Forum tripartit yang terdiri dari buruh, pengusaha, dan pemerintah telah selesai membahas pasal-pasal kluster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Namun, perwakilan buruh dan pengusaha belum bersepakat di sejumlah pasal.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Forum tripartit yang terdiri dari perwakilan pekerja, pengusaha, dan pemerintah telah rampung membahas kluster ketenagakerjaan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Pembahasan menyisakan sejumlah pasal yang gagal disepakati oleh pengusaha dan buruh.
Forum tripartit telah sembilan kali menggelar rapat selama kurun 8-23 Juli 2020. Pertemuan diselenggarakan untuk merumuskan ulang isi pasal-pasal dalam kluster ketenagakerjaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Sebelum usulan draf kluster ketenagakerjaan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), keputusan terkait pasal-pasal itu diserahkan kepada pemerintah.
Pembahasan itu melibatkan enam serikat pekerja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, serta 10 kementerian dan lembaga pemerintah.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Benny Rusli, saat dihubungi, Jumat (31/7/2020), mengatakan, masih ada perbedaan fundamental antara sudut pandang buruh dan pengusaha. Beberapa pasal yang dinilai buruh mendegradasi hak dan kesejahteraannya justru dipandang pengusaha sebagai nilai tambah untuk memperbaiki iklim berusaha dan menarik investasi di tengah pandemi.
Oleh karena itu, dalam pembahasan dua pekan terakhir, sejumlah pasal krusial yang menjadi sorotan pekerja tidak semuanya disepakati oleh perwakilan pengusaha. Keputusan akhir pun diserahkan kepada pemerintah untuk merumuskan redaksional tiap pasal dari masukan kedua buruh dan pengusaha. Usulan draf akan diserahkan kepada DPR pekan depan.
Benny menyadari, tidak semua usulan pekerja akan diakomodasi pemerintah karena bertentangan dengan keinginan pengusaha. ”Kemungkinan akan dicari jalan tengah yang bisa diterima kedua belah pihak. Tapi, kami juga belum tahu akan seperti apa nanti hasil drafnya. Kami harap, jangan kembali lagi ke draf awal. Apa gunanya pertemuan-pertemuan ini kalau hasilnya sama?” kata Benny.
Beberapa pasal usulan buruh yang masih bertentangan dengan keinginan pengusaha, misalnya, ketentuan mengenai hak uang atau pesangon buruh saat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diatur dalam Pasal 161-172 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam draf awal RUU Cipta yang disusun pemerintah, beberapa pasal hak pesangon saat PHK dihapuskan. Pekerja yang mundur dari pekerjaan (resign), misalnya, tidak bisa meminta uang penggantian hak. Ahli waris pekerja yang meninggal juga tidak bisa mendapat hak pesangon pekerja bersangkutan.
Selain itu, hak pesangon dua kali bagi pekerja yang sakit berkepanjangan dan cacat akibat kecelakaan kerja serta mengajukan PHK akibat kondisinya juga dihapus.
Akan tetapi, beberapa pasal berhasil disepakati oleh perwakilan buruh dan pengusaha. Posisi tawar buruh dalam mekanisme PHK, misalnya, disepakati tidak boleh mendegradasi atau mengesampingkan posisi serikat pekerja. PHK sewenang-wenang juga tidak diperbolehkan, seperti PHK tanpa memberi surat peringatan. ”Posisi tawar buruh jangan direndahkan lagi,” ujar Benny.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita menambahkan, perwakilan pengusaha juga bisa menerima usulan buruh untuk tidak menghapus keberadaan Pasal 59 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal itu mengatur batasan syarat waktu dan pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Implikasi penghapusan pasal itu, pekerja berpotensi dikontrak terus-menerus dalam jangka waktu panjang.
Implikasi penghapusan pasal itu di RUU Cipta Kerja, pekerja berpotensi dikontrak terus-menerus dalam jangka waktu panjang, tanpa kejelasan status bekerja tetap. ”Kadin dan Apindo dapat menerima asalkan pasal tentang kewajiban memberi uang kompensasi ke pekerja yang habis dikontrak di RUU Cipta Kerja dihapuskan,” ucapnya.
Buruh dan pengusaha, kata Elly, juga sepakat bahwa pengaturan formula upah minimum diatur lebih lanjut dalam rancangan peraturan pemerintah dan pembahasannya harus melibatkan serikat pekerja. ”Ada yang disepakati, ada yang tidak, komposisinya 50-50. Kami hanya bisa beri masukan sesuai harapan,” ujar Benny.
Lapangan kerja
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit menyebutkan, dalam pembahasan, ada pasal yang disepakati bersama, ada yang tidak. Namun, berhubung inti dari pertemuan itu bukan perundingan, pasal yang gagal mencapai titik temu akan diserahkan kepada pemerintah dan DPR untuk dibahas sesuai mekanisme perundang-undangan.
Ia mengatakan, maksud dari RUU Cipta Kerja adalah menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin dengan cara menarik investor. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang membuat banyak sektor usaha terpuruk, RUU Cipta Kerja dinilai semakin dibutuhkan.
”Memang, iklim investasi yang baik tidak semata-mata terkait aspek tenaga kerja. Tapi yang sering kali disoroti investor adalah isu ketenagakerjaan, apalagi pesangon kita itu salah satu yang tertinggi di dunia. Kalau mau kembali ke status quo, sebelum Covid-19 saja, investasi sudah tidak seimbang dengan penciptaan lapangan kerja yang kita butuhkan. Artinya, mau kita ubah atau kita biarkan keadaannya seperti ini?” kata Anton.
Laporan Global Competitiveness Report 2017-2018 dari Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada 2019 terhadap pelaku bisnis memetakan, faktor utama penghambat investasi di Indonesia adalah korupsi, disusul inefisiensi birokrasi, akses pembiayaan, infrastruktur tidak memadai, dan kebijakan tidak stabil. Faktor peraturan tenaga kerja sejatinya ada di urutan terbawah.
Menurut Anton, Indonesia berpeluang menerima relokasi investasi dari negara lain, khususnya Amerika Serikat dan Jepang, di tengah pandemi Covid-19. Namun, pengalaman selama ini menunjukkan, investasi lebih banyak lari ke negara lain yang dianggap lebih nyaman dari segi kepastian hukum, konsistensi kebijakan, dan hubungan industrial.
”Undang-undang ini tidak dibuat untuk bertahan seumur hidup. Kalau kondisi sudah membaik, kita bisa ubah lagi. Untuk sekarang, kita harus perhatikan kepentingan menciptakan lapangan kerja,” ujarnya.
Kompromi
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, pemerintah telah menerima semua masukan dari perwakilan buruh dan pengusaha sebelum menyerahkan draf usulan kluster ketenagakerjaan kepada DPR.
”Pembahasan berjalan lancar. Semua pihak aktif mengemukakan aspirasi, dari pengusaha serta serikat pekerja dan buruh. Pemerintah sangat memahami persoalan yang menjadi aspirasi pengusaha dan buruh,” katanya.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini, pihak-pihak yang terlibat dalam pembahasan kluster ketenagakerjaan sudah sepakat. Ia mengatakan, dalam waktu secepat-cepatnya, RUU Cipta Kerja akan disahkan. ”Partai kompromi. Artinya, semuanya sudah kompromi, sudah ada kesepakatan, (targetnya) secepat-cepatnya,” ujar Airlangga.