Membagikan Masker, Merawat Gairah Berkesenian
Kalangan masyarakat, antara lain seniman dan aktivis, bergerak dengan semangat dari, oleh, untuk rakyat dengan blusukan ke pasar dan permukiman untuk menyosialisasikan bahaya Covid-19 dan membagikan masker kain.
”Suroboyo isih zona merah, ayo ndang berubah, ben arek-arek iso sekolah.”
Jika diindonesiakan, pantun ala Surabaya atau parikan suroboyoan itu kira-kira menjadi kalimat ”Surabaya masih zona merah, ayo segera berubah agar anak-anak bisa bersekolah”.
”Saiki jaman bahaya, merga wabah korona, ayo rek maskere dinggo, ben viruse minggat kono.”
Pengindonesian kelong itu menjadi kalimat ”Sekarang zaman bahaya karena wabah korona, ayo sobat pakailah selalu masker agar virus pergi”.
Dua sanjak gaya tradisional itu hanya sebagian dari kumpulan pantun yang digemakan oleh peludruk senior Meimura sambil membagikan masker kain untuk sosialisasi bahaya wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) di Pasar Kembang, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (14/8/2020).
Baca juga : Tekan Angka Kematian Pasien di Surabaya
Berpantun merupakan keahlian khusus yang harus dimiliki oleh peludruk. Ludruk atau pementasan sandiwara jawa timuran tanpa parikan ibarat tebu, tetapi tiada kandungan gula, sehingga hambar. Namun, beberapa bulan terakhir, Meimura blusukan sendiri ke pasar-pasar untuk menyosialisasikan bahaya wabah Covid-19 sambil membagikan masker kepada masyarakat.
Sehari sebelumnya, sebelum pukul 07.00, Meimura sudah tiba di ujung pertemuan Jalan Petemon 2 dan Jalan Pacuan Kuda. Setelah memarkir mobil di depan bengkel yang masih tutup, Sekretaris Dewan Kesenian Jatim ini turun dan bersiap beraksi. Lelaki ini sudah berdandan ala perempuan penari yang disebutnya lakon Rusmini. Sambil hendak memasang sanggul, Meimura tersenyum menerima sumbangan 100 masker dari seorang wartawan.
Selanjutnya, dengan memakai pelindung wajah, Meimura berjalan di sepanjang Jalan Pacuan Kuda. Ia berpantun dengan pelantang suara sehingga menjadi perhatian banyak orang di pasar. Saat melihat seseorang yang tidak bermasker, Meimura mendatanginya, menggodanya, dan menyerahkan satu masker. Saat melihat seseorang yang tidak benar memakai masker, Meimura mendekatinya, menggoda dengan pantun, dan kemudian tertawa bersama.
Kehadiran Meimura membuat beberapa orang, yakni penjual bahan makanan-minuman, pengayuh becak, atau buruh angkut, datang dan meminta masker. Di Pasar Simo, Meimura membagikan 50 masker karena 50 lagi akan dibagikan di pasar lain.
”Wah, entek, sesuk meneh yo (Wah, habis, besok lagi ya),” kata Meimura.
Baca juga : Simulasi Sekolah Tatap Muka Dijalankan
Di tengah sosialisasi, Meimura berhenti dan berganti kostum untuk berubah lakon menjadi Besut atau lelaki resi. Sanggul dicopot dan diganti dengan kupluk. Kain putih dililitkan menutupi kostum dan selendang lakon Rusmini. Meimura kemudian melanjutkan sosialisasi agar masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan, antara lain berpelindung diri (masker, sarung tangan, dan pelindung wajah).
Masyarakat diingatkan untuk rutin cuci tangan dengan sabun dan air bersih, sebisa mungkin menjaga jarak dengan orang lain, dan menghindari kerumuman atau setidaknya tidak berlama-lama jika berada di pusat keramaian, seperti pasar, untuk membeli kebutuhan hidup.
