Dalam beberapa survei, masyarakat di beberapa negara mengalami kesepian selama pandemi berlangsung. Jika kewarasan tidak dirawat, kesepian bisa memicu gangguan kesehatan jiwa.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah survei di berbagai negara menunjukkan bahwa pandemi berdampak bagi kesehatan jiwa masyarakat. Gangguan kesehatan jiwa yang paling umum ditemui adalah kesepian hingga kecemasan.
Salah satu survei terbaru dilakukan Jenny Groarke dan kolega dari Queen’s University Belfast, Inggris. Hasilnya diterbitkan, Kamis (24/9/2020), dalam sebuah laporan bertajuk Loneliness in the UK during the COVID-19 Pandemic: Cross-Sectional Results from the COVID-19 Psychological Wellbeing Study.
Jajak pendapat dilakukan terhadap 1.964 warga Inggris berusia 18-87 tahun. Survei berlangsung pada 23 Maret 2020 (hari pertama penutupan atau lockdown di Inggris) hingga 24 April 2020. Hasilnya, 27 persen responden dinyatakan kesepian.
Kesepian diukur menggunakan tiga faktor, yakni keterhubungan sosial, keterhubungan relasional, dan keterhubungan oleh persepsi pribadi. Responden yang kesepian ada di kelompok orang berusia muda, bercerai, mengalami depresi, kesulitan mengatur emosi, dan yang kualitas tidurnya buruk.
”Kami menemukan tingginya tingkat kesepian pada masa awal penutupan di Inggris. Kami menyarankan agar dukungan dan intervensi untuk mengurangi kesepian diutamakan untuk anak muda, mereka yang mengalami gejala gangguan kesehatan mental, dan mereka yang terisolasi secara sosial,” kata Groarke.
Dukungan yang dimaksud, menurut dia, harus fokus pada upaya meningkatkan kualitas tidur dan mengatur emosi. Dukungan sosial juga bisa mengurangi dampak penutupan bagi kesehatan jiwa.
Sebelum pandemi, Pemerintah Inggris telah menetapkan kesepian sebagai salah satu kesehatan masyarakat yang signifikan. Berdasarkan hasil survei di atas, kesepian bahkan dianggap sebagai epidemi.
Pemerintah telah menyusun rencana untuk mengatasi kesepian yang diderita warga Inggris. Rencana itu meliputi kampanye #Let’sTalkLoneliness yang diluncurkan sejak 2019. Kampanye ini mendorong orang-orang untuk membicarakan perasaannya. Publik kemudian diberi panduan dan tips untuk menjaga kesehatan jiwa mereka.
Menteri Kebudayaan Inggris Oliver Dowden mengatakan, pemerintah berupaya agar semua warganya tidak kesepian walau hanya tinggal di rumah. Pemerintah juga mengalokasikan dana sebesar 5 juta euro untuk organisasi-organisasi yang menaruh perhatian pada isu kesepian.
Kami menemukan tingginya tingkat kesepian pada masa awal penutupan di Inggris. Kami menyarankan agar dukungan dan intervensi untuk mengurangi kesepian diutamakan untuk anak muda, mereka yang mengalami gejala gangguan kesehatan mental.
”Virus korona dan jaga jarak telah memaksa kita untuk menghadapi kesepian. Mengenali gejalanya dan mengatasi stigma yang ada jadi penting,” kata Dowden pada April 2020.
Amerika Serikat
Selain Inggris, masyarakat AS pun mengalami hal yang sama. University of Michigan melakukan survei serupa terhadap 2.074 lansia berusia 50-80 tahun di AS. Hasilnya, ada 41 persen responden yang merasa kesepian pada periode Maret-Juni 2020.
Di periode yang sama, sebanyak 56 persen merasa terisolasi dan 46 persen jarang melakukan kontak sosial. Dampak psikologis dari pandemi itu diatasi dengan beberapa cara, seperti menjalin komunikasi melalui media sosial dan panggilan video. Ada pula yang memilih pergi ke luar rumah dan berinteraksi dengan tetangga.
Dampak pandemi juga dialami masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Perhimpunan Dokter Spesialis Gangguan Jiwa Indonesia, ada 69 persen orang yang mengalami gangguan psikologis. Ini dihimpun dari pemeriksaan terhadap 2.364 responden pada 14 Mei 2020.
Data juga menyatakan ada 68 persen orang mengalami kecemasan, 67 persen depresi, 77 persen menderita trauma psikologis, dan 49 persen lainnya berpikir tentang kematian.
Atasi masalah psikologis
Psikolog dan pendiri Psychological Healthcare Center (IndoPsyCare), Edo S Jaya, mengatakan, depresi, cemas, dan kesepian sangat wajar dialami saat pandemi. Terlebih saat pemda menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hal ini bisa memicu penyakit-penyakit baru karena gaya hidup menjadi tidak sehat, misalnya makan tidak teratur.
”Siasatnya ada beberapa. Bisa dengan rutin melakukan panggilan video dan berhubungan dengan orang lain. Jika kondisi terus memburuk, ya, perlu menghubungi psikolog,” kata Edo saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (25/9/2020).
Solusi mengatasi kesepian perlu dicari sebab itu bisa berdampak pada kesehatan fisik. Sebuah studi di AS menyatakan bahwa dampak kesepian dan isolasi sosial setara dengan menghisap 15 batang rokok sehari. Sementara itu, mengutip laporan dari lembaga National Institute on Aging Amerika Serikat, kesepian dan isolasi sosial berhubungan dengan risiko tinggi terhadap beragam gangguan fisik dan mental. Beberapa di antaranya ialah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, obesitas, melemahnya sistem imunitas, depresi, kecemasan, dan alzheimer.
Mengutip laporan berjudul Understanding People’s Concerns About the Mental Health Impacts of the Covid-19 Pandemic oleh The Academy of Medical Sciences, ada beberapa cara mengatasi masalah psikologis akibat pandemi. Beberapa di antaranya adalah berupaya tenang dan rileks, melakukan aktivitas fisik, membuat kesibukan dari hal yang disukai, menjaga rutinitas, dan bijak mengonsumsi informasi.