Di Tengah Pandemi, Seniman Ingin Tetap Punya Ruang Berkarya
Kolaborasi aktif pemerintah dan swasta amat diperlukan untuk memudahkan akomodasi ruang agar seniman tetap berkarya di tengah pandemi Covid-19. Upaya seperti itu melengkapi pendistribusian bantuan tunai.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
Seniman dan pelaku budaya berharap, pemerintah pusat menggandeng daerah dan swasta untuk membantu mengakomodasi mereka tetap berkarya di tengah pembatasan sosial karena pandemi Covid-19. Model kolaborasi seperti itu dianggap lebih ampuh dibandingkan hanya sebatas bantuan tunai.
Sebelumnya, pada Jumat (3/4/2020), melalui akun Instagram @budayasaya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka pendaftaran bantuan untuk seniman dan pelaku budaya dengan mengisi formulir di bit.ly/borangpsps. Dampak ekonomi akibat Covid-19 mencakup penundaan pentas dan konser, penutupan galeri, dan kehilangan pemasukan.
Seniman dan pelaku budaya diminta mengisi data sesuai KTP, bidang kesenian, pendapatan, contoh karya, dan jangka waktu berkarya. Dicatat juga ada tidaknya mata pencarian di luar kesenian serta terdaftar tidaknya di Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Prakerja.
Direncanakan, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengumumkan pemberian layanan pelindungan pelaku budaya terdampak Covid-19 Selasa (26/5/2020) ini dari hasil pendataan tersebut. Pemberian layanan pelindungan yang dimaksud merupakan usaha pembinaan kepada pelaku yang aktivitas budayanya terdampak. Pembinaan dilaksanakan dengan mendorong pelaku untuk menghasilkan dan memublikasikan hasil karya mereka melalui wahana virtual.
Program tersebut memakai model borang yang berpotensi menyebabkan seniman tradisional tidak terjangkau. (Heri lentho)
Seniman tari Heri Prasetyo atau akrab disapa Heri Lentho, Senin (25/5/2020), berpendapat, program tersebut memakai model borang yang berpotensi menyebabkan seniman tradisional tidak terjangkau. Dia memastikan, hanya seniman dan pelaku budaya di perkotaan yang menerima bantuan. Mekanisme program melalui tahap pengajuan, penelitian administrasi, dan kuratorial sehingga membutuhkan waktu lama dan dana besar.
Pendapat itu sempat dia sampaikan kepada pemerintah. Lalu, kata dia, muncul inisiatif mendata secara manual melalui dinas kebudayaan dan pariwisata provinsi sampai kabupaten/kota sehingga mereka pun ikut memberikan bantuan kepada seniman dan pelaku budaya yang terdampak. Namun, tantangan atas inisiatif itu adalah dinas beralasan semua alokasi anggaran direvisi untuk membantu pembiayaan pasien Covid-19.
”Saya berharap ada koordinasi pemerintah pusat dan daerah untuk membantu seniman dan pelaku budaya yang terdampak ekonomi karena Covid-19. Jangan sampai tidak ada skema perlindungan bagi seniman dan pelaku budaya sama sekali,” kata Heri.
Penari Lengger Lanang asal Banyumas, Rianto, memandang, link pendaftaran bantuan untuk seniman dan pelaku budaya yang digagas Ditjen Kebudayaan amat membantu. Para seniman dan pelaku budaya, calon penerima bantuan, bisa langsung mengakses pendaftaran lewat laman itu.
Hanya saja, ketika sampai ke tingkat daerah, utamanya desa-desa kantong seniman seni tradisi, pemerintah daerah setempat tidak ikut membantu menyosialisasikan ataupun mengisikan formulir pendaftaran. Padahal, menurut dia, seniman seni tradisi itulah yang paling terdampak secara ekonomi karena pandemi. Sebagian besar di antara mereka berpendapatan di bawah Rp 5 juta-Rp 10 juta.
Mengenai dukungan pemerintah daerah berbentuk bantuan sosial, Rianto menduga hanya ada bantuan langsung tunai (BLT). Itu pun dananya dari pusat yang dibagi-bagi sampai ke tingkat desa. Seniman dan pekerja seni budaya yang menerima bantuan pun tidak merata.
”Di luar bantuan sosial, program dari Ditjen Kebudayaan untuk mengakomodasi seniman dan pekerja seni kreatif sebenarnya sudah banyak. Tinggal didukung dan dikawal,” tambah Rianto.
Ruang berkegiatan
Ismanto, seniman asal Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, saat dihubungi terpisah, berpendapat, cara membantu seniman harus memberi mereka ruang berkegiatan, bukan hanya bantuan berupa bahan kebutuhan pokok ataupun uang tunai. Seniman merupakan insan kreatif.
”Pencairan bantuan tanpa kebijaksanaan maka bersifat tidak mendidik, bahkan bisa berakibat merusak mental,” ujarnya.
Ismanto berharap, bentuk ruang yang diberikan pemerintah agar seniman tetap berkegiatan beraneka ragam. Untuk perajin dan pelukis, misalnya, pemerintah bisa membantu fasilitasi pemasaran atau order.
Dia kini menyelenggarakan program ”Barter untuk Darurat Pangan”. Melalui program ini, setiap lukisan ataupun patung karya dia ditawarkan kepada pencinta seni untuk ditukar dengan bahan pangan ataupun uang yang bisa dipakai membeli bahan pangan. Hasilnya dibagikan kepada warga yang terdampak secara ekonomi karena Covid-19.
Dari pengalamannya menjalankan program itu, dia merasa, apabila kolektor atau swasta yang biasa berkecimpung di perdagangan seni tidak membantu, kegiatan tolong-menolong tidak terjadi. Ismanto menekankan, di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang, hal yang paling dibutuhkan adalah saling kerja sama semua pihak, termasuk pemerintah dan swasta, memanusiakan kehidupan.
”Jangan sampai kondisi ekonomi semakin terpuruk,” imbuhnya.
Sebelumnya, dalam sesi diskusi virtual ”Tantangan dan Peluang Pelaku Budaya Pasca-Covid-19”, Selasa (12/5/2020), Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid membenarkan, dalam waktu dekat akan ada penyaluran bantuan dari hasil pendataan seniman dan pelaku budaya yang terdampak Covid-19 periode 3-8 April 2020.
Di luar itu, kanal akun Budaya Saya di Youtube akan terus dioptimalkan sebagai ruang untuk mengakomodasi seniman dan pelaku budaya tetap berkarya.
”Resources (kami) terbatas. Kami menganjurkan pemerintah daerah-pemerintah daerah ikut berperan,” katanya.