Pariwisata di Sumba Timur melaju berkat sejumlah film yang mengambil gambar di daerah itu. Keindahan alam Sumba Timur—yang dulu kurang dikenal—menjadi populer setelah muncul di layar kaca dan gedung bioskop.
Oleh
Haris Firdaus
·6 menit baca
Pariwisata di Sumba Timur melaju berkat sejumlah film yang mengambil gambar di daerah itu. Keindahan alam Sumba Timur—yang dulu kurang dikenal—menjadi populer setelah muncul di layar kaca dan gedung bioskop. Para wisatawan pun berdatangan ke kawasan perbukitan, air terjun, sabana, dan pantai di sana.
Sebenarnya, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, sudah muncul dalam film sejak dekade 1990-an. Pada masa awal kariernya, sutradara Garin Nugroho pernah membuat dua film yang mengambil latar tempat di Sumba Timur, yakni Surat untuk Bidadari (1992) dan Angin Ramput Savana (1996). Keduanya sama-sama meraih penghargaan di festival film internasional.
Dua film Garin Nugroho itu tentu saja ikut mengenalkan Sumba Timur—beserta ragam budaya dan tradisinya—kepada publik yang lebih luas. Setelah itu, sejumlah film, misalnya Pendekar Tongkat Emas (2014), Susah Sinyal (2017), dan Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017), juga menjadikan Sumba Timur sebagai lokasi shooting.
Menurut penggiat wisata dan budaya Sumba, Umbu Ludang (28), sesudah film Pendekar Tongkat Emas tayang, kunjungan wisatawan ke Sumba Timur mulai meningkat. Film yang disutradarai Ifa Isfansyah dengan produser Mira Lesmana dan Riri Riza itu menampilkan sejumlah lanskap alam Sumba Timur yang menawan. ”Semenjak Pendekar Tongkat Emas, tren pariwisata di Sumba Timur naik,” kata Umbu Ludang.
Ia menyebut, pada masa lalu, kebanyakan wisatawan yang datang ke Sumba Timur hanya tertarik dengan kain tenun, kerajinan, dan patung. ”Dulu peminat wisata alam di Sumba Timur itu sangat minim,” ujarnya. Namun, cerita itu berubah karena Sumba Timur kini masyhur di kalangan wisatawan berkat panorama alamnya yang elok.
Beberapa waktu lalu, saya dan fotografer harian Kompas, Agus Susanto, berkesempatan menjelajahi Pulau Sumba dari barat ke timur, melintasi empat kabupaten yang ada di ”Tanah Marapu” itu. Di Sumba Timur, kami melakukan tapak tilas ke sejumlah tempat yang pernah menjadi lokasi shooting sejumlah film.
Tujuan pertama kami begitu tiba di Sumba Timur adalah Bukit Warinding. Ini kawasan perbukitan yang menyajikan pemandangan sangat menawan. Saking indahnya, sejumlah orang bahkan menyebut Bukit Warinding sebagai sesuatu yang surealis. Keunikan utama Bukit Warinding adalah pemandangan lekuk-lekuk bukit yang sangat banyak dan seolah saling bertumpuk satu sama lain.
Hari itu, kami tiba di Bukit Warinding menjelang senja. Suasana di puncak bukit cukup ramai oleh wisatawan yang hendak berfoto dan menikmati pemandangan. Di antara mereka, ada dua pasangan calon pengantin yang datang untuk melakukan pemotretan pre-wedding. Salah satu pasangan itu datang jauh-jauh dari Surabaya untuk dipotret dengan latar Bukit Warinding.
Umbu Ludang menuturkan, Bukit Warinding dikenal luas setelah dijadikan lokasi shooting Pendekar Tongkat Emas. Sebelum dipakai shooting film yang dibintangi Nicholas Saputra dan Christine Hakim itu, bukit tersebut sama sekali tak dianggap istimewa. ”Sebelumnya, bagi orang lokal di sini, bukit ini bukan apa-apa karena mereka sudah terbiasa melihat pemandangan seperti ini,”
katanya.
Menurut Keba Hanggar (44), warga setempat yang menyewakan kuda di Bukit Warinding, bukit tersebut dulunya dikenal dengan nama Lai Uhuk yang berarti ’tempat istirahat’. Dia menuturkan, pada zaman dulu, bukit itu kerap dijadikan tempat istirahat warga yang melakukan perjalanan naik kuda.
Setelah menikmati Warinding, kami melanjutkan perjalanan di hari berikutnya ke Sabana Puru Kambera. Sumba identik dengan sabana atau padang rumput. Di Sumba Timur, padang rumput yang paling dikenal adalah Sabana Puru Kambera. Tempat yang juga menjadi lokasi shooting filmPendekar Tongkat Emas itu merupakan hamparan padang rumput luas dengan sedikit pohon yang tumbuh di beberapa sudut. Pada musim kemarau, hamparan rumput di Puru Kambera akan menguning dan mengingatkan pada pemandangan sabana di Afrika.
