga barang kebutuhan pokok dan kebutuhan lain di luar Jawa. Salah satu program yang diluncurkan adalah Gerai Maritim. Hingga 2019, inisiatif itu telah memiliki 18 trayek yang dilayani 19 armada kapal.
Bahkan, sejak November 2017, Gerai Maritim ini ditopang kekuatan transportasi udara untuk lebih menjangkau wilayah-wilayah pedalaman. Program jembatan udara pada 2017 memiliki 13 rute, kemudian pada 2018 bertambah menjadi 43 rute, pada 2019 berkurang menjadi 39 rute, dan pada 2020 tinggal 28 rute.
Bahkan, pada tahun ini, program Gerai Maritim dan Jembatan Udara akan ditopang dengan angkutan barang perintis darat. Rencananya akan dimulai dengan 13 rute lintasan.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur paling getol memanfaatkan peluang ini. Pemprov Jatim mengawalinya dengan mendirikan kantor perwakilan perdagangan di sejumlah daerah di Indonesia dan membuat misi dagang dengan daerah-daerah tersebut.
Pada 2010, Pemprov Jatim membuat tiga kantor perwakilan di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pada 2013 hingga 2018, ada 12 kantor perwakilan dagang di 12 daerah di Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Disperindag Jatim mencatat, sepanjang 2016-pertengahan 2020, total nilai perdagangan antarpulau telah mencapai Rp 14 triliun.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim mencatat, sepanjang 2016-pertengahan 2020, total nilai perdagangan antarpulau telah mencapai Rp 14 triliun. Perdagangan antarprovinsi dan pulau itu dilengkapi dengan sistem perdagangan antarprovinsi (SIPAP).
Dengan SIPAP, potensi komoditas perdagangan di sejumlah provinsi yang sudah bermitra dengan Pemprov Jatim bisa terlihat. Sistem itu juga memantau pergerakan komoditas yang diperdagangkan.
Bahkan, di tengah pandemi Covid-19, Pemprov Jatim menjalin misi dagang secara virtual dengan provinsi-provinsi mitra. Pada 16 Juli 2020, Disperindag Jatim menggelar misi dagang bersama 52 pelaku usaha sejumlah provinsi mitra, seperti Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Maluku Utara. Misi dagang 2020 ini bertema ”Mendorong Peningkatan Perdagangan Antarpulau di Era Adaptasi Kebiasaan Baru”.
Pemprov Jatim mencatat, total nilai perdagangan dalam negeri pada triwulan I-2020 sebesar Rp 39,15 triliun. Diperkirakan hingga akhir 2020, nilai perdagangan dalam negeri bisa mencapai Rp 156,6 triliun.
Sejarah mencatat, ekonomi kepulauan Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu dan memiliki kisahnya tersendiri. Di setiap perubahannya, pelaku-pelaku ekonomi berperan besar tak sekadar menyajikan konsep, tetapi merealisasikan dan menggerakkannya. Salah satunya ada peran pemerintah daerah.
Namun, di era tol laut ini, pergerakan ekonomi kepulauan jangan sampai melupakan jasa besar pelayaran rakyat dengan kapal-kapal pinisinya. Mereka kalah bersaing dengan kapal-kapal angkutan barang modern.
Pemerintah pusat dan daerah perlu memberdayakan pelayaran rakyat ini untuk menopang ketahanan konektivitas, ekonomi rakyat, dan pelestarian budaya.
Pemerintah pusat dan daerah perlu memberdayakan pelayaran rakyat ini untuk menopang ketahanan konektivitas, ekonomi rakyat, dan pelestarian budaya. Kebijakan afirmatif juga perlu menyertainya, seperti kebijakan dukungan muatan produk-produk badan usaha milik negara dan revitalisasi kapal.
Masih ingat kan dengan peristiwa 22 Juli 2014. Pada enam tahun silam pukul 21.33 itu, calon presiden Joko Widodo dan wakil presiden Jusuf Kalla menyatakan kemenangan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2014-2019. Mereka memilih Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, dan kapal pinisi Hati Buana Setia sebagai panggung akbar siar era kepemimpinan baru Indonesia. Pinisi dan Sunda Kelapa itu menjadi simbol langkah pengembangan kemaritiman Indonesia.