Pembukaan Kembali Sekolah, Orangtua Punya Suara Menentukan
Keragaman kondisi daerah menyebabkan pembukaan kembali sekolah diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing. Pihak sekolah dan orangtua punya suara sentral menentukan keputusan itu.
JAKARTA, KOMPAS — Suara pihak sekolah dan orangtua memegang peranan sentral dalam pembukaan kembali sekolah. Mereka dianggap paling paham kondisi kesehatan dan keselamatan anak.
Demikian disampaikan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad di sela-sela diskusi virtual ”Anak, Sekolah, dan Perlindungannya Selama Pandemi”, Kamis (4/6/2020), di Jakarta, yang digelar Human Initiative. Menurut Hamid, hal itu berlaku bagi sekolah yang berada di kabupaten/kota zona hijau Covid-19.
Saat ini, terdapat sekitar 102 kabupaten/kota masuk zona hijau Covid-19. Kepala daerah bersangkutan berhak memutuskan sekolah dibuka kembali atau tidak. Keputusan mempertimbangkan ahli kesehatan setempat, seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), walaupun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyebutkan zona hijau.
Apabila keputusannya membuka kembali sekolah, maka kepala daerah harus melakukan penilaian kesiapan protokol kesehatan di tiap-tiap sekolah. Apabila ditemukan ada sekolah belum siap, maka sekolah harus tetap melanjutkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Kemendikbud akan mengawasi pemerintah daerah yang memaksakan pembukaan sekolah yang tidak memenuhi syarat atau belum siap protokol kesehatan.
”Ketika pemerintah kabupaten/kota zona hijau Covid-19 memutuskan membuka kembali sekolah, lalu ada sekolah yang siap, tetapi sebagian besar orangtua tidak yakin dan menolak, maka sekolah harus menerima penolakan itu. PJJ kembali dilanjutkan. Dinas pendidikan setempat pun tidak boleh memaksa,” kata Hamid tegas.
Dinas pendidikan di kabupaten/kota zona hijau Covid-19 hanya diperbolehkan memaksa menutup sekolah. (Hamid Muhammad)
Dinas pendidikan di kabupaten/kota zona hijau Covid-19 hanya diperbolehkan memaksa menutup sekolah jika dinas menemukan ada kasus Covid-19 yang membuat sekolah tak aman lagi.
Hamid menekankan, Kemendikbud sudah berkoordinasi dengan semua kepala dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk menyampaikan beberapa syarat dan opsi pembukaan sekolah tersebut. Kemendikbud juga meminta kepada kepala dinas pendidikan untuk memetakan sekolah-sekolah yang belum siap dalam menyediakan fasilitas penunjang sesuai protokol kesehatan. Dana alokasi khusus dapat dipakai membantu dalam pembiayaan. Apabila upaya itu tetap tidak bisa dilakukan, PJJ tetap dilakukan.
Untuk mengawal hal ini, Kemendikbud menyediakan saluran pengaduan melalui unit layanan terpadu untuk menindaklanjuti penyimpangan di lapangan. ”Apabila satu kabupaten/kota masuk zona hijau Covid-19, tetapi kabupaten/kota di sekelilingnya masuk zona merah, kami merekomendasikan sekolah tidak dibuka kembali. Apabila kondisinya seperti Jabodetabek dan Jawa Barat yang masuk zona merah, otomatis PJJ. Tidak bisa ditawar,” katanya.
Saat sesi diskusi, ada salah satu peserta bertanya apakah Kemendikbud akan menerapkan kurikulum darurat bagi sekolah, mengingat kegiatan belajar-mengajar di kelas tidak mungkin berjalan sama seperti sebelum pandemi. Hamid menjawab sedang disiapkan penyederhanaan kurikulum, termasuk bahan pembelajarannya/modul.
Keselamatan diutamakan
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan Kemendikbud Iwan Syahril menambahkan, penerapan normal baru yang terpenting adalah keamanan, kesehatan, dan keselamatan warga sekolah. Apabila kabupaten/kota aman, tetapi sekolah tidak aman, maka sekolah dilarang melaksanakan pembelajaran yang mengumpulkan massa. Begitu juga kalau komunitas sekolah menyampaikan tidak aman, maka sekolah tidak perlu dibuka.
”Menutup sekolah bukan berarti pembelajaran tidak terjadi. Pilihannya adalah melaksanakan belajar dari rumah, baik daring, luring, ataupun campuran. Prinsipnya adalah some learning daripada tidak ada sama sekali,” tegasnya saat menjadi pembicara di acara virtual ”Sinergi Pusat dan Daerah untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Dasar dalam Era New Normal” yang diselenggarakan oleh Tanoto Foundation.
Iwan menambahkan, Kemendikbud telah menyediakan platform Guru Berbagi yang bisa dioptimalkan oleh guru satu dengan lainnya berbagi pengalaman mengajar PJJ. Guru dapat pula mencari referensi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dari guru lain.
