Lembaga Pengada Layanan Terpuruk, Pundi Perempuan Galang Dana
Selama pandemi Covid-19, lembaga pengada-layanan merasa tidak dapat menyediakan pendampingan hukum dan psikososial secara optimal. Penggalangan dana daring dilakukan untuk mengoptimalkan peran lembaga-lembaga tersebut.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi fenomena gunung es yang hingga kini belum banyak terungkap karena banyak perempuan yang menjadi korban tidak bicara. Maka, peran lembaga pengada layanan bagi perempuan korban kekerasan atau women crisis center menjadi sangat strategis, karena lewat pendamping di lembaga-lembaga tersebut korban datang mengadu.
Lembaga pengada layanan menjadi garda terdepan, karena mereka tidak hanya menjadi tempat perempuan korban mengadu tetapi juga menjadi pendamping korban saat berhadapan dengan proses hukum.
Dari lembaga-lembaga pengada layanan itulah, berbagai jenis kekerasan, fisik, psikis, seksual, maupun kekerasan ekonomi yang dialami perempuan termasuk anak perempuan terungkap. Data-data dari lembaga layanan itulah yang selama ini dikumpulkan dan dikompilasi Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Namun, semenjak pandemi Covid-19 berlangsung, yang disusul kebijakan pembatasan sosial/fisik yang memaksa masyarakat harus tinggal di rumah, jumlah pengaduan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan menurun. Pola pengaduan di lembaga pengada pun berubah.
Para pendamping di lembaga pengada layanan lebih banyak menerima pengaduan secara daring.
Karena larangan bertemu dan berinteraksi (jaga jarak), maka selama empat bulan terakhir, para pendamping di lembaga pengada layanan lebih banyak menerima pengaduan secara daring. Bahkan, selama pandemi pendamping semakin sering menerima pengaduan melalui hotline telepon atau email.
Dampaknya, untuk memberikan layanan, saat ini lembaga-lembaga layanan sangat bergantung pada akses dan ketersediaan dana komunikasi, serta dukungan alat pelindung selama masa pembatasan. Situasi dan kondisi tersebut membuat lembaga pengada-layanan merasa tidak dapat menyediakan pendampingan hukum dan psikososial secara optimal.
Melihat kondisi tersebut, Indonesia untuk Kemanusiaan, Komnas Perempuan melalui Pundi Perempuan menyelenggarakan penggalangan dana publik secara daring dengan mengusung tema “Kita Di Sini Bersama. Mari Saling Melindungi”.
“Jadi situasi yang terjadi saat ini, banyak sekali organisasi pengada layanan yang mau terus mendampingi korban atau sudah bergerak tetapi menjadi terbatas, karena tidak punya dana juga untuk membeli alat pelindung diri. Padahal di satu sisi, kita sudah mendengar bahwa angka kekerasan meningkat terutama kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Direktur Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), Anik Wusari, saat Pelucuran Penggalangan Dana Pundi Perempuan, Jumat (5/6/2020).
Penggalangan dana tersebut dilakukan berbeda, karena ada melihat ada kebutuhan khusus terkait situasi pandemi Covid-19. Biasanya, penggalangan dana yang rutin dilakukan IKa dan Komnas Perempuan dilakukan satu tahun dua kali, dan distribusi bantuan dilakukan tahun berikutnya.
Peluncuran Penggalangan Dana Daring Pundi Perempuan bagi Perempuan Korban Kekerasan di Tengah Wabah Covid-19 ditandai dengan Unjuk Bincang yang menghadirkan pembicara utama Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (PHP) KemenPPPA, Vennetia R Danes. Diskusi yang dipandu Staf Khusus Presiden Ayu Kartika Dewi menghadirkan Duta Antikekerasan terhadap Perempuan dan Anak KemenPPPA Cinta Laura Kiehl, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini, dan aktivis Pundi Perempuan untuk Ika Lilik HS.
Vennetia memberikan apresiasi atas upaya penggalangan dana yang dilakukan IKa dan Komnas Perempuan. Selain akan mendukung kerja-kerja lembaga pengada layanan dan women crisis centre dalam memberikan pendampingan hukum dan pendampingan psikososial bagi perempuan korban kekerasan, penggalangan dana tersebut diharapkan bisa memastikan para pendamping korban juga mendapatkan dukungan bagi kesehatan jasmani dan mental dalam situasi pandemik covid-19.
“Penggalangan dana secara daring ini merupakan momentum yang tepat dalam upaya meningkatkan dukungan kepada lembaga pengada layanan untuk mengantisipasi hambatan-hambatan yang muncul akibat situasi pandemi Covid-19,” papar Vennetia.
Sebab, kenyataannya dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini dengan adanya himbauan kerja dari rumah/WFH, tinggal di rumah saja, menimbulkan berbagai masalah baru, seperti kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kondisi tersebut, menurut Vennetia dapat bertambah parah apabila dibarengi dengan kondisi ekonomi keluarga yang tidak baik, kehilangan mata pencaharian dan terkena pemutusan hubungan kerja.
Beban ganda
Theresia mengungkapkan pandemi Covid-19 memberikan dampak besar bagi perempuan, saat harus tinggal di rumah, menyusul beban kerja yang bertambah, mulai dari bekerja, mengurus rumah serta mendampingi anak-anak sekolah.
“Situasi ini mendorong banyak ketegangan yang berimplikasi pada berbagai hal termasuk KDRT, mulai dari fisik, psikis, seksual hingga penelantaran ekonomi,” papar Theresia yang memaparkan survei Komnas Perempuan yang menemukan fakta bahwa tekanan ekonomi mendorong terjadinya kekerasan terhadap perempuan terutama yang berpenghasilan di bawah Rp 5 juta.
Cinta Laura menilai kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun dihadapi seluruh perempuan di dunia. Di Indonesia, pengaruh patriarki masih sangat kuat sehingga mendorong kekerasan terhadap perempuan, bahkan banyak perempuan tidak banyak berbicara saat mengalami kekerasan.
“Sosial media bisa platform untuk menyampaikan isu pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Kalau punya telepon penting bagaimana korban bisa melapor, bisa tahu di sosial media dan informasi cepat tersebar,” kata Cinta.
Lilik mengungkapkan selama ini, penggalangan dana lewat Pundi Perempuan selama beberapa tahun terakhir dilakukan dalam berbagai cara seperti Give Back Sale, yang mengumpulkan donasi barang-barang yang disayangi donatur, kemudian menjual kembali ke publik. Hasilnya untuk penggalangan dana Pundi Perempuan selama sekitar 17 tahun telah membantu lembaga pengada layanan dan para korban kekerasan.
Namun tahun ini, aksi penggalangan dana khusus untuk lembaga pengada layanan diharapkan bisa mendukung perlindungan terhadap para perempuan korban kekerasan.