SURABAYA, KOMPAS — Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 33 Tahun 2020 sebagai Perubahan atas Regulasi Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 mewajibkan tes rutin bagi pekerja luar daerah.
Namun, klausul itu dianggap memberatkan, terutama oleh kalangan pengusaha. Alasan utama ialah tanggung jawab pembiayaan tes rutin untuk para pekerja menjadi beban perusahaan.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menandatangani regulasi itu pada Senin (13/7/2020). Namun, hingga saat ini atau Kamis, peraturan dimaksud belum bisa dioperasikan.
Memang pasti beban karena terkait biaya tes cepat. Kami sudah mengusulkan agar untuk mengurangi beban pekerja, biaya tes disubsidi, baik oleh pemerintah maupun perusahaan. (Mufti Anam)
Dalam peraturan itu, pada Pasal 12, 15, 16, 18, 20, 24, dan 34 dinyatakan, kewajiban pekerja dari luar daerah dan orang yang melakukan perjalanan ke Surabaya untuk melampirkan hasil tes cepat atau tes usap. Untuk para pekerja, tes harus dilakukan rutin setiap 14 hari.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Adik Dwi Putranto menolak peraturan itu karena beban pembiayaan tes ada pada perusahaan.
Senada diutarakan oleh Ketua Kadin Kota Surabaya Muhammad Ali Affandi. Menurut dia, pengusaha pada prinsipnya mendukung kebijakan Pemerintah Kota Surabaya dalam penanganan wabah Covid-19.
Memberatkan
Namun, terkait kewajiban tes rutin setiap dua minggu, menurut Kadin, memberatkan dunia usaha karena kondisi perekonomian masih loyo. Biaya tes menambah operasional perusahaan. Kadin mengusulkan pemberlakuan sanksi tegas terhadap perusahaan yang tidak mematuhi protokol kesehatan daripada kewajiban tes cepat setiap dua minggu.
”Kami menilai, pemberlakuan sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan lebih efektif dan masuk akal bagi pelaku usaha,” ujar Ali Affandi.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jatim Mufti Anam mengatakan, kewajiban tes bagi pekerja luar Surabaya merupakan upaya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Memang salah satu upaya menekan penyebaran virus korona dengan gencar tes cepat sehingga situasi terkini diketahui untuk penanganan yang lebih cepat.
”Memang pasti beban karena terkait biaya tes cepat. Kami sudah mengusulkan agar untuk mengurangi beban pekerja, biaya tes disubsidi, baik oleh pemerintah maupun perusahaan,” kata Mufti.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, pengecualian menunjukkan hasil tes pada komuter masih dibahas dengan Bagian Hukum Pemkot Surabaya. Untuk sementara waktu selama belum ada perubahan keputusan, seluruh komuter tetap wajib menunjukkan hasil tes.
Akan tetapi, pelaksanaan kewajiban membawa hasil tes belum bisa dilaksanakan. Aparatur masih mencari formulasi yang tepat untuk teknis pemeriksaan syarat-syarat tersebut karena dalam regulasi belum disebutnya bagaimana prosedurnya.
”Secepatnya akan kami susun sehingga aturan ini bisa segera diterapkan,” kata Irvan.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, seluruh kabupaten/kota perlu menerapkan kebijakan strategis dan progresif untuk menghambat penularan Covid-19. Data sampai Kamis malam memperlihatkan situasi wabah Covid-19 di Jatim tetap tidak menggembirakan atau tidak juga mereda.
Di Jatim tercatat 17.370 warga positif dengan rincian kematian 1.315 jiwa (7,5 persen), perawatan bagi 8.183 pasien, dan kesembuhan 7.923 orang. Wilayah Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik) masih menjadi episentrum atau terkena paparan terparah Covid-19.
Kasus Covid-19 pertama kali diketahui ada di Jatim pada pertengahan Maret 2020 yang menimpa enam warga Surabaya dan dua warga Malang Raya. Pergerakan kasus sehingga membuat 17.370 jiwa terjangkit dalam lima bulan memperlihatkan tingkat penularan yang tinggi. Jumlah kematian yang mencapai 1.315 jiwa membuktikan daya mematikan Covid-19.
”Agar dipertimbangkan daerah-daerah memberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar,” ujar Windhu.
Surabaya Raya dan Malang Raya (Kabupaten dan Kota Malang serta Batu) merupakan kawasan yang sempat memberlakukan PSBB untuk meredam wabah. Selain pengendalian melalui peraturan bupati/wali kota, jika diperlukan, PSBB, lanjut Windhu, bisa diterapkan kembali, tetapi dengan sistem yang lebih baik daripada sebelumnya.