Rencana pembukaan kembali sekolah-sekolah di sejumlah daerah perlu dikaji ulang. Jika sekolah tidak siap menjalankan protokol kesehatan, pembelajaran tatap muka bisa memicu penyebaran Covid-19,
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
Sejumlah daerah berencana membuka kembali sekolah-sekolah. Padahal, berdasarkan pengawasan dan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia, sampai kini sekolah-sekolah dinilai belum siap melakukan pembelajaran tatap muka.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menyatakan, dari survei yang menyasar sejumlah guru untuk mengetahui seberapa siap sekolah menghadapi era normal baru, KPAI menemukan mayoritas sekolah belum siap.
”Sampai hari ini, dari survei yang diikuti oleh 6.664 guru dari sekolah berbeda, hasil sementara, hanya sekitar 20 persen sekolah yang siap menghadapi kenormalan baru,” ujar Retno dalam keterangan pers, Selasa (28/7/2020), di Jakarta.
Selain survei kepada guru-guru, sebelumnya pada Juni lalu, KPAI melaksanakan pengawasan langsung ke 15 sekolah jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK di Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, Tangerang Selatan, serta Kota Bandung. Dari pengawasan tersebut ditemukan, dari 15 sekolah, hanya satu sekolah yang benar-benar siap secara infrastruktur menghadapi kenormalan baru, yaitu SMKN 11 Kota Bandung.
Sementara sekolah yang mulai menyiapkan infrastruktur ada lima sekolah. Itu pun sebatas menyiapkan beberapa wastafel di tempat-tempat strategis di lingkungan sekolah. ”Sementara yang lain belum menyiapkan apa pun kecuali sabun cuci tangan di wastafel yang sudah dibangun jauh sebelum pandemi Covid-19,” kata Retno.
Dari survei yang diikuti oleh 6.664 guru dari sekolah berbeda, hasil sementara, hanya sekitar 20 persen sekolah yang siap menghadapi kenormalan baru.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seharusnya menjadi motor penggerak dalam mempersiapkan kenormalan baru di pendidikan. Caranya, dengan mempersiapkan protokol kesehatan dan daftar periksa yang disampaikan ke semua dinas pendidikan untuk dilakukan rapat koordinasi secara berjenjang, mulai dari pusat hingga tingkat paling bawah di daerah.
Dinas pendidikan daerah seharusnya mengadakan rapat koordinasi dengan sekolah-sekolah dan sekolah menyelenggarakan rapat koordinasi dengan para guru. Selanjutnya, para wali kelas melakukan sosialisasi kepada orangtua dan siswa di kelasnya.
Menurut Retno, sejauh ini upaya itu belum terlihat. Kemendikbud harus memiliki data akurat terkait kesiapan sekolah memasuki era normal baru. ”Tidak bisa menggunakan merdeka belajar dalam situasi seperti ini dengan seolah memerdekakan semua daerah dan sekolah untuk tatap muka. Kebijakan seharusnya berbasis data, bukan coba-coba. Apalagi, ini soal keselamatan dan kesehatan anak-anak Indonesia,” tuturnya.
Pekan lalu, saat tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai, Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef) Indonesia mengingatkan sekolah untuk memastikan anak dan remaja dapat terus belajar.
”Hal terpenting adalah anak dan remaja tetap bisa mengakses semua layanan penting yang diberikan melalui sekolah. Terlepas dari semua tantangan yang ditimbulkan pandemi, kita tidak boleh berhenti memastikan hak setiap anak dan remaja untuk belajar,” ujar Perwakilan Unicef Indonesia Debora Comini lewat keterangan pers, Selasa (21/7/2020).
Saat ini, meskipun sebagian besar anak dan remaja masih harus belajar dari rumah, sejumlah sekolah yang berlokasi di zona hijau telah diizinkan untuk kembali beroperasi sepanjang memenuhi kriteria yang ditentukan.
Namun, manajemen sekolah harus bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memastikan langkah kesehatan dan keselamatan sudah diterapkan sebelum sekolah kembali dibuka.
Sekolah yang sudah mendapatkan izin untuk kembali beroperasi harus memastikan setiap guru, tenaga kependidikan, dan siswa mengikuti protokol keselamatan, yakni mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak sejauh 1,5 meter satu sama lain, dan mengenakan masker. Setelah jam belajar usai, siswa harus segera pulang dan menghindari kegiatan yang membuat mereka berisiko tinggi tertular Covid-19.
Anak yang merasa kurang sehat diminta tetap di rumah dan menemui tenaga kesehatan jika gejala yang dialami bertambah parah. Selain itu, orangtua dan anak serta remaja diharapkan mencari informasi terkait opsi-opsi belajar yang tersedia dengan menghubungi sekolah di sekitar lingkungannya.