Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau GMNI mengkritik Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja karena dinilai banyak memangkas hak tenaga kerja.
Oleh
*
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau GMNI mengkritik Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang dinilai banyak memangkas hak tenaga kerja. Setidaknya ada tiga poin yang dikritisi dari rencana omnibus law tersebut.
Salah satu poin yang dikritisi, menurut Ketua Umum GMNI Arjuna Putra Aldino, terkait wacana upah per jam.
”Skema upah per jam berpotensi menurunkan pendapatan tenaga kerja, yang berarti juga bisa melemahkan daya beli dan kualitas hidup tenaga kerja,” katanya dalam rilis yang diterima Kompas, di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Pasalnya, dengan upah per jam, GMNI melihat banyak buruh yang berpotensi mendapat upah di bawah standar hidup layak. ”Ini melanggar konstitusi di mana negara wajib menjamin warga negaranya mendapatkan kerja dan upah yang layak,” ucapnya.
Selain itu, poin lain yang dikritisi menyangkut sistem ketenagakerjaan yang diserahkan pada mekanisme bipartit, yakni perundingan pengusaha dan buruh di tempat kerja.
”Hal ini bisa menghilangkan due process of law dalam hubungan industrial, seperti pemutusan hubungan kerja sepihak yang bisa menghilangkan hak karyawan untuk membela diri di dalam proses pengadilan,” ucap Arjuna.
Mekanisme bipartit, dia melanjutkan, lebih menguntungkan pengusaha karena posisi tawar kaum buruh cenderung lemah.
Poin ketiga yang dikritisi, RUU dinilai lebih berfokus pada penyediaan upah buruh yang murah untuk menarik investasi.
”Padahal, menurut kajian kami, tertariknya investasi untuk masuk ke sebuah negara tidak semata-mata karena persoalan upah buruh yang murah, tapi juga soal efisiensi birokrasi, rendahnya praktik perburuan rente, hingga kepastian hukum,” ucap Arjuna.
Berdasarkan laporan Bank Dunia bertajuk ”Ease of Doing Business 2020”, posisi Indonesia dalam kemudahan berbisnis tak beranjak, mandek di peringkat ke-73. Selain itu, skor yang diperoleh Indonesia sebesar 69,6 atau peringkat kelima terendah di ASEAN.
”Rendahnya kemudahan berbisnis di Indonesia bukan semata-mata karena persoalan tenaga kerja, melainkan karena faktor penegakan kontrak yang lemah hingga tingginya biaya dan waktu mengurus perizinan,” ucapnya.
Kritik kepada pemerintah ini disebut Arjuna sebagai bentuk independensi GMNI. GMNI adalah organisasi independen, tidak berafiliasi dengan kekuatan politik apa pun. Prinsip ini masih tercantum dalam AD/ART GMNI. Selain itu, bisa dilihat pula dari sebaran alumni GMNI yang tersebar di semua sektor, baik politik maupun profesional. Khusus di politik, alumni GMNI tersebar di semua partai politik, tak hanya satu partai.
Dalam rapat terbatas kabinet perkembangan penyusunan omnibus law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan, di Kantor Presiden, Rabu (15/1/2020), Presiden Joko Widodo meminta agar naskah RUU selesai dalam pekan ini. Dia berharap bisa diproses untuk dibahas bersama DPR dalam kurun waktu 100 hari.