Jason van Genderen, Pembuat Film dengan ”Smartphone”
Oleh
A Ponco Anggoro
·4 menit baca
Pembuatan sebuah film tidak lagi membutuhkan kamera yang berat dan mahal seperti yang digunakan sutradara kawakan di Hollywood. Dengan kamera telepon pintar (smartphone), siapa pun dapat membuat karya yang kualitasnya tidak kalah dengan kamera konvensional.
Salah satu orang yang melakukan ini adalah Jason van Genderen. Sineas asal Australia itu mengawali kariernya di dunia smartphone filmmaking (pembuatan film dengan kamera telepon pintar) dengan membuat film pendek berdurasi 4 menit berjudul Mankind is No Island pada 2008.
Karyanya itu mendapat sambutan positif dan memenangkan penghargaan film pendek terbaik pada Festival Film Tropfest dan Inside Film Awards.
Kompas berkesempatan berbincang dengan Van Genderen pada acara bertajuk Script to Screen Film Workshop Indonesia di FX Sudirman, Jakarta, Kamis (21/2/2019). Bagaimana awal Van Genderen terjun ke dunia ini dan apa sarannya bagi mereka yang ingin terlibat dalam smartphone filmmaking, berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana anda pertama kali tertarik pada dunia smartphone filmmaking?
Untuk saya, pertemuan dengan dunia smartphone filmmaking terjadi secara tidak sengaja pada 2008. Saat itu, telepon pintar saya, Nokia N95, memiliki fitur perekam gambar. Fitur ini merupakan hal baru pada masa itu karena sebelumnya kamera telepon pintar hanya bisa mengambil gambar.
Saya hanya ingin bereksperimen apakah kamera dari sebuah benda ramah seperti telepon pintar dapat dimanfaatkan untuk menceritakan sebuah kisah yang serius. Perkembangan smartphone filmmaking datang pada saat yang tepat karena industri pembuatan film terkadang memiliki standar tinggi yang hampir mustahil dipenuhi. Sangat menyenangkan melihat yang kini dapat dilakukan komunitas-komunitas di seluruh dunia yang diberikan jalan untuk bercerita.
Namun, sebelum memutuskan terjun ke dunia ini, anda sudah bekerja di bidang perfilman?
Ya, saya sudah bekerja di bidang ini secara komersial selama beberapa waktu. Saya membuat film dari alat-alat konvensional, seperti kamera digital, dan saya merasa cukup kesulitan menemukan ”suara” saya sebelum akhirnya memutuskan untuk membuat film dengan cara ini.
Saya rasa smartphone filmmaking merupakan penyadar yang saya butuhkan untuk menemukan cara baru bercerita dalam gambar.
Berapa lama waktu transisi yang anda butuhkan untuk beralih dari menggunakan kamera konvensional ke kamera telepon pintar?
Kurang lebih sekitar satu tahun dan perpindahan itu juga didukung oleh kesuksesan yang saya dapatkan dari dua film pertama yang saya rekam menggunakan telepon pintar. Saya menyadari akan sangat konyol apabila saya tidak mendalami bidang ini secara mendalam.
Saya terus membuat film menggunakan telepon pintar hingga sampai pada satu titik ketika karya saya masuk pada festival film konvensional. Pada saat itu, festival film khusus telepon pintar memang belum ada. Hal ini yang menginspirasi saya terus berkarya.
Apakah festival film di dunia saat ini semakin menerima film-film yang direkam menggunakan telepon pintar?
Tentu saja, saya rasa beberapa dari festival itu bahkan telah membuat kategori khusus untuk film dengan telepon pintar. Kalaupun tidak, anda tetap dapat mendaftarkan karya anda. Festival Film Sundance dengan senang hati akan menerima karya yang direkam dengan telepon pintar.
Saya juga pernah mengalami penolakan oleh panitia karena karya saya direkam dengan menggunakan telepon pintar. Saya kira masa-masa seperti ini sudah berakhir. Pada akhirnya, hal yang paling penting dalam sebuah film adalah menunjukkan cerita yang unik dengan perspektif baru. Media perekaman gambar menjadi hal ke sekian selama anda dapat menghubungkan cerita anda dengan pencerita dalam film.
Terkadang film-film jenis ini juga memberikan faktor pemasaran yang unik bagi sebuah festival film. Ketika sebuah film diambil dengan cara yang unik, film dan festival film tersebut akan mendapat dorongan publisitas yang lebih besar.
Apa hal yang paling anda nikmati dari proses pengambilan gambar menggunakan telepon pintar?
Smartphone filmmaking menjadi amat menyenangkan bagi saya karena tidak terlalu mengganggu untuk lingkungan sekitar. Jenis film yang saya gemari adalah dokumenter. Hal yang paling penting pada film jenis ini adalah kamera yang tidak mengganggu obyek. Maka, mengambil gambar dengan kamera telepon pintar adalah pilihan yang tepat.
Selain itu, aksesibilitas alat juga menjadi salah satu faktor karena telepon pintar selalu ada di dekat saya. Jika ada sebuah cerita yang terjadi di sekitar, saya akan langsung siap mengambil gambar. Tidak perlu lagi kembali ke kantor untuk mengambil kamera, memeriksa baterai dan memorinya, memasang lampu, dan lain lain.
Saran apa yang anda akan berikan untuk generasi muda ataupun orang-orang yang ingin mendalami bidang ini?
Saya akan menyarankan untuk berpikiran terbuka dan jangan menutup mata terhadap kesempatan yang dapat dimanfaatkan dengan kemajuan teknologi. Selain itu, pembuatan sebuah film tidak perlu menjadi sebuah proses yang rumit, kitalah yang membuatnya demikian. Sebuah kisah yang diceritakan dengan sederhana dapat memiliki pesan dan pengaruh sekuat cerita yang kompleks. (LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA)