logo Kompas.id
EkonomiVaksinasi Gotong Royong...
Iklan

Vaksinasi Gotong Royong Berpotensi Munculkan Ketimpangan Akses

Pemerintah diminta ikut turun tangan meregulasi mekanisme pelaksanaan vaksinasi gotong royong agar tetap berdasarkan skala prioritas. Jika tidak, akan tercipta ketimpangan antarsektor dan pekerja.

Oleh
Agnes Theodora
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/lu3JK1hZPTe7x4ZXp_NlzUVh-bk=/1024x668/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F05%2F55a7feb4-4086-439a-a7cd-314dbe247159_jpg.jpg
Kompas/Raditya Helabumi

Petugas medis memeriksa kesehatan peserta vaksinasi Covid-19 massal bagi pelaku usaha perdagangan di pusat perbelanjaan Thamrin City, Jakarta Pusat, Senin (3/5/2021). Vaksinasi bagi pelaku bisnis di pertokoan dan mal, termasuk para karyawan toko, menjadi salah satu upaya dalam mengendalikan penularan Covid-19 dan mendorong sektor ekonomi yang terimbas pandemi.

JAKARTA, KOMPAS — Program vaksinasi gotong royong yang bertumpu pada kemampuan keuangan perusahaan berpotensi merugikan pekerja di sektor yang masih terdampak Covid-19. Vaksinasi tetap harus mengedepankan skala prioritas agar ada dampak pengganda yang signifikan terhadap pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Program vaksinasi gotong royong akan diadakan pada Mei 2021. Pemerintah mematok harga vaksin Rp 500.000 per dosis sehingga perusahaan harus mengeluarkan Rp 1 juta per karyawan untuk dua kali dosis vaksin Covid-19. Adapun pemerintah sudah mengalokasikan 1 juta dosis vaksin Sinopharm dari total komitmen pengiriman 7,5 juta dosis vaksin.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mencatat, sejak Februari-Maret 2021 sudah terdapat 17.832 perusahaan yang mendaftar untuk mendapatkan vaksin. Jumlah pekerja yang didaftarkan dari perusahaan sebanyak itu mencapai hampir 8,6 juta orang.

Namun, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy Mande, Selasa (11/5/2021), mengatakan, vaksinasi gotong royong itu sulit diakses oleh sektor-sektor yang saat ini masih terdampak Covid-19. Kondisi arus kas perusahaan yang masih macet membuat perusahaan kesulitan membeli vaksin dengan harga Rp 1 juta per orang itu.

Sektor perdagangan termasuk salah satu di antaranya. Pada triwulan I-2021, sektor perdagangan masih mengalami pertumbuhan minus 1,23 persen. Sementara itu, jumlah pekerja yang diserap oleh sektor ini mencapai 19,2 persen dari angkatan kerja.

Baca juga: Perusahaan Swasta Mulai Data Karyawan untuk Vaksinasi Covid-19

”Karena vaksinasi gotong royong ini pasar bebas, maka yang paling kuat yang bisa lebih dahulu memvaksin pekerjanya. Usaha kecil dan yang masih terdampak Covid-19 ini bakal kesulitan,” kata Roy saat dihubungi di Jakarta.

Untuk memberi dampak pengganda (multiplier effect) pada ekonomi, sektor yang saat ini tumbuh minus karena pandemi seharusnya menjadi prioritas. Demikian pula untuk mendukung kekebalan kelompok (herd immunity). Sektor yang berhubungan langsung dengan konsumen atau yang lingkungan kerjanya berdesakan seharusnya diprioritaskan.

Roy berharap, pemerintah dapat meregulasi mekanisme pelaksanaan vaksinasi gotong royong agar tetap berdasarkan skala prioritas tersebut. Jika tidak, akan tercipta ketimpangan antarsektor. ”Kalau tidak diatur, market yang bicara. Yang kuat, yang dapat. Yang punya uang, yang bisa memvaksin pekerja,” katanya.

https://cdn-assetd.kompas.id/uMQfQcGeqx_8BomU__UoKUEEJrQ=/1024x552/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F05%2FBRS-Google-Chrome-5_5_2021-7_39_34-PM-2_1620739325.png
Iklan

Hal senada diungkapkan Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono. Ateng mengatakan, sektor transportasi luar biasa terpuruk selama pandemi. Per triwulan I-2021, sektor transportasi masih tumbuh minus 13,12 persen. Jumlah pekerja yang diserap sektor ini adalah 4,05 persen dari total angkatan kerja.