Penyanitasi tangan
Teguh Prihandoko dari Ksatria Airlangga, sukarelawan Covid-19 dari alumni Universitas Airlangga, awalnya menginisiasi pembagian larutan penyanitasi tangan (hand sanitizer) untuk pekerja lapangan dan tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit. Kegiatan ini ditekuninya sejak wabah Covid-19 menyerang pada pertengahan Maret 2020 di Jatim.
Saat ini, Teguh juga bergerak membagi masker kain di sejumlah permukiman di Surabaya. Salah satu donor masker ialah musisi Ari Bernardus Lasso yang memberikan 5.000 masker kain dari Gerakan Memakai Masker (Germas). Oleh Teguh, masker dibagikan untuk mendukung program Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo di Ketintang dan Banyu Urip.
Baca juga : Inpres Dijadikan Rujukan Revisi Perwali Surabaya
Saat membagikan masker di perumahan, jalan, bahkan pasar, Teguh selalu mengajak satuan tugas kampung tangguh dan karang taruna rukun warga. Jika memungkinkan, mereka berusaha membuat acara mendadak dengan tujuan menyosialisasikan bahaya Covid-19 dan mendorong masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Menjelang Idul Adha lalu, Teguh bersama para juru sembelih halal (juleha) juga membagikan masker sekaligus melakukan sosialisasi mengenai bahaya Covid-19 kepada para pedagang hewan kurban. Selain itu, mereka menyampaikan sosialisasi tata cara penyembelihan hewan kurban pada masa wabah Covid-19 serta bagaimana pembagiannya kepada masyarakat sehingga aman.
”Kami bergerak dengan sasaran utama komunitas dan dengan konsep masker dari dan untuk semua,” kata Teguh.
Risiko
Meimura dan Teguh menjadi segelintir orang yang secara sadar, mandiri, dan bisa dibilang nekat mengambil peran dalam upaya memutus rantai penularan Covid-19. Aparatur pemerintah, bahkan Polri dan TNI serta organisasi massa, juga banyak yang melakukan hal senada meski caranya berbeda. Akan tetapi, tujuannya seirama, yakni mengusir Covid-19 yang masih melumpuhkan banyak sendi kehidupan masyarakat.
Di satu sisi, dengan mendatangi kerumuman, meski untuk membagikan masker, Meimura dan Teguh berisiko tertular virus korona dari seseorang yang terjangkit, tetapi tidak bergejala atau tidak teridentifikasi. Namun, mereka merasa tetap harus turun meski dengan jalan yang berbeda demi mendorong masyarakat punya pemahaman sama tentang bahaya Covid-19.
”Mencoba mengambil peran kecil agar masyarakat benar-benar paham bahwa Covid-19 ini berbahaya, bukan rekaan, apalagi konspirasi,” kata Meimura.
Apalagi, kondisi Kota Surabaya begitu cepat berubah karena warga mulai beraktivias di luar rumah. Maka, status zona merah pun kembali tercatat pada Kamis (20/8/2020), bertepatan dengan 1 Muharam atau Tahun Baru Islam 1442 Hijriah.
Padahal, selama sembilan hari sebelumnya, Surabaya berada di zona jingga atau oranye dengan status risiko sedang. Di antara 38 kabupaten/kota di Jatim, tersisa Surabaya dan Sidoarjo yang masuk zona merah. Selain keduanya, 10 daerah masuk zona kuning atau risiko rendah dan 26 kawasan zona jingga.
Salah satu faktor kembalinya Surabaya ke zona merah terkait dengan penambahan jumlah kasus yang tinggi dan munculnya kluster penularan baru. Sejak pengumuman wabah menyerang Surabaya pada pertengahan April sampai sekarang, di ibu kota Jatim ini telah tercatat 11.019 kasus konfirmasi dengan rincian kematian 869 jiwa, aktif atau dalam perawatan 2.041 orang, dan kesembuhan 8.109 jiwa. Surabaya masih menjadi daerah yang paling parah terpapar wabah Covid-19 di Jatim.
Memang peluang mengalami penurunan sangat besar, tetapi situasi bisa begitu cepat berbalik memburuk jika disiplin semesta arek Suroboyo melemah terhadap wabah Covid-19.