Dollar AS Menguat, Sejumlah Sektor Usaha Mengambil Untung
Sektor komoditas alam yang berorientasi ekspor berpotensi mengambil untung besar atas penguatan mata uang dollar AS.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setidaknya terdapat enam sektor usaha yang berpotensi diuntungkan atas menguatnya mata uang dollar AS terhadap rupiah. Mereka adalah sektor yang menggunakan bahan baku dari dalam negeri dan penjualannya berorientasi ekspor. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar akibat nilai kurs dollar AS yang menguat.
Vice President for Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani mengatakan, ada sejumlah sektor usaha yang bisa memanfaatkan penguatan nilai tukar dollar AS. Sektor itu adalah yang menggunakan pasokan bahan baku lokal, tetapi penjualannya menggunakan mata uang dollar AS.
”Produksinya bisa lebih efisien karena bahan bakunya dari dalam negeri. Adapun saat menjual produknya, mereka berorientasi ekspor, jadi bisa untung lebih besar karena menikmati penguatan dollar AS,” ujar Dendi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Sektor yang diuntungkan karena depresiasi rupiah ini salah satunya adalah minyak sawit. Produksi sawit Indonesia berasal dari kebun di dalam negeri dan diekspor ke banyak negara. Ketika dollar AS menguat, pengusaha sawit turut menikmati keuntungan yang besar.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk lemak dan minyak hewani/nabati (dengan kode HS 15) pada triwulan pertama 2024 mencapai 5,96 miliar dollar AS. Ini berkontribusi 10,23 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia pada periode yang sama.
Selain itu, ada sektor usaha batubara yang juga diuntungkan dalam kondisi rupiah terdepresiasi. Seperti halnya sawit, batubara diperoleh dari tambang yang ada di Indonesia dan diekspor ke sejumlah negara.
Data BPS menunjukkan, nilai ekspor batubara pada Januari-Maret 2024 mencapai 7,56 miliar dollar AS. Ekspor batubara berkontribusi terhadap 63,47 persen dari total ekspor pertambangan dan lainnya.
Menurut Dendi, ada juga industri karet dan kayu lapis yang ikut menikmati potensi kenaikan pendapatan. Sebab, kedua sektor ini juga berorientasi ekspor.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE Indonesia) Mohammad Faisal yang dihubungi Selasa menambahkan, Indonesia punya catatan sejarah bahwa eksportir yang berbahan baku lokal bisa menikmati peluang dari depresiasi rupiah. Pada krisis moneter 1998, eksportir perkebunan dan pertambangan banyak yang menikmati lonjakan pendapatan dari pelemahan rupiah terhadap dollar AS.
”Fenomena depresiasi rupiah ini memang banyak yang dirugikan, tetapi ada sebagian yang diuntungkan,” ucap Faisal.
Senada dengan Dendi, sektor ekonomi komoditas yang berbasis bahan baku alam dalam negeri dan berorientasi ekspor pasti akan menikmati penguatan mata uang dollar AS. Faisal juga menyebutkan, sektor yang akan menikmati lonjakan kinerja adalah perikanan tangkap yang berorientasi ekspor seperti tuna. Dengan diberkahi perairan yang luas, hasil perikanan tangkap diminati di banyak negara.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menambahkan, momentum depresiasi rupiah bisa dioptimalkan oleh para eksportir dalam negeri, apalagi yang berbahan baku dari dalam negeri. ”Komponen produksi dan bahan bakunya dalam nilai rupiah, tetapi penjualannya dalam dollar AS. Ini menguntungkan,” kata Benny.
Benny pun sepakat sektor-sektor komoditas sumber daya alam Indonesia yang berorientasi ekspor bisa mengambil keuntungan dari penguatan mata uang dollar AS terhadap rupiah. Selain itu, ada sektor lain yang bisa ikut menikmati, yakni pariwisata. Dengan datangnya wisatawan mancanegara yang banyak menggunakan mata uang dollar AS, kinerja sektor pariwisata bisa turut terdongkrak.
Tantangan
Kendati diuntungkan dengan fenomena kurs dollar AS yang tengah menguat, menurut Benny, bukan berarti kinerja ekspor sektor-sektor tersebut serta-merta bisa langsung meningkat. Sebab, pertumbuhan ekonomi global pun tengah melambat yang juga memicu penurunan permintaan ekspor dari negara tujuan.
”Yang bisa secara cepat meningkatkan kinerja ekspor, ya, pasar itu sendiri. Tidak peduli bagaimana nilai tukarnya, tetapi kalau pasar itu bergerak cepat, permintaannya besar, maka ekspor pasti akan langsung meningkat,” katanya.
Di sisi lain, lanjut Benny, ia berharap dukungan dari pemerintah dan industri keuangan untuk mendorong ekspor. Pemerintah perlu menyederhanakan berbagai aturan agar ekspor menjadi lebih bergairah. Selain itu, industri keuangan juga perlu memberikan bunga yang kompetitif yang meringankan eksportir.