Saatnya Guru Bicara
Sejarah telah membuktikan Bung Karno, Bung Tomo, Ki Hajar Dewantara, dan Haji Agus Salim adalah para ”Founding Father” yang memukau dunia karena kepiawaian mereka dalam berbicara. Pidato dan ceramah mereka mampu membakar jiwa anak bangsa hingga membuat merah telinga pemerintah kolonial. Saking piawainya dalam berbicara dan berdiplomasi, Haji Agus Salim mendapat julukan ”The Grand Old Man”.
Apa yang membuat mereka begitu piawai? Faktor keturunankah atau faktor lingkungan yang membentuknya? Jawabnya adalah karena mereka memiliki tujuan jelas untuk apa yang mereka berbicara. Faktor keturunan tidak begitu memengaruhi karena secara kodrati setiap orang memiliki kemampuan untuk itu.
Sementara itu, faktor lingkungan adalah pemicu kualitas dan bobot tujuan mereka berbicara. Bisa dikatakan siapa pun mampu bicara dengan kualitas seperti Bung Karno atau Bung Tomo dalam waktu singkat. Syaratnya, mereka mau dan punya tujuan jelas untuk apa berbicara.
Lantas siapakah yang berperan penting dalam pembentukan karakter dan kualitas berbicara? jawabnya adalah guru karena merekalah sesungguhnya ujung tombak pembentukan karakter bangsa. Karena gurulah saya gemar menulis saat ini, karena gurulah saya membuka kelas Soul of Speaking saat ini, karena gurulah saya menjadi peka mengamati lingkungan, karena gurulah saya bisa mengenal nilai-nilai ketuhanan dan lain sebagainya.
Boleh dibilang: hingga kini saya masih mengidolakan guru-guru saya, bukan hanya lantaran mereka sayang kepada saya, melainkan karena mereka pandai membangun imajinasi saya sebagai siswa. Dulu saya berpikir, sepanjang saya sekolah, merekalah guru-guru saya. Tapi itu tak mungkin, karena seiring berpindahnya sekolah berganti pula gurunya. Dan, semakin tinggi saya sekolah, justru semakin sedikit guru berkualitas dalam berbicara yang saya temukan. Bukan sebaliknya.
Mengapa berbicara itu penting! Sebab, berbicara bukan sekadar melontarkan kata atau kalimat, bukan pula sekadar menerangkan atau menginformasikan sesuatu. Berbicara adalah memberi perhatian, menjelaskan, dan membangun imajinasi pendengarnya. Tiga pilar inilah sebenarnya kekuatan yang harus dimiliki kembali oleh setiap guru dalam berbicara sehingga mereka ”digugu” dan ”ditiru”.
Bukankah saling memberi perhatian adalah fitrah manusia karena siapa pun orangnya pasti membutuhkan perhatian. Orang bercerai karena putusnya perhatian, anak menjadi malas dan liar karena hilangnya perhatian, karyawan mogok kerja juga karena kasus yang sama dan sebagainya.
Perhatian dalam berbicara bukan sekadar lirikan mata, intonasi, atau sentuhan, melainkan wujud dari tujuan. Tidak akan pernah lahir perhatian yang tulus tanpa adanya kejelasan tujuan untuk apa kita berbicara dan berperan.
Sementara menjelaskan adalah ekspresi yang mewujud karena terciptanya keselarasan antara pikiran dan perasaan sehingga emotion (energi in motion) dalam berbicara tepat sasaran. Pasalnya, ketika kita menjelaskan sesuatu seraya memahami dan merasakan makna kata, otomatis gestur, ekspresi, dan intonasi suara akan sesuai takaran.
Bung Karno bisa dikatakan sangat piawai dalam memperkuat suatu kata yang diucapkan, baik tekanan nada (isi perasaan), dinamik (penting), dan tempo (isi pikiran) sehingga imajinasi pendengar masuk dalam peristiwa yang dibangunnya.
Sementara itu, Bung Tomo sangat peka menyelaraskan situasi dengan emosi hingga apa yang disampaikannya dirasakan mewakili harapan seluruh pendengarnya. Setiap kalimat yang keluar tak lain adalah himpunan inspirasi yang memotivasi seseorang untuk bangkit, kembali menelaah masa depannya.
Pertanyaannya apakah kepiawaian berbicara bisa dipelajari dalam waktu singkat? Jawabannya adalah ”ya”. Saat ini ada pusat pembelajaran seperti The Soul of Speaking yang mengolaborasi cara bertutur dalam ilmu teater, cerita yang terstruktur seperti tulisan jurnalistik, dan pendekatan personal dari ilmu psikologi, yang dibuka untuk publik, terutama guru, sebagai ujung tombak pembentukan karakter bangsa. Kini, para CEO, anggota dewan, dan selebritas semakin banyak yang belajar kepiawaian berbicara.
Di awal kelas, biasanya peserta akan diajarkan cara menyelaraskan pikiran dan perasaan, yang merupakan kunci komunikasi yang baik. Sering kali orang terlalu mengandalkan pikiran daripada perasaan atau sebaliknya. Hal ini membuat kata-kata yang keluar menjadi tidak enak didengar.
Setelah terjadi keselarasan pikir dan rasa, seseorang akan memiliki mindfulness atau kesadaran dan mindfulness inilah yang membuat kata-kata yang terucap memiliki soul dan kata yang terlahir dari soul pasti berkualitas, positif, dan mampu menggerakkan mendengar untuk melaksanakan apa yang terucap.
Tahapan selanjutnya adalah imajinasi, yaitu penyelarasan otak kiri dan kanan, disusul metode penanaman motivasi dalam diri. Hal terakhir yang tidak boleh ketinggalan dan menjadi penekanan adalah tujuan utama atau goal. Poin ini sangat penting. Banyak orang menekankan pada motivasi saja, tetapi tidak memiliki tujuan utama. Jika tidak tahu tujuan, tentunya motivasi menjadi bias.
Selain keselarasan dan imajinasi, juga dilatih teknik pernapasan dan vokal. Dua hal ini sangat penting terutama saat berbicara di depan umum. Sebab pernapasan yang baik akan membuat kualitas suara menjadi berbobot. Selain itu, dengan pernapasan yang baik, kita bisa menemukan suara asli kita yang indah dan merdu.
Perlu diketahui, suara kita saat ini bukanlah suara asli, melainkan suara yang terbentuk karena proses identifikasi secara terus-menerus dari lingkungan terdekat kita saat masa perkembangan.
Pada tahapan selanjutnya adalah teknik penekanan, baik dinamik (penting), tekanan nada (isi perasaan), dan tempo (isi pikiran). Pada tahapan akhir adalah pola tutur yang membuat kita tidak pernah kehabisan kata, apa saja yang kita lihat akan menjadi kalimat berkualitas, indah, dan sesuai jati diri kita.
Dengan cara itu, peserta bisa berkomunikasi layaknya aktor profesional yang memiliki karisma dan pesona, mampu melihat berbagai sudut pandang layaknya jurnalis, dan memiliki ketajaman pengindraan sebagaimana para psikolog.
Jika para guru sebagai ujung tombak pembentukan karakter bangsa telah mampu berbicara melalui soul-nya, Pertiwi Bunda tak lagi bersusah hati karena jutaan anak bangsa akan lahir untuk mengharumkan negerinya. Sudah saatnya guru kembali bicara.
Penulis:
Rani Badri Kalianda, Founder & Facilitator The Soul of Speaking
IG: @ranibadrikm, @ranibadri_quotes, @soulofspeaking