Sindikat Penipu Menebar Perangkap di Iklan Lowongan Kerja
Sindikat penipu tak lelah mencari celah kesempatan. Sebagian dari mereka menebar perangkap di iklan lowongan kerja yang tersebar di internet, media sosial, dan aplikasi percakapan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Oknum yang menyamar sebagai penyedia pekerjaan tak lelah menyebarkan lowongan kerja palsu, termasuk di tengah pandemi. Pencari kerja perlu mencermati modus penipuan ini. Apalagi jebakan itu makin sering berseliweran di internet, media sosial, dan aplikasi percakapan.
Pagebluk menambah angka kemiskinan seiring pemutusan hak kerja dan pembatasan aktivitas. Tak dinyana banyak orang berebut lowongan pekerjaan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam kajiannya memperkirakan, tingkat kemiskinan di Indonesia pada akhir 2020 sebebesar 9,7-10,2 persen atau 26,2 juta-27,5 juta. Dengan demikian, ada tambahan 3,9 juta penduduk miskin sepanjang tahun ini.
Bagian human resource departement (HRD) palsu itu memanfaatkan celah untuk dapatkan uang, konten pribadi, dan kepentingan lain. Karena tipu daya mereka, ratusan pelamar kerja dari daerah-daerah teperdaya informasi lowongan pekerjaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang tersebar di media sosial. Mereka baru tahu bahwa lowongan kerja itu palsu saat menunggu di depan Perpustakaan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (30/11/2020).
Kejadian lain menimpa seorang perempuan di Jakarta Pusat pada Juni lalu. Dia teperdaya jutaan rupiah HRD palsu dari lowongan kerja di salah satu situs pencari kerja. Cara kerjanya dengan meminta kandidat membayar tiket dan akomodasi dengan dalih akan ada penggantian uang setelah wawancara di Jawa Timur.
Nyatanya HRD palsu menghilang seusai pembayaran. Beruntung wanita itu gerak cepat melaporkan penipuan ke bank dan kepolisian dengan melampirkan bukti-bukti yang ada.
Kesha (22) nyaris masuk perangkap HRD palsu setelah masuk undangan wawancara dari salah satu bank nasional di surelnya. Si pengirim surel yang mengaku HRD bahkan sampai mengirim pesan ”surat sudah kami kirim silakan dicek” dan ”silakan konfirmasi datang atau tidak”.
Dia memeriksa informasi dari laman resmi bank tersebut sehingga tidak terkecoh. Lalu memeriksa kembali surel pengirim undangan wawancara, kepala surat, dan nomor kontak yang tertera.
”Baru pertama kali dapat e-mail begitu, padahal tidak ada kirim lamaran apa-apa. Teman saya juga dapat dari maskapai penerbangan,” ucap Kesha, Rabu (2/12/2020).
Sama halnya dengan Yuli Ayu Wandira yang tiba-tiba mendapatkan undangan wawancara dari perusahaan agribisnis. Padahal seingatnya tidak pernah melamar ke perusahaan tersebut, termasuk hanya melamar pekerjaan lewat laman resmi perusahaan.
”Curiga dari awal karena isi lampiran wawancara tanggal 2 Desember di Jakarta. Aneh, perusahaan besar malah wawancara langsung pas pandemi,” ujar Yuli.
Sementara itu, Tiara justru sering mendapatkan pesan undangan wawancara lewat Whatsapp. Undangan itu datang dari perusahaan berbeda dengan alamat yang sama. Dia enggan menanggapinya karena hanya buang-buang waktu.
Eza Hazami (26), Human Resources Department Recruitment, di Jakarta mengingatkan bahwa sudah banyak pencari kerja terjebak HRD palsu. Karena itu, telusuri internet dan media sosial karena banyak informasi penipuan modus lowongan kerja.
Dia membagikan sejumlah tips supaya tidak terkecoh HRD palsu lewat lowongan kerja palsu. Tipsnya ialah periksa tata bahasa dalam undangan. Jarang terjadi kesalahan ketik dalam undangan asli. Lalu pastikan alamat surel milik perusahaan yang mengirim undangan. Sebab, perusahaan besar punya alamat surel sendiri. ”Cek info ke laman resmi perusahaan. Apakah ada lowongan atau tidak,” katanya.
Selanjutnya periksa alamat yang tertera. Alamat sesuai dengan nama perusahaan atau tidak. Cek juga nomor kontak yang tertera di dalam undangan. Biasanya HRD menggunakan nomor telepon kantor atau nomor perusahaan.
Pastikan lokasi wawancara dan waspadai embel-embel bayar tiket dan akomodasi. Hindari membayar uang secara langsung dengan jaminan lolos. ”Jangan mudah percaya kalau ada oknum mengaku HRD di media sosial. Periksa ke pursahaan supaya tidak terkecoh,” ucapya.