Guru Berharap Dialog Terbuka tentang Rencana Perubahan Kurikulum
Kemendikbud diharapkan menjelaskan rencana perubahan kurikulum dan penerapan ”prototyping” kurikulum tersebut di sekolah penggerak pada tahun ajaran 2021/2022.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan guru berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan alasan perubahan kurikulum yang tengah dikaji tim Kemendikbud. Demikian juga penjelasan mengenai rencana Kemendikbud menerapkan prototyping kurikulum tersebut di sekolah penggerak pada tahun ajaran 2021/2022.
Para guru sepakat jika Kemendikbud berencana menyederhanakan kurikulum. Namun, perubahan ataupun penyederhanaan tersebut berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan Kurikulum 2013 yang berlaku saat ini dan melibatkan para pemangku kepentingan terkait.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi daring yang diselenggarakan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (ASGI), Jumat (25/9/2020). Sebagai pembicara dalam diskusi ini, Koordinator Perkumpulan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim, Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia Sumardiansyah Perdana Kusuma, dan peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Anggi Afriansyah.
Penggantian atau perubahan kurikulum pendidikan sering terjadi, pro kontra itu biasa karena memang harus seperti itu. Tetapi, apa alasan pemerintah mestinya disampaikan ke publik. Apa dasar filosofis, sosiologis, pedagogis, dan politisnya.
”Penggantian atau perubahan kurikulum pendidikan sering terjadi, pro kontra itu biasa karena memang harus seperti itu. Tetapi, apa alasan pemerintah mestinya disampaikan ke publik. Apa dasar filosofis, sosiologis, pedagogis, dan politisnya,” ujar Satriwan.
Satriwan mengatakan, Kurikulum 2013 diproyeksikan untuk menyiapkan generasi emas 2045 untuk menjawab tantangan era digital dan globalisasi. Pelaksanaannya pun secara bertahap, dengan target semua sekolah dapat menerapkan kurikulum ini pada tahun ajaran 2019/2020. ”Kalau ada evaluasi (penerapan Kurikulum 2013), semestinya guru-guru tahu,” kata Satriawan.
Menurut Sumardiansyah, Kemendikbud perlu menggelar dialog terbuka untuk menjelaskan tafsir-tafsir yang berkembang atas draf-draf Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional yang beredar belakangan. Penjelasan tertulis Kemendikbud dan juga penjelasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim melalui akun instagram pribadinya dinilai belum cukup.
”Perlu klarifikasi yang jelas dari Kemendikbud, terutama terkait perubahan posisi mata pelajaran Sejarah Indonesia di jenjang SMA, bahkan di SMK tidak ada. Kalau itu hanya draf, bagaimana dengan rencana penerapan di sekolah penggerak,” tanya Sumardiansyah.
Dalam akun instagramnya, Nadiem mengatakan bahwa tidak ada kebijakan penghapusan mata pelajaran sejarah di kurikulum nasional. Draf yang beredar hanyalah satu dari puluhan versi draf yang tengah dibahas melalui kelompok diskusi terfokus (FGD) dan uji publik.
”Penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan sampai 2022. Tahun 2021 kami akan melakukan berbagai prototyping di sekolah penggerak yang terpilih, dan bukan dalam skala nasional,” kata Nadiem melalui rekaman video yang diunggah di akun instagramnya.
Perubahan
Sebagaimana Sumardiansyah, Anggi Afriansyah juga mengatakan, perlu dibuka ruang diskursus untuk membahas apa yang tengah dilakukan Kemendikbud tersebut. Apalagi, Kemendikbud berencana menerapkan perubahan kurikulum, meski dalam bentuk prototyping, ke sekolah penggerak.
”Kalau begini tidak sekadar penyederhanaan, tetapi akan menjadi perubahan. Kurikulum 2013 juga begitu, ada unit implementasi kurikulum (sekolah percontohan untuk menerapkan Kurikulum 2013),” kata Anggi. Dia berharap ada dialog antara Kemendikbud dan para pemangku kepentingan pendidikan, termasuk para guru, terkait dengan rencana perubahan kurikulum ini.
Secara terpisah, ketika dihubungi Kompas, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Maman Fathurrahman mengatakan, Kemendikbud belum mengeluarkan kebijakan penyederhanaan kurikulum. Kalaupun dipandang perlu, Kemendikbud terlebih dulu akan berkoordinasi dan konsultasi dengan Komisi X DPR serta beberapa pihak terkait.
”Pada tahun 2021 pun tidak akan ada kebijakan perubahan kurikulum nasional, hanya akan ada prototyping-nya kurikulum baru atau implementasi terbatas di sekolah penggerak. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, dan Perbukuan sesuai tugas dan fungsi melakukan berbagai kajian yang sifatnya internal,” kata Maman.
Implementasi prototyping kurikulum tersebut melalui sekolah penggerak, kata Maman, paling mungkin dilakukan pada tahun ajaran 2021/2022. ”Informasi lebih jauh tentang lama penetapan dan jumlah sekolah sepertinya dari Dirjen GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) yang mengatur. Sesuai arahan Mas Menteri, Balitbang dan Perbukuan—Puskurbuk berada di dalam Balitbang dan Perbukuan—akan mendukung program tersebut dari aspek kurikulum,” ujar Maman.
Penerapan prototyping kurikulum tersebut secara terbatas di sekolah penggerak, kata Maman, untuk melihat apakah perubahan kurikulum tersebut dapat diimplementasikan dengan baik atau tidak. Selain itu, sekaligus untuk melihat respons dan menerima saran/perbaikan.
”Untuk informasi lebih lengkap mungkin akan sekaligus melalui pemberitahuan resmi tentang sekolah penggerak melalui Kemendikbud. Karena leading sektor adalah pada program sekolah penggerak. Tentunya dari sini akan ada banyak evaluasi untuk ke depan seperti apa,” ujar Maman. Dia mengatakan, Kemendikbud akan berhati-hati serta melibatkan banyak pemangku kepentingan dan pemangku kebijakan.