Baca juga: Mencegah Bisnis Vaksin Covid-19

Padahal, kata Ateng, vaksinasi untuk pekerja di bidang transportasi, khususnya yang berada di garda terdepan operasional kendaraan, seperti para sopir, menjadi penting. Menurut data Organda, ada sekitar 1,5 juta pekerja di sektor transportasi angkutan darat. Sebanyak 25 persen di antaranya mendapat akses vaksin lansia, tetapi sisanya merupakan pekerja usia produktif.

”Kami sekarang tersengal-sengal. Kami sudah berupaya mengajukan stimulus ke pemerintah agar ada kemudahan bertahan, tetapi kenyataannya masih sulit. Meski kami ingin, vaksinasi ini bisa jadi beban untuk keuangan perusahaan,” ujar Ateng.

Ateng menambahkan, pola subsidi silang antara perusahaan yang tumbuh positif dan tidak terdampak pandemi dengan usaha yang masih terpuruk bisa membantu menyukseskan vaksinasi gotong royong. ”Kalau ada semacam bantuan dari sektor yang tidak terdampak, itu sangat kami syukuri,” ujarnya.

Jangan bebani pekerja

Di sisi lain, beban biaya vaksinasi yang tidak kecil juga dikhawatirkan para pekerja. Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar berharap pengusaha tidak membebani biaya vaksinasi kepada pekerja, seperti lewat pemotongan gaji atau tunjangan. Apalagi, pemerintah sudah menegaskan bahwa seluruh program vaksinasi harus gratis.

Baca juga: Budi Gunadi Sadikin: Vaksin Mandiri Tetap Gratis

”Anggaran yang dikeluarkan pengusaha untuk vaksinasi ini adalah upaya untuk mendorong produktivitas di tengah pandemi dan ini adalah investasi sumber daya manusia,” ujar Timboel.

https://cdn-assetd.kompas.id/jN-X4T2J6iUpdvZkj404HFA7mU0=/1024x572/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F05%2FBAHAN-FINAL-MENDAG-Media-Visit-Kompas-28-Apr-2021.pdf-and-2-more-pages-Personal-Microsoft%E2%80%8B-Edge-5_11_2021-2_00_38-PM-2_1620739421.png
Kompas

Ketersediaan dan laju vaksinasi global. Indonesia menempati posisi ke-10.

Bagi sektor usaha yang masih terpuruk perlu ada program subsidi harga agar tidak ada ketimpangan akses vaksinasi antarpekerja. Harga vaksin sebesar Rp 500.000 per dosis itu diharapkan bisa diturunkan untuk sektor yang keuangannya terbukti masih sulit menjadi sekitar Rp 250.000 per dosis.

Subsidi lain bisa diberikan untuk pengusaha terdampak, seperti insentif biaya listrik atau pajak, agar pengusaha bisa mendapat likuiditas untuk menjalankan vaksinasi pekerja.

”Sayang sekali kalau vaksin yang sudah didatangkan tidak terserap atau justru dibeli perusahaan yang mampu saja. Peran pemerintah tetap harus ada untuk mengatur mekanismenya, jangan dibebaskan begitu saja,” kata Timboel.

Opsi lain adalah subsidi silang antarsektor atau kesepakatan di internal perusahaan agar pekerja di level atas dengan gaji di atas Rp 15 juta bisa bergotong royong membayarkan program vaksinasi untuk pekerja di level bawah. ”Sesuai dengan namanya, vaksinasi betul-betul dilakukan dengan gotong royong,” ujar Timboel.

Editor:
Aris Prasetyo
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000