Selain pemandangan sabana luas yang seolah tanpa batas, daya tarik lain Sabana Puru Kambera adalah keberadaan kuda-kuda yang tengah merumput di sana. Saat bertemu dengan rombongan kuda, wisatawan bisa berhenti sejenak untuk berfoto-foto dengan latar belakang hewan-hewan itu. Namun, ini mesti dilakukan dengan hati-hati agar tak mengganggu mereka. Tak jauh dari sabana juga terdapat Pantai Puru Kambera yang bisa menjadi salah satu pilihan untuk dikunjungi.
Dari Sabana Puru Kambera, kami melanjutkan perjalanan ke Air Terjun Tanggedu. Dua tempat ini berlokasi tak terlalu jauh sehingga cocok untuk dijadikan satu paket perjalanan. Air Terjun Tanggedu yang menjadi salah satu lokasi shooting film Susah Sinyal tersebut memiliki kolam-kolam alami yang dipisahkan susunan batu-batu. Di antara batu-batu itu juga terdapat aliran sungai dengan air jernih yang menyejukkan mata.
Dalam film Susah Sinyal yang disutradarai Ernest Prakasa, sejumlah tokohnya digambarkan harus melewati jalan naik turun dengan berjalan kaki untuk menuju Air Terjun Tanggedu. Meski agak didramatisasi, penggambaran itu sebenarnya tidak salah. Sebab, untuk sampai ke Air Terjun Tanggedu, wisatawan harus berjalan kaki sekitar 30 menit dari tempat parkir kendaraan. Dalam perjalanan, wisatawan mesti menghadapi medan yang cukup terjal dan menyeberangi sungai kecil.
Umbu Marampamila (51), warga setempat yang menjadi pemandu kami, menuturkan, di dekat Air Terjun Tanggedu terdapat goa kecil yang kerap dijadikan tempat upacara adat oleh masyarakat sekitar. Upacara itu biasanya digelar sebelum musim panen ubi gadung yang tumbuh di hutan sekitar air terjun. Selain itu, upacara adat juga biasa digelar sebelum musim tangkap ikan di sungai yang berada di dekat air terjun.
Bakau menari
Sesudah puas mengunjungi Air Terjun Tanggedu, kami kembali ke arah Waingapu, ibu kota Sumba Timur. Namun, karena malam belum menjelang, kami memutuskan singgah ke satu tempat lain, yakni Pantai Walakiri. Pantai yang terletak di Desa Watumbaka, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur, itu menjadi satu dari sejumlah lokasi shooting film Susah Sinyal.
Di kalangan para pelancong, Pantai Walakiri dikenal dengan jajaran pohon bakau yang batangnya meliuk sehingga kerap disebut dengan istilah ”bakau menari”. Keunikan pohon bakau itulah yang membuat Pantai Walakiri menjadi salah satu pantai yang paling dikenal di seantero Sumba.
Saat kami tiba di Pantai Walakiri, matahari sudah hampir tenggelam. Cahaya kuning keemasan dari matahari menyinari langit di ufuk barat, membuat deretan pohon bakau di Pantai Walakiri sebagai siluet hitam. Inilah pemandangan yang diburu para wisatawan saat berkunjung ke Pantai Walakiri. Tak heran, di dekat pohon-pohon bakau itu banyak wisatawan berkumpul untuk berfoto dengan latar belakang siluet pohon dan cahaya keemasan matahari yang hampir tenggelam.
Selain Bukit Warinding, Sumba Timur juga punya beberapa kawasan perbukitan lain dengan pemandangan yang tak kalah menawan. Salah satunya adalah Bukit Tanarara yang menjadi tempat shooting film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak karya sutradara Mouly Surya. Di Tanarara, wisatawan bisa menikmati pemandangan hamparan bukit dengan jalan meliuk-liuk yang membelah di tengah.
Lanskap bukit dan jalan meliuk-liuk itu muncul cukup dominan dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, salah satunya menjadi latar tempat saat tokoh Marlina (diperankan Marsha Timothy) menenteng kepala perampok yang memerkosanya. Di Bukit Tanarara ini pula Marlina bertemu dengan temannya yang bernama Novi (diperankan Dea Panendra).
Untuk sampai ke Tanarara, wisatawan mesti menempuh perjalanan sekitar dua jam dari Waingapu, melewati jalanan naik turun yang sebagian rusak. Namun, perjalanan jauh dan menantang itu sepadan dengan pemandangan yang bisa kita nikmati di Bukit Tanarara.