Puncak Evolusi Samsung Galaxy S
SAN FRANCISCO, KOMPAS -- Diawali kejutan dengan pengenalan Samsung Galaxy Fold, ponsel dengan layar lipat, Samsung meluncurkan secara resmi ponsel jagoan (flagship) terbaru, Samsung Galaxy S10 dalam acara Galaxy Unpacked di San Francisco, Amerika Serikat, Rabu (20/2/2019) siang waktu setempat atau Kamis (21/2) dini hari WIB. Terdapat tiga varian S10 yang diluncurkan, yakni S10+ yang menjadi versi tertinggi, S10, dan S10e yang memiliki sejumlah spesifikasi berbeda.
Ini adalah tahun ke-10 keberadaan Samsung Galaxy S yang pertama kali meluncur pada tahun 2010 lalu. Sejak itu, Galaxy S menjadi cetak biru berbagai terobosan inovasi yang dilahirkan pabrikan Korea Selatan ini, seperti teknologi kamera dan layar.
"Sejak peluncurannya sepuluh tahun lalu, seri Galaxy S merupakan inovasi premium – yang menawarkan pengalaman luar biasa bagi konsumen serta kemampuan menjadi perangkat yang sesuai dengan mereka," ujar DJ Koh, Presiden dan CEO Divisi TI & Komunikasi Mobile, Samsung Electronics.
Ribuan orang, mulai dari media, influencer, endorser, distributor, dari berbagai belahan dunia datang, termasuk Kompas dan sejumlah wartawan lain dari Indonesia yang diundang oleh Samsung Indonesia. Acara ini berlangsung di gedung Bill Graham Civic Auditorium, San Francisco.
Hampir semua spesifikasi, fitur, hingga desain ponsel baru yang telah beredar, terkonfirmasi dalam peluncuran itu. Salah satunya adalah ukuran layar, spesifikasi kamera, hingga desain penempatan kamera depan.
Hanya saja, terdapat perubahan desain signifikan setelah pabrikan Korea ini sempat "istirahat" dalam sisi desain pada Galaxy S9 dengan seri sebelumnya. Ponsel ini tetap ditunggu karena akan menjadi jendela ke masa depan pada ponsel-ponsel Samsung berikutnya setelah evolusi selama 10 tahun produk seri Galaxy S.
Konsumen di Indonsia bisa melakukan pemesanan melalui 12 toko online mulai 22 Februari 2019 dan akan menerima ponsel mereka pada awal Maret.
Matinya "poni"
Paling kentara dalam perubahan kali ini adalah munculnya punch-hole atau lubang di bagian atas layar untuk penempatan kamera pada ketiga ponsel yang baru diluncurkan. Hal itu membuat bezel atau bingkai atas layar kian menipis.
Pabrikan ponsel telah mencoba selama bertahun-tahun untuk mengoptimalkan ruang di bagian depan handset mereka. Secara umun, mengecilnya ukuran bezel akan membuat ponsel tidak perlu menjadi terlalu besar saat pabrikan ingin menambah ukuran layarnya. Bingkai atau bezel memakai ruang lebih sedikit yang memungkinkan membesarnya layar.
Kecenderungan menuju efisiensi ini terjadi di setiap bagian ponsel. Bagian yang tidak perlu dipotong sampai hanya tersisa yang berguna saja. Keberadaan ponsel dengan bagian depan sepenuhnya layar kian menjadi kenyataan.
Permasalahannya adalah bagaimana pabrikan-pabrikan tersebut menempatkan kamera depan atau kamera selfie serta berbagai sensornya. Akhirnya, munculah notch, poni, atau takik di bagian atas layar, yang menjadi penghalang jalan menuju ponsel layar penuh. Pabrikan lain misalnya, mencoba dengan membuat kamera depan yang bisa keluar masuk (sliding), hingga tidak perlu lubang atau notch di bagian layar. Namun, desain ini belum begitu populer.
Muncul desain baru berupa lubang layar atau punch-hole di bagian atas layar menggantikan poni untuk menempatkan kamera atau sensor.
Ponsel Essential dari pencipta Android, Andy Rubin barangkali mengawali tren poni yang kian populer setelah Apple mengeluarkan iPhone X. Setelah itu, hampir semua pabrikan mengeluarkan ponsel berponi. Desain ini kontroversial, ada yang menyukai ada yang membenci.
Namun, tren poni tampaknya akan segera berakhir. Muncul desain baru berupa lubang layar atau punch-hole di bagian atas layar menggantikan poni untuk menempatkan kamera atau sensor. Perbedaan mendasar dua desain adalah lubang kamera pada desain punch-hole tidak menjadi bagian yang menyatu dengan bingkai seperti halnya notch.
