LRT Dioptimalisasi, Penumpang Ditargetkan Meningkat Dua Kali Lipat
Kereta ringan (LRT) Sumsel dioptimalisasi dengan menambah kecepatan serta waktu tempuh kereta dan waktu antara dipersingkat. Dengan optimalisasi ini diharapkan okupansi dapat meningkat hingga dua kali lipat.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kereta ringan (light rail transit/LRT) Sumsel dioptimalisasi dengan menambah kecepatan serta waktu tempuh kereta dan waktu antara dipersingkat. Dengan optimalisasi ini diharapkan okupansi dapat meningkat hingga dua kali lipat.
Hal itu disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat menumpangi LRT Sumsel dari Stasiun Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang menuju Stasiun DJKA Jakabaring sejauh 22,3 kilometer, Minggu (29/8/2019). Budi didampingi Wali Kota Palembang Harnojoyo dan Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Firli Bahuri.
Optimalisasi LRT dilakukan dengan menyesuaikan batas kecepatan sehingga waktu tempuh dapat dipersingkat dari 60 menit menjadi 47 menit. Adapun untuk waktu antara (headway) lebih singkat dari rata-rata 30 menit menjadi 18 menit.
Ini merupakan upaya pemerintah agar penumpang LRT mendapatkan kepastian waktu ketika menumpangi LRT.
Dengan begitu, frekuensi perjalanan ditingkatkan dari 54 perjalanan menjadi 78 perjalanan. ”Ini merupakan upaya pemerintah agar penumpang LRT mendapatkan kepastian waktu ketika menumpangi LRT,” kata Budi.
Ke depan, lanjut Budi, headway akan terus diperpendek sehingga penumpang akan memiliki kepastian waktu. Menurut rencana, pemangkasan headway akan dilakukan secara bertahap mulai dari 18 menit, ke 10 menit, hingga pada kapasitas maksimal, headway kereta hanya tinggal 3 menit. ”Dua tahun ke depan, saya berharap headway dapat dipangkas menjadi 10 menit,” katanya.
Budi berharap dengan optimalisasi ini tingkat keterisian (load factor) LRT dapat meningkat dari yang semula hanya 30 persen menjadi hingga 60 persen. Hal ini ditambah dengan sudah dilakukannya pembenahan rute (re-routing) sehingga Trans-Musi bisa menjadi angkutan pengumpan (feeder) bagi LRT.
Perlu waktu
Memang perlu waktu untuk meningkatkan penumpang LRT. Alasannya, LRT akan cocok digunakan pada kota-kota yang padat penduduk dengan jumlah penduduk minimal 3 juta jiwa. Palembang tergolong beruntung dengan jumlah penduduk 1,8 juta orang sudah memiliki LRT. ”Ini tidak lepas dari momen Asian Games,” katanya.
Ada beberapa pemerintah kota yang meminta untuk dibangun LRT, seperti Bandung, Yogyakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar. Namun, permintaan itu masih dalam kajian karena pembangunan prasarana LRT membutuhkan investasi yang cukup tinggi. LRT Sumsel sendiri membutuhkan dana investasi hingga Rp 10 triliun.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri menambahkan, proses optimalisasi ini melalui sejumlah tahapan uji coba. Bahkan, pada November mendatang frekuensi perjalanan akan ditambah menjadi 98 perjalanan per hari.
Dengan optimalisasi ini, waktu tempuh antara LRT dan modal transportasi darat akan setara. ”Dengan menggunakan moda darat dari bandara ke Stasiun DJKA butuh waktu tempuh sekitar 45 menit dan LRT 47 menit. Itu kalau tidak macet. Kalau macet bisa lebih dari 1 jam. Dengan kepastian waktu, maka LRT akan menjadi pilihan warga,” ucapnya.
Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan, pihaknya sudah menerapkan beberapa cara untuk meningkatkan keterisian LRT, seperti mengeluarkan peraturan Wali Kota Palembang untuk mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) di Pemkot Palembang menggunakan LRT satu minggu sekali, yakni setiap Selasa.
”Dengan cara ini diharapkan ASN memiliki keinginan untuk terus menggunakan LRT dan meninggalkan kendaraan pribadinya,” kata Harnojoyo.
Selain itu, pembenahan rute juga telah dilakukan sehingga tidak terjadi penumpukan dan memfasilitasi masyarakat untuk sampai ke stasiun LRT. ”Sekarang ada 124 Trans-Musi yang dioperasikan. Diharapkan, minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum lebih tinggi,” kata Harnojoyo.
Dengan cara ini diharapkan ASN memiliki keinginan untuk terus menggunakan LRT dan meninggalkan kendaraan pribadinya.
Keberadaan LRT juga menjadi salah satu aspek yang mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD). Harnojoyo menjelaskan, PAD Kota Palembang meningkat pesat setelah ada LRT, dari Rp 700 miliar pada 2018 menjadi Rp 1,2 triliun pada tahun ini. ”Banyak wisatawan yang datang ke Palembang, salah satunya untuk mencoba LRT,” katanya.