Bergeliat dan Bersiasat agar Tetap Liat
Ketika kebutuhan mendasar bahan pangan masih mampu bergeliat, pelaku usaha kuliner harus bersiasat lebih untuk bisa bertahan.
Tuntutan berdiam di rumah demi melandaikan penyebaran wabah Covid-19 juga memaksa orang urban untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara daring, tak terkecuali kebutuhan mendasar yakni pangan. Dalam waktu relatif singkat pelaku usaha pun akhirnya harus bergeliat lebih keras demi memenuhi kebutuhan tersebut, selain juga demi bertahan.
Sayurbox, layanan jual beli sayur secara daring sebenarnya telah lama ada. Namun, sejak merebaknya wabah Covid-19, keberadaan jasa pesan-antar sayur seperti ini menjadi terasa kian dibutuhkan.
Pagi itu sekitar pukul 09.10 WIB, Budi Irawan (34), sopir antar dari Sayurbox, tiba untuk mengantarkan pesanan sayuran dan buah-buahan. Budi yang lengkap mengenakan masker dan sarung tangan meminta maaf karena sedikit terlambat sampai ke titik pengantaran.
Sejak imbauan agar orang-orang tetap berada di rumah saja, Budi mengakui naiknya jumlah pesanan yang harus diantarnya berpengaruh terhadap durasi waktu pengantaran. Namun ia tetap mengaku senang dan tidak keberatan dengan apa yang dikerjakannya.
“Ya ini tempat saya cari nafkah. Tapi saat sedang begini, jatuhnya membantu juga sama yang enggak bisa kemana-mana. Tapi saya tetap jaga diri juga pakai masker dan sarung tangan ini,” ungkap Budi.
Pendiri & CEO Sayurbox Amanda Cole melalui pemberitahuan di aplikasinya pun menyampaikan permintaan maafnya. Pesanan yang membludak telah mengakibatkan berbagai macam hal.
“Kami memohon maaf atas keterlambatan respon, ketidak-tersediaan beberapa item, dan masalah teknis aplikasi. Dengan pesanan yang luar biasa tinggi, ini merupakan situasi tidak biasa buat kami. Kami melakukan segala yang kami bisa untuk memenuhi kebutuhan harian kamu,” tulis Amanda.
Ia pun mengimbau agar para pelanggan hanya memesan sekali dalam seminggu sehingga kapasitas untuk pelanggan lain tetap dapat terpenuhi di waktu seperti ini. Di sisi lain, para pegawai Sayurbox juga selalu diperiksa suhu tubuhnya, menjaga higienitas, hingga larangan tidak masuk jika sedang dalam kondisi tidak bugar.
Pemilik Tante Sayur, Aksar juga kewalahan menghadapi tingginya pelanggan yang memesan melalui akun belanja daring. Ia pun terpaksa mengurangi penerimaan pesanan padahal jumlah order meningkat signifikan. Namun dirinya memikirkan juga kondisi pegawai dan distribusinya.
“(Pesanan) naik sudah pasti. Tapi dengan berat hati, per pekan ini dikurangi, hanya ambil 75 orderan per hari. Ini lebih agar antrean pengambilan pesanan tidak padat dan mengular seperti biasa sehingga jarak aman tetap terjaga. Kalau dibiarkan seperti biasa, ojek online itu bisa saling berdesakan karena antreannya panjang. Jadi, demi kebaikan bersama juga,” tutur Aksar.
Aksar juga meminta para karyawan untuk tidak lagi naik transportasi umum sementara dan mengonsumsi makanan yang dibuat di tempat kerja dengan bahan sayuran dan buah hasil dari petani. Untuk pasokan sendiri, Tante Sayur tak mengalami kendala karena suplai dari desa binaan yang berada di Bandung, Bogor, Bali, hingga Sulawesi tetap ajeg.
“Kami malah dilema. Mau tutup kasihan juga dengan petani karena panennya tetap berjalan dan sumber mata pencaharian mereka juga,” ungkap Aksar.
Ada pula Regopantes yang kini lebih fokus pada pelanggan rumahan. Head of E-Commerce Regopantes Wilda Romadona menyampaikan, bisnis jasa antar sayur daring ini biasanya fokus melayani para pelaku bisnis kuliner. Namun, seiring melesunya resto, mengakibatkan pesanan berkurang drastis “Biasanya bisa sampai ton-tonan. Ini ratusan kilo saja enggak sampai,” ungkap Wilda.
Yang tak disangka, justru pesanan dari pelanggan rumahan yang membludak sampai tiga kali lipat. Dalam kondisi biasa, Regopantes menerima pesanan sayur dari kalangan nonresto mencapai 150 paket antar per hari. Akibatnya, Regopantes kini berupaya mengatur jalur distribusi dan pengantaran agar para kurir tidak berdesakan saat mengambil.
Untuk karyawannya, sebagian besar ternyata tinggal di satu mess sehingga untuk higienitas lebih terjaga. Sedangkan untuk yang tidak tinggal di mess dianjurkan bekerja di rumah dengan pengaturan jadwal piket seminim mungkin. Begitu pula dengan yang sedang tidak sehat dilarang untuk masuk kantor.