Samsung Galaxy S10 tampaknya yang akan membuat punch-hole kian populer sebelum pabrikan menemukan inovasi baru menuju ponsel layar penuh. Tiga varian jagoan baru Samsung ini memakai desain punch-hole di atas tiga ukuran layar yang berbeda. Samsung mengenalkan layar baru yang mereka sebut Dynamic AMOLED, menggantikan layar Super AMOLED pada ponsel jagoan mereka sebelumnya.
Versi tertinggi, Galaxy S10+ memiliki ukuran layar 6,4 inci Quad HD+ Curved Dynamic AMOLED dengan kepadatan piksel 438ppi dan rasio 19:9. Varian S10 memiliki lebar layar 6,1 inci dan 550ppi sedangkan varian S10e memiliki lebar layar 5,8 inci dan 522ppi. Layar ini membuat tampilan gambar pada ponsel menjadi cerah, tajam, dan jernih.
Kamera "pro-grade"
Salah satu fitur yang juga menjadi andalan adalah kemampuan kamera yang diklaim kian meningkat dari ponsel Galaxy S sebelumnya dengan kamera sekelas kamera profesional. Samsung menanamkan berbagai teknologi, namun yang paling mudah terlihat adalah fitur multi kamera di bagian depan maupun belakang, sesuai dengan varian. Fitur multi kamera ini bukan sesuatu yang istimewa. Samsung bahkan memiliki ponsel versi menengah dengan kamera belakang lebih banyak, yakni Galaxy A9 yang memiliki empat kamera belakang.
Varian tertinggi, Galaxy S10+ memiliki tiga kamera belakang dan dua kamera depan yang menempati punch hole di bagian atas kanan layar. Galaxy S10 memiliki tiga kamera belakang dan satu kamera depan sedangkan S10 E diberikan dua kamera belakang dan satu kamera depan. Semua varian memiliki teknologi dual OIS (optical image stabilizer) pada kamera belakang mereka.
Tiga kamera belakang pada S10+ dan S10 memiliki fungsi dan teknologi berbeda. Kamera pertama telefoto dengan lebar sudut pandang (45 derajat), resolusi 12 megapiksel, diafragma f/2.4 dilengkapi OIS. Kamera berikutnya adalah wide-angle (77 derajat), resolusi 12MP, dan OIS. Sedangkan kamera ketiga adalah jenis ultra-wide 16MP (123 derajat). Sedangkan pada kamera S10e dilengkapi kamera wide angle dan ultra-wide dengan spesifikasi seperti varian lainnya.
Perbedaan antara S10+ dan dua versi lainnya selain pada dimensi layar adalah pada kamera depannya. Kamera S10+ memiliki dua kamera, yakni kamera selfie 10 MP f/1.9 dan RGB depth 8MP f2.2. Sedangkan dua varian lainnya hanya memiliki satu kamera dengan resolusi 10MP.
Fitur keamanan berupa sensor sidik jari yang diletakkan di layar dengan teknologi ultrasonic fingerprint. Teknologi ini untuk memastikan keamanan yang sulit untuk dibobol.
Penyimpanan "terabyte"
Setiap varian memiliki sejumlah versi, yang terbagi dengan besaran RAM dan memori yang ditanamkan. Ponsel yang akan dimasukkan ke Indonesia akan menggunakan SoC (sistem dalam cip) Exynos seri 9, yakni Exynos 9820 sedangkan di tempat lain menggunakan Qualcomm Snapdragon terbaru, seri 855.
Terdapat tiga versi varian S10+ yang salah satunya akan memiliki penyimpanan masif 1 terabyte (TB). Versi termahal dari seri Galaxy S ini memiliki spesifikasi 12GB dam dengan memori internal 1TB dan masih dilengkapi dengan slot kartu MicroSD hingga 512GB. Penyimpanan yang masif ini sangat penting karena ponsel telah menjadi kehidupan digital manusia.
Teknologi penyimpanan baru Samsung ini juga merupakan opsi penyimpanan seluler tercepat yang saat ini ditawarkan pabrikan asal Korea ini.
Teknologi penyimpanan baru Samsung ini juga merupakan opsi penyimpanan seluler tercepat yang saat ini ditawarkan pabrikan asal Korea ini. Untuk mendapatkan versi ini, pembeli di Indonesia harus rela merogoh Rp 23,9 juta. Versi berikutnya adalah 8GB/512GB yang dijual dengan harga Rp 18,49 juta sedangkan versi 8GB/128GB dihargai Rp 13,99 juta. Harga ini termasuk bundling dengan Galaxy Wacth, bundling operator, dan cashback Rp 1 juta.
Sedangkan varian Galaxy S10 yang akan dijual ke Indonesia adalah versi 6GB/128 seharga Rp 12,49 juta. Galaxy S10e yang menjadi varian termurah dengan spesifikasi 6GB/128GB dijual di Indonesia dengan harga Rp 10,49 juta.