Pandemi, Tantangan Pendidikan di Indonesia Semakin Rumit
Sejak 2002, belanja pendidikan dan partisipasi siswa di Indonesia meningkat. Namun, persoalan dan tantangan pendidikan kini semakin kompleks.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan laporan studi Bank Dunia, The Promise of Education in Indonesia (2020), desentralisasi di Indonesia telah diikuti dengan peningkatan belanja pendidikan sekitar 200 persen sejak tahun 2002. Dalam periode yang sama, partisipasi siswa telah meningkat lebih dari 10 juta orang di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Untuk kesetaraan jender dalam pendidikan, pada 1975, porsi pelajar laki-laki di Indonesia mencapai 65 persen. Namun saat ini, proporsi siswa laki-laki dan perempuan hampir seimbang.
Meski demikian, masih banyak tantangan yang dihadapi Indonesia. Sebagian besar siswa belum memenuhi target pembelajaran nasional yang ditetapkan.
Sekitar 70 persen anak tidak dapat menunjukkan kemampuan keaksaraan dasar pada Programme for International Student Assessment (PISA) 2018. Siswa yang kurang mampu, tinggal di daerah terpencil, ataupun penyandang disabilitas sering kali tertinggal dari teman sebayanya di kelas yang sama.
Sementara itu, dalam laporan studi Bank Dunia, Service Delivery Indicator (2020), hanya kurang dari setengah (47,4 persen) siswa di sekolah yang memiliki buku teks pelajaran. Lalu, hampir sepertiga (29,4 persen) ruang kelas IV yang diamati tidak memiliki bahan ajar minimum untuk siswa, seperti papan tulis, kapur tulis, pulpen, pensil, dan buku catatan. Laporan studi ini menyurvei 263 sekolah di bawah Kementerian Agama (Kemenag) dan 87 sekolah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Tingkat ketidakhadiran guru di jenjang pendidikan dasar Indonesia tergolong tinggi, yaitu satu dari empat guru tidak hadir di kelas pada hari tertentu. Selain itu, nilai guru pada tiga mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan Pedagogi, sangat rendah.
Lebih dari 40 persen sekolah, baik di bawah Kemendikbud maupun Kemenag, kekurangan infrastruktur minimum, seperti ketersediaan toilet dan kecukupan cahaya ruang kelas. Hanya setengah dari sekolah memiliki fasilitas cuci tangan yang layak dengan air mengalir dan sabun.
”Pandemi melahirkan tantangan yang semakin kompleks dan tidak mudah dihadapi,” ujar Country Director World Bank for Indonesia and Timor Leste Satu Kahkonen, Rabu (18/11/2020), di Jakarta.
Diprediksi turun
Senior Education Specialist Bank Dunia Noah Yarrow memperkirakan penurunan skor PISA anak Indonesia sebesar 21 poin karena pandemi Covid-19. Yarrow menyarankan, di tengah pandemi, Pemerintah Indonesia mesti fokus menyiapkan akses pembelajaran beserta infrastruktur pendukung yang berkualitas tanpa membeda-bedakan latar belakang anak.
”Meningkatkan ketahanan sistem pendidikan terhadap guncangan eksternal, seperti kondisi pandemi dan perubahan iklim yang tengah terjadi. Saat bersamaan, Indonesia tetap perlu fokus meningkatkan proses pembelajaran untuk sumber daya manusia yang bermutu sehingga bisa dipakai mengakses kesempatan kerja lebih baik,” tuturnya.
Aspek keuangan punya peran sentral mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Laporan studi Bank Dunia, Revealing How Indonesia’s Subnational Governments Spend Their Money on Education (2020), menyebutkan, masih ada 22 persen kabupaten/kota dan 35 persen provinsi yang tidak memenuhi amanat konstitusional alokasi 20 persen anggaran pendidikan. Selain itu, kabupaten/kota yang mengalokasikan 20 persen dari anggaran tidak selalu dapat mengimplementasikan anggarannya.
Ekonom Bank Dunia, Rythia Afkar, mengatakan, dari 27 kabupaten/kota yang menjadi obyek studi, 86 persen dari total anggaran pendidikan mereka diperuntukkan untuk upah guru. Jika dirinci, sebagian besar alokasi upah tersebut adalah upah bagi guru berstatus pegawai negeri sipil.
Apabila dibandingkan dengan negara lain yang juga punya anggaran pendidikan, dia menyebut, porsi 86 persen itu relatif besar. Negara satu kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam, mempunyai porsi alokasi anggaran pendidikan khusus upah guru sebesar 50 persen.
”Di tengah kondisi sekarang (pandemi), alokasi anggaran pendidikan perlu diarahkan untuk menekan dampak, seperti learning loss. Karena pandemi belum jelas kapan berakhir, dana pendidikan mesti diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan kuantitas dan kualitas pembelajaran jarak jauh. Prioritas setiap negara pasti berbeda sehingga Indonesia harus melihat apa yang kini jadi prioritas,” ujar Rythia.
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, tantangan-tantangan yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia tidak sederhana. Kemendikbud telah mempunyai sejumlah strategi untuk perbaikan keguruan, seperti program organisasi penggerak dan relaksasi dana bantuan operasional. Kemendikbud akan mulai melaksanakan asesmen nasional untuk memetakan mutu pendidikan dan evaluasi satuan pendidikan.
Menag Fachrul Razi mengapresiasi tiga laporan studi yang dikeluarkan Bank Dunia. Menurut dia, berbagai tantangan yang disodorkan dalam studi Bank Dunia harus dijawab melalui reorientasi program, juga pembenahan satuan pendidikan keagamaan yang underperforming dan berkualitas rendah.
Kemenag membina sekitar 87.000 madrasah/satuan pendidikan Islam dengan 10 juta peserta didik. Mayoritas satuan pendidikan di bawah Kemenag berstatus swasta.
”Kami justru menjadikan pandemi bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang. Kami menyiapkan rencana transformasi yang salah satunya memanfaatkan teknologi digital,” ujarnya.