Antisipasi Kluster Demonstrasi, Perluas Identifikasi dan Pemeriksaan
Munculnya kluster baru penularan Covid-19 di antara para pengunjuk rasa perlu diwaspadai. Identifikasi, pemeriksaan, dan pelacakan kontak dekat para demonstran yang terinfeksi mesti dilakukan secara masif.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aksi unjuk rasa sejumlah kelompok masyarakat yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dikhawatirkan menimbulkan kluster baru dari penularan Covid-19. Untuk itu, antisipasi penularan diperlukan dengan mengidentifikasi dan melaksanakan pemeriksaan spesimen para demonstran.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, di Jakarta, Selasa (13/10/2020), menuturkan, terdapat dua kelompok utama yang menjadi perhatian dalam upaya antisipasi penularan Covid-19 terkait unjuk rasa yang berlangsung di sejumlah daerah. Mereka adalah para mahasiswa dan buruh.
”Penularan Covid-19 dari kluster demonstran diprediksi meningkat dalam dua sampai tiga minggu ke depan. Sebagai antisipasi aksi lanjutan, kami mengimbau agar pihak universitas dan perusahan mengidentifikasi kelompok yang melakukan demonstrasi agar bisa dilakukan pemeriksaan dan segera dilakukan tracing (pelacakan) pada kontak dekat,” tuturnya.
Penularan Covid-19 dari kluster demonstran diprediksi meningkat dalam dua sampai tiga minggu ke depan.
Selain itu, pemerintah daerah juga perlu segera menyiapkan ruang isolasi untuk mengantisipasi lonjakan jumlah kasus baru. Para aparat keamanan, baik dari TNI maupun Polri yang bertugas dalam unjuk rasa juga perlu dilakukan pemeriksaan terkait Covid-19. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan hasil reaktif ataupun positif, pelacakan pada kontak erat dan perawatan dengan isolasi perlu cepat dijalankan.
Berdasarkan pantauan dari massa yang diamankan TNI dan Polri, sejumlah pengunjuk rasa yang dites terkait Covid-19 menunjukkan hasil reaktif. Di Sumatera Utara, 21 orang dari 253 pengunjuk rasa yang dites hasilnya reaktif terhadap Covid-19.
Di wilayah lain, hasil reaktif juga ditemukan pada 34 orang dari 1.192 orang di DKI Jakarta, 24 orang dari 650 demonstran di Jawa Timur, 30 orang dari 261 demonstran di Sulawesi Selatan, 13 orang dari 39 demonstran di Jawa Barat, dan 1 dari 95 demonstran di Yogyakarta.
”Hasil ini merupakan cerminan puncak gunung es dari hasil pemeriksaan yang dilakukan. Ini juga menjadi contoh bahwa virus tersebut dapat menyebar cepat dan luas. Para demonstan diharapkan selalu ingat bahwa demonstrasi tidak akan kehilangan esensinya jika dilakukan dengan damai dan patuh protokol kesehatan,” kata Wiku.
Ia mengimbau massa yang berunjuk rasa selalu menggunakan masker, mencuci tangan sesering mungkin atau menggunakan hand sanitizer, serta menjaga jarak aman dengan orang lain. Berkumpul dan berkerumun termasuk kegiatan berisiko tinggi menularkan Covid-19. Ancaman penularan ini tidak hanya mengintai para demonstran, tetapi juga pada kerabat dan keluarga terdekat.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan, pada 13 Oktober 2020, terdapat 3.906 kasus baru yang terkonfirmasi positif Covid-19. Penambahan kasus ini didapatkan dari pemeriksaan yang dilakukan dalam sehari terhadap 40.012 orang. Kasus baru yang dilaporkan paling banyak ditemukan di DKI Jakarta (1.054 orang), Jawa Barat (565 orang), Jawa Tengah (466 orang), Sulawesi Barat (172 orang), dan Riau (163 orang).
Dengan penambahan kasus harian tersebut, total kasus Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai 340.622 kasus. Kasus sembuh 263.296 orang dengan penambahan 4.777 kasus dan kasus kematian menjadi 12.027 orang dengan penambahan 92 orang yang meninggal akibat Covid-19.