School Safety National Consultant di Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) Wahyu Agung Kuncoro memandang, prinsip yang harus dipastikan adalah pemenuhan hak anak untuk mendapatkan akses pendidikan berkualitas. Prinsip lainnya yang juga harus selalu dikedepankan adalah pencegahan penyebaran dan penularan Covid-19 di lingkungan satuan pendidikan.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Yogi Prawira menyarankan pentingnya mengutamakan hak anak untuk sehat lebih dulu, baru hak atas pendidikan. Pemerintah harus belajar dari pengalaman beberapa negara yang membuka kembali sekolah, kemudian kasus positif Covid-19 justru kembali melonjak. Penerapan pelonggaran pembatasan sosial ataupun pembukaan kembali sekolah harus memperhatikan sejauh mana kemampuan rumah sakit menangani kasus jika terjadi lonjakan kasus.
Yogi mengemukakan, dari kasus anak positif Covid-19, sebagian besar adalah korban. Mereka tertular dari orang dewasa di sekitar mereka. Hal yang harus dipahami adalah anak berpotensi tanpa gejala dan mereka bisa menularkan Covid-19 ke orang lain. Virus korona yang ada pada feses anak bisa lebih lama bertahan dan menyebarkan.
Epidemiolog dari Universitas Padjadjaran dan Saintis Kolaborator Lapor Covid-19, Panji Fortuna Hadisoemarto, mempunyai pandangan senada. Saat menghadiri webinar ”Anak & Covid-19: Sekolah di Rumah, Sampai Kapan?”, dia menerangkan, populasi anak usia sekolah adalah kelompok risiko rendah untuk tertular, sakit, atau meninggal karena Covid-19. Akan tetapi, ketika sekolah dibuka kembali, intensitas kontak dapat menyebabkan anak sakit ringan, berat, dan meninggal karena Covid-19. Ini disebabkan anak bisa berkontak dengan kelompok usia lain saat sekolah dibuka lagi.
”Anak tanpa gejala Covid-19 bisa banget menularkan ke orang dewasa. Di China, misalnya, tingkat kasus positif Covid-19 usia anak dimulai tanpa gejala tergolong tinggi,” ujarnya.
Menurut Panji, hal yang paling penting sekarang adalah sekolah punya upaya menurunkan frekuensi kontak di sekolah sebelum sekolah dibuka kembali. Misalnya, sekolah mengatur penurunan jumlah siswa bertemu dalam satu waktu.
Apabila ada masa transisi menuju pembukaan kembali sekolah, dia berharap kesempatan itu dipakai untuk membangun fasilitas pendukung protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Sebagai contoh, menambah jumlah kelas.
Perbaikan PJJ
Pendiri Komunitas Parenting Indonesia Support Group #SekolahDiRumah, Tenik Hartono, berpendapat, mayoritas orangtua murid di komunitas menolak pembukaan kembali sekolah disamakan dengan jadwal tahun ajaran baru yang tidak diundur, yakni pertengahan Juli 2020. Alasannya adalah terdapat risiko anak tertular Covid-19. Misalnya, jumlah siswa satu kelas bisa mencapai lebih dari 30 anak dan fasilitas kebersihan di sekolah kurang memadai.
”Saya pribadi tidak mau melepas anak saya kembali ke sekolah. Saya memilih pendidikan anak saya ketinggalan pendidikan daripada harus kehilangan nyawa anak saya,” katanya.
Tenik mengakui penerapan PJJ, terutama metode dalam jaringan (daring), tidak setara. Hanya anak dari keluarga kelas menengah ke atas mampu mengikuti. Sementara anak dari keluarga menengah ke bawah kesulitan gawai dan akses internet. Realitas ini harus dipahami pemerintah sehingga ada jalan keluar yang solutif.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim berpendapat pentingnya digitalisasi infrastruktur pendidikan dipercepat. Kemendikbud sebenarnya sudah mempunyai program digitalisasi sekolah yang semestinya bisa dioptimalkan di tengah pandemi Covid-19.
Dia tetap konsisten mendukung tahun ajaran 2020/2021 diundur sampai Januari 2021. Dengan demikian, selama kurun waktu enam bulan ke depan bisa dipakai pemerintah untuk mempersiapkan PJJ, memperkuat fasilitas internet untuk pendidikan, dan kompetensi guru.
Baca juga : Pembelajaran Jarak Jauh Paling Aman bagi Anak
Ramli mengingatkan, selama tiga bulan terakhir saat PJJ digelar, masih banyak guru gagap. Tidak semua guru menguasai teknologi informasi komunikasi. Ditambah lagi, terlepas pandemi Covid-19, skor kompetensi guru secara nasional pun masih rendah.
”Pembukaan kembali sekolah harus diikuti kesiapan fasilitas pendukung protokol kesehatan. Indonesia sebentar lagi memasuki musim kemarau dan beberapa daerah kemungkinan akan kesulitan air. Sementara pencegahan Covid-19 membutuhkan fasilitas kebersihan yang cukup air bersih,” katanya.