logo Kompas.id
EkonomiCadangan Energi Nol dan...
Iklan

Cadangan Energi Nol dan Problem Ketahanan

Indonesia tak memiliki cadangan energi nasional. Padahal, cadangan energi memengaruhi kondisi ketahanan energi suatu bangsa. Ketahanan energi yang lemah turut melemahkan posisi tawar negara.

Oleh
ARIS PRASETYO
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/kGdCUtyo5QzRHJfzJtrHfKVV2zE=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2Fba59b3eb-871e-4416-b957-f0d49ed7345d_jpg.jpg
KOMPAS/Lasti Kurnia

Bbm yang dipindahkan di cek suhunya saat proses pengisian bbm dari mobil tangki ke tempat penyimpanan bbm di SPBU Coco Pertamina di Fatmawati, Jakarta, Selasa (14/1/2020).

Cadangan energi nasional nol. Demikian salah satu hal yang mengemuka dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas, beberapa waktu lalu. Ketiadaan cadangan energi membuat ketahanan energi Indonesia rapuh yang ujung-ujungnya melemahkan posisi tawar Indonesia terhadap negara lain.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, cadangan energi nasional meliputi tiga macam, yaitu cadangan strategis, cadangan penyangga energi, dan cadangan operasional. Cadangan strategis adalah cadangan energi untuk masa depan. Cadangan penyangga energi adalah jumlah ketersediaan sumber energi dan energi yang disimpan secara nasional yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam kurun waktu tertentu.

Satu-satunya cadangan energi yang ada saat ini adalah cadangan operasional yang diusahakan oleh badan usaha, yakni PT Pertamina (Persero). Cadangan tersebut berupa stok bahan bakar minyak (BBM) jenis gasoline (premium, pertalite, dan pertamax) selama 22 hari, stok gasoil (solar bersubsidi dan dexlite) selama 24 hari, dan stok avtur di atas 100 hari. Sebagai penjual BBM, wajar jika Pertamina memiliki persediaan untuk menjaga kelancaran pasokan.

Lalu, untuk apa cadangan energi? Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional menyinggung pentingnya cadangan penyangga energi. Sesuai denga nama dan sifatnya yang cadangan, maka ketersediaan energinya hanya dipakai atau digunakan jika Indonesia ada dalam keadaan krisis atau darurat energi. Ini penting untuk mengurangi dampak ekonomi, politik, dan sosial yang timbul dari situasi tersebut.

Sesuai dengan nama dan sifatnya yang cadangan, maka ketersediaan energinya hanya dipakai atau digunakan jika Indonesia ada dalam keadaan krisis atau darurat energi.

Baca juga: Pertamina Memulai Pencarian Terbesar

Bayangkan, kendati tak pernah diinginkan terjadi, ketika Indonesia terlibat perang atau dihantam bencana alam. Pasokan atau ketersediaan energi di dalam negeri menjadi urat nadi penting bagi kelangsungan hidup bangsa. Dalam keadaan perang, ketiadaan pasokan BBM membuat kendaraan perang tak bisa beroperasi. Begitu pula pemulihan akibat bencana alam menjadi tersendat tanpa sokongan energi yang andal.

https://cdn-assetd.kompas.id/zfFeTnGaY6sWbKLjffpgk9vi9DM=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_19885284_144_0.jpeg
Kompas

Pekerja di Stasiun Pengumpul Cilamaya Utara di bawah PT Pertamina EP Field Subang di Karawang, Jawa Barat, Jumat (2/10). Stasiun ini menampung dan mengolah minyak dari 15 sumur aktif di kawasan tersebut.

Iklan

Kendati peran dan fungsinya vital, pembiayaan cadangan energi tak murah. Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa di depan anggota Komisi VII DPR menyebut kebutuhan dana Rp 1 triliun untuk kecukupan cadangan BBM di Indonesia selama sehari. Apabila cadangan energi Indonesia mau dibuat untuk kecukupan selama 30 hari, dana yang harus disediakan mencapai Rp 30 triliun.

Dana sebanyak itu, yang hanya untuk cadangan selama 30 hari, tentu bukan perkara ringan untuk Indonesia dalam situasi seperti sekarang ini. Uang Rp 30 triliun menjadi uang ”nganggur”. Selain itu, diperlukan biaya tambahan sebagai ongkos penyimpanan atau pemeliharaan infrastruktur. Praktis, rencana cadangan energi belum menjadi skala prioritas negara.

Apabila cadangan energi Indonesia mau dibuat untuk kecukupan selama 30 hari, dana yang harus disediakan mencapai Rp 30 triliun.

Baca juga: SKK Migas Dorong Eksplorasi Masif-Intensif

Selain masalah dana, Indonesia juga belum sepenuhnya mampu keluar dari masalah hulu, yakni terus merosotnya produksi minyak di dalam negeri. Kebutuhan 1,5 juta barel BBM setiap hari di Indonesia hanya mampu dipenuhi separuhnya saja. Sisanya harus diimpor. Impor menunjukkan suatu ketergantungan kepada pihak lain. Lagi-lagi, ini kurang bagus bagi ketahanan energi.

Energi terbarukan

Apa solusi untuk memperkuat ketahanan energi di Indonesia? Dalam agenda mendengar masukan untuk penyusunan rancangan undang-undang tentang energi terbarukan, sejumlah pihak menyatakan bahwa optimalisasi sumber energi terbarukan di Indonesia dapat membantu memperkuat pasokan energi. Pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengurangi ketergantungan Indonesia pada energi fosil, seperti minyak dan batubara.

https://cdn-assetd.kompas.id/ion6WdlabL2emdwvHqHbZphNTEE=/1024x578/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2FScreenshot_20200417-113734_Adobe-Acrobat_1587099440.jpg
SUMBER: SKK MIGAS

Grafis produksi dan lifting migas periode triwulan I-2020.

Memang, energi terbarukan di Indonesia belum cukup mampu untuk menggantikan sepenuhnya sumber energi fosil. Pada 2019, peran energi terbarukan dalam bauran energi nasional masih 9,15 persen dari total kebutuhan energi di tahun itu sebesar 525,5 juta barel setara minyak (BOE). Sementara peran minyak dan batubara masing-masing 33,58 persen dan 37,15 persen.

Meski demikian, rencana besar untuk terus mengoptimalkan peran energi terbarukan di masa mendatang harus benar-benar dilakukan dengan konsisten. Selain itu, pencarian sumber cadangan minyak dan gas bumi yang baru juga terus dikerjakan. Masih ada 68 cekungan (basin) yang sama sekali belum diteliti dan berpotensi mengandung cadangan minyak atau gas bumi.

Sekali lagi, seperti yang tertulis dalam dokumen Rencana Umum Energi Nasional, tanpa ketahanan energi yang andal, posisi tawar Indonesia terhadap negara tetangga menjadi lemah. Tak menutup kemungkinan Indonesia didikte negara kecil yang tak punya sumber daya minyak, tetapi pasarnya menjadi acuan penetapan harga BBM di Indonesia.

Baca juga: Investor Mundur Jadi Preseden Buruk Iklim Investasi

Editor:
Mukhamad Kurniawan
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000