Wiku mengatakan, seluruh pemerintah daerah diharapkan bisa semakin memperkuat sistem pelayanan kesehatannya, terutama pelayanan dalam perawatan pasien Covid-19. Hal ini diperlukan agar kasus sembuh yang dilaporkan bisa semakin meningkat, sekaligus menimimalkan kasus kematian terkait Covid-19.
”Pemerintah daerah harus tetap berupaya agar meningkatkan testing, tracing, dan treatment. Jangan ragu-ragu dan bersegeralah untuk meminta bantuan kepada pemerintah pusat berupa kebutuhan penanganan, seperti reagen, obat-obatan, dan insentif untuk sukarelawan,” katanya.
Kapasitas rumah sakit
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Rita Rogayah, dalam siaran pers, menuturkan, ketersediaan rumah sakit rujukan Covid-19 telah ditambah. Saat ini terdapat setidaknya 903 rumah sakit rujukan Covid-19 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Ia mengklaim, kapasitas ruang isolasi yang tersedia di rumah sakit rujukan tersebut masih memadai. Setidaknya mulai Maret sampai Oktober 2020 sudah ada 35.000 tempat tidur yang ditambah. Selain itu, ada 51.222 tempat tidur untuk isolasi yang juga disediakan di rumah sakit yang ditunjuk beradarkan surat keputusan dari setiap gubernur.
Penambahan kapasitas ruang isolasi dan tempat tidur untuk pasien Covid-19 akan difokuskan di 11 provinsi prioritas penanganan Covid-19. Sebelas daerah itu di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Banten, dan Aceh.
”Persentase penggunaan ruang isolasi di 11 provinsi ini masih 40 hingga 60 persen. Kondisi rasio penggunaan tempat tidur dengan ruang isolasi yang tersedia juga masih mencukupi. Kami siapkan RS rujukan Covid-19, baik yang berdasarkan SK menkes maupun SK gubernur,” kata Rita.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Zainal Muttaqin dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan, Kementerian Kesehatan harus semakin berperan dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
Karut-marut penanganan yang terjadi saat ini, termasuk terkait persoalan data pelaporan serta kebijakan yang tidak selaras antara pemerintah pusat dan daerah, dinilai terjadi karena komando kurang kuat dari Menteri Kesehatan.
Selain itu, kasus penularan Covid-19 belum menunjukkan tren penurunan kasus. Kapasitas rumah sakit untuk merawat pasien Covid-19 pada pasien tenpa gejala dan pasien yang harus dirawat secara intensif hampir mencapai kapasitas yang tersedia.
”Bahkan, sampai saat memasuki bulan kedelapan perang menghadapi pandemi ini, kapasitas tes kita belum bisa mencapai yang dianjurkan WHO, yaitu 1 tes per 1.000 penduduk dalam 1 minggu. Kita baru bisa mencapai 70 persen dari standar WHO. Namun, persoalannya adalah ketimpangan kapasitas tes antarprovinsi,” ujar Zainal.
Untuk itu, ia berharap agar Menteri Kesehatan bisa segera memberikan komando yang tegas dan baik dalam penanganan Covid-19. Perbaikan secara menyeluruh harus dilakukan untuk mengendalikan penularan penyakit ini agar tidak meluas.
Di tengah pandemi yang belum usai, muncul persoalan lain, yakni terbitnya sejumlah aturan dari Menteri Kesehatan yang memicu masalah baru bagi praktisi kesehatan. Kebijakan itu meliputi, antara lain, pelantikan anggota Konsil Kedokteran Indonesia yang ditolak sejumlah organisasi profesi serta penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik yang juga ditentang banyak organisasi profesi.
Pada penutup surat tebuka yang disampaikan Zainal tersebut, tertulis ”Di saat Anda tidak bisa memperbaiki keadaan, paling tidak janganlah berbuat sesuatu yang akan memperburuk dan memperkeruh keadaan.”