”Terkait perang dagang Amerika Serikat-China, kekuatan terbesar kita adalah pasar domestik. Dan, pemain di pasar domestik adalah UMKM,” kata Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia M Ikhsan Ingratubun ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Ikhsan menyampaikan, hal ini berkaitan dengan peran UMKM yang menyerap 95 persen tenaga kerja dan menyumbang sekitar 64 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, PDB Indonesia per akhir 2018 sebesar Rp 14.837 triliun.
Menurut Ikhsan, pemberdayaan UMKM dapat dimulai dengan pembinaan dan pelatihan sumber daya manusia berbasis kompetensi. Kemudian, dilanjutkan dengan perluasan atau keberpihakan pasar bagi UMKM di setiap wilayah.
Pembiayaan
Terkait dukungan di sisi pembiayaan, tidak semua UMKM mampu mengakses perbankan. Dengan demikian, penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) melalui lembaga nonbank perlu terus diupayakan.
”Presiden Joko Widodo meminta ada modernisasi koperasi. Penyaluran KUR bisa melalui koperasi-koperasi yang dimodernkan,” kata Ikhsan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, kredit perbankan yang disalurkan ke perbankan per Agustus 2019 sebesar Rp 1.035 triliun. Dari jumlah itu, kredit macetnya sebesar Rp 42,779 triliun.
Adapun menurut data Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, realisasi KUR yang dikucurkan per akhir Agustus 2019 sebesar Rp 101,714 triliun. KUR disalurkan untuk 3.623.087 debitor.
Kepala Bidang Organisasi International Council for Small Business Indonesia Samsul Hadi berpendapat, pemerintah sudah tepat membaca permasalahan UMKM, yakni besar pelaku di level mikro.
”Istilah saya, mereka banyak yang terjebak di level mikro. Rata-rata masuk ke sektor ini karena tidak ada kerjaan lain, bukan karena semangat berwirausaha. Kalau ingin membawa mereka ’naik kelas’, pola pikir, terutama menyangkut kewirausahaan, pelaku mikro harus diperbaiki,” katanya.
Pemerintah juga harus menentukan dan menghitung dengan cermat intervensi yang dibutuhkan untuk meningkatkan usaha mikro. Undang-undang tentang UMKM juga perlu direvisi, terutama terkait dengan batasan aset.
”Diperlukan orang-orang profesional yang paham soal UMKM dan perkoperasian untuk mendampingi UMKM dan koperasi agar ’naik kelas’. Kalau hanya mengandalkan aparatur sipil negara, hal itu tidak akan terkejar,” kata Samsul.
Samsul menuturkan, UMKM di Indonesia diharapkan menuju tiga hal, yakni go modern, go digital, dan go global. Segmen UMKM yang perlu dimodernisasi terutama yang belum memiliki legalitas usaha, standardisasi, dan catatan keuangan.
Diperlukan orang-orang profesional yang paham soal UMKM dan perkoperasian untuk mendampingi UMKM dan koperasi.
Digitalisasi UMKM ditempuh, antara lain, melalui pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan kualitas produk, kemasan, dan memperluas pasar. ”Terkait upaya menuju global, mau tidak mau UMKM harus berwawasan global,” ujarnya.
Produk UMKM harus mampu berkompetisi dengan produk dari luar negeri, baik untuk mengisi peluang pasar ekspor maupun menjaga pasar dalam negeri dari gempuran impor.
Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Suparno mengatakan, peran UMKM diperlukan dalam mengatasi problem defisit perdagangan. ”Di era digital, teknologi harus diikuti karena dibutuhkan untuk efisiensi sebagai alat pelayanan yang modern,” ujar Suparno. (CAS)