Pemerintah resmi meniadakan ujian nasional. Pertimbangan utamanya, keselamatan dan kesehatan siswa jadi prioritas di tengah persebaran penyakit Covid-19.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah resmi meniadakan pelaksanaan ujian nasional untuk sekolah, yang semula dijadwalkan pada pertengahan Maret sampai awal April 2020. Keputusan ini menjadi bagian dari upaya mengutamakan keselamatan dan kesehatan siswa, guru, dan keluarganya di tengah penularan penyakit Covid-19 yang kian meluas.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dalam pernyataan resmi seusai mengikuti rapat terbatas melalui konferensi video, Selasa (24/3/2020), sekitar pukul 12.30, di Jakarta, menyampaikan, ujian nasional (UN) pada tahun 2020 juga sudah tidak lagi jadi penentu kelulusan dan syarat masuk perguruan tinggi. Dengan demikian, jika pelaksanaan UN terus dijalankan pun tidak mendatangkan untung.
Sebelumnya, jadwal pelaksanaan UN SMK/madrasah aliyah kejuruan adalah 16-19 Maret 2020. UN SMA/madrasah aliyah sederajat 30 Maret-2 April 2020. Sinkronisasi data UN pendidikan kesetaraan program paket C 2-3 April 2020, sementara pelaksanaan ujian 4-7 April 2020.
Untuk UN SMP/madrasah tsanawiyah, pelaksanaan sinkronisasi data pada 16-17 April 2020 dan ujian 20-23 April 2020. Terkait UN pendidikan kesetaraan program paket B, sinkronisasi data digelar 30 April-1 Mei 2020 dan ujian 2-4 Mei 2020.
UN pada 2020 juga sudah tidak lagi jadi penentu kelulusan dan syarat masuk perguruan tinggi. Dengan demikian, jika pelaksanaan UN terus dijalankan pun tidak mendatangkan untung.
Untuk ujian sekolah yang pada tahun 2020 masih jadi penentu kelulusan siswa, lanjut Nadiem, lembaga pendidikan tetap diperkenankan melaksanakan. Namun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melarang pelaksanaannya berlangsung secara tatap muka di kelas. Lagi-lagi, alasannya adalah keselamatan dan kesehatan siswa di tengah maraknya penyebaran virus korona baru atau Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang menyebabkan penyakit Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Sebagai gantinya, sekolah bisa menyelenggarakan ujian sekolah secara daring.
”Hal yang kami dorong lainnya adalah ujian sekolah tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh. Lalu, sekolah yang belum menggelar ujian sekolah dapat memakai nilai lima semester terakhir untuk menentukan kelulusan siswa,” tuturnya.
Tak berdampak
Nadiem memastikan, pembatalan UN tidak akan berdampak pada penerimaan peserta didik baru (PPDB). Kemdikbud mendorong dinas pendidikan dan sekolah menyiapkan mekanisme PPDB dengan mengikuti protokol kesehatan tentang pencegahan penyebaran penyakit Covid-19, seperti mencegah berkumpulnya siswa dan orangtua secara fisik di sekolah.
PPDB jalur prestasi, baik nonzonasi maupun nonafirmasi, dapat menggunakan dua cara. Cara pertama, dengan menghitung akumulasi nilai rapor selama lima semester terakhir. Cara kedua adalah melihat prestasi akademik dan nonakademik di luar rapor sekolah.
”Saat ini, kan, 70 persen penerimaan siswa sudah bisa menganut mekanisme zonasi. Sisanya melalui jalur prestasi,” ujarnya.
Menanggapi keputusan Kemdikbud tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Halim mengatakan, pihaknya mengapresiasi dan mendukung keputusan pemerintah meniadakan UN. Hal ini menjadi keputusan strategis di tengah kondisi darurat penyakit Covid-19.
Kedudukan dan fungsi UN juga sudah tidak ada lagi. Sebagai gambaran, di tingkat SMA/madrasah aliyah sederajat, hasil UN tidak dipakai sebagai syarat masuk perguruan tinggi. Untuk masuk perguruan tinggi negeri, persyaratan utamanya adalah lewat undangan nilai rapor dan ujian tulis berbasis komputer (UTBK).
Kedudukan UN untuk tingkat SD-SMP pun tak terlalu relevan. Satriwan menjelaskan, selama tiga tahun terakhir, PPDB SMP dan SMA melalui mekanisme zonasi yang memiliki tiga jalur. Jalur pertama jarak rumah, prestasi siswa, dan perpindahan orangtua.
”Kendati ada jalur prestasi dalam PPDB, penekanannya mencakup nilai rapor, ujian sekolah, dan nonakademik lainnya, misalnya juara vokal, debat, dan olahraga. Artinya, UN bukan lagi satu-satunya parameter prestasi siswa,” ucapnya.
Pada Selasa pagi, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya mengusulkan pembatalan UN dengan memperhatikan lima faktor. Sebagai contoh, Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 13A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Korona di Indonesia. Contoh faktor penting lainnya adalah permohonan penundaan UN dari sejumlah dinas pendidikan dan sekolah Indonesia di luar negeri.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Engkos Kosasih Samanhudi menyebutkan, dirinya menerima telepon dari Gubernur Banten Wahidin Halim. Dalam pembicaraan, Gubernur menginginkan agar ada penundaan UN. Sebagai ganti persyaratan kelulusan siswa, sekolah menetapkannya berdasarkan nilai rapor.
”Kami pun membahas sampai kisi-kisinya. Banten telah meniadakan kegiatan belajar-mengajar di kelas sejak 13 sampai 30 Maret. Peniadaan ini bisa diperpanjang dengan mempertimbangkan perkembangan persebaran penyakit Covid-19,” ujarnya.