Sistem pesan-antar juga dilakukan banyak pedagang sayur di pasar tradisional, seperti Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur. Para pedagang di lapak sayur, buah, sembako, ayam dan daging, hingga lapak kelapa, memanfaatkan servis pengantaran dari ojek daring untuk menjangkau konsumen. “Yang mau pesan tinggal tulis pesanan kirim ke WA (WhatsApp) saya, terus tinggal order ojek untuk ambil,” kata Siti (33) penjual sayur di lapak sayuran Pasar Kramat Jati.
Metode pesan-antar demikian tentu saja membutuhkan kepercayaan dan kerelaan konsumen untuk membiarkan barang pesanannya dipilihkan sendiri oleh pihak penjual. Pada layanan sayur daring seperti Sayurbox, keluhan atau keberatan bisa terakomodasi dalam sistem berikut pilihan-pilihan resolusi bagi konsumen.
Bertahan
Ketika kebutuhan mendasar bahan pangan masih bergeliat, pelaku usaha kuliner harus bersiasat lebih untuk bisa bertahan. Beberapa restoran seperti Burgreens dan Steak Hotel by Holycow! memilih menutup sementara beberapa gerainya karena penurunan penjualanan yang cukup drastis.
Untuk gerai yang masih buka, baik Burgreens maupun Steak Hotel by Holycow! benar-benar ditantang super kreatif menarik konsumen. Banyak dari pelanggan Burgreens maupun Steak Hotel by Holycow! yang memutuskan untuk tinggal di rumah dan menghindari makan di restoran. Demi meyakinkan konsumen terkait keamanan produknya, Burgreens sampai mencantumkan data suhu tubuh para penyaji makanan di bungkusan makanan yang akan dikirim ke pelanggan.
Gerai yang masih beroperasi pun disemprot desinfektan setiap satu jam sekali. “Customer kritis luar biasa. Customer harus merasa aman. Salah satu yang buat mereka ragu, karena nggak tahu siapa yang menyiapkan makanan,” ujar Co-founder & Chef Burgreens, Max Mandias tentang alasan pencantuman suhu tubuh di bungkusan makanan yang dipesan konsumen.
Penjualan Burgreens dalam sepekan terakhir memang menurun tajam hingga 70 persen. Beberapa gerai Burgreens seperti di Kemang Village, MOI, dan Neo Soho pun ditutup hingga wabah berlalu. “Ini tren yang nggak pernah ada. Orang tidak datang ke outlet, tapi delivery juga nggak bergerak,” ujar Max.
Gerai yang masih beroperasi pun disemprot desinfektan setiap satu jam sekali. “Customer kritis luar biasa. Customer harus merasa aman. Salah satu yang buat mereka ragu, karena nggak tahu siapa yang menyiapkan makanan,” ujar Co-founder & Chef Burgreens, Max Mandias tentang alasan pencantuman suhu tubuh di bungkusan makanan yang dipesan konsumen.
Penjualan Burgreens dalam sepekan terakhir memang menurun tajam hingga 70 persen. Beberapa gerai Burgreens seperti di Kemang Village, MOI, dan Neo Soho pun ditutup hingga wabah berlalu. “Ini tren yang nggak pernah ada. Orang tidak datang ke outlet, tapi delivery juga nggak bergerak,” ujar Max.
Untuk gerai lain yang masih bertahan, Max memberlakukan aturan sanitasi lingkungan dan pegawai yang sangat ketat. Dari sejak pertama datang ke restoran, setiap pegawai harus mengukur suhu tubuh. Pengukuran suhu tubuh ini diulang hingga tiga kali sehari dan hasil pengukuran suhunya dicantumkan di papan restoran. Selanjutnya, pegawai disemprot dengan cairan antivirus homeopathy dua kali dalam sehari.
Ketika menyiapkan makanan, pegawai harus memakai masker, sarung tangan, dan tutup kepala. Pengendara dari ojek daring yang akan mengantar makanan ke konsumen pun harus terlebih dulu ditembak termometer dan mensterilkan tangan.
Burgreens juga memberlakukan banyak perubahan standar operasional agar restorannya aman dari covid-19. Lantai, kaca, dan ruangan dibersihkan setiap satu jam sekali. Jarak antarmeja diperlonggar menjadi satu meter. “Kita menaikkan frekuensi daily general cleaning. Kalau ke outlet Burgreens baunya kayak kolam renang agar steril semuanya,” tambah Max.
Pukulan semakin berat karena harga bahan baku makanan yang melambung naik. Harga tempe yang menjadi salah satu bahan baku Burgreens, misalnya, naik dari biasanya hanya Rp 5 ribu menjadi dua kali lipatnya. Burgreens juga berupaya untuk terus mempekerjakan lebih 150 orang karyawannya. “Kita sedih cemas tapi bagaimana membuat solusi kreatif,” kata Max.
Diskon hantaran
Sementara, Steak Hotel by Holycow! menggencarkan diskon untuk pesan hantaran hingga menjual steak mentah yang dilengkapi bumbu rahasia. “Ini menyikapi panic buying. Baru pertama dilakukan karena covid-19. Kita jual mentah paket steak -lengkap dengan kentang, saus, dan bumbu rahasia- agar dimasak sendiri. Rasanya pun dijaga harus sesuai seperti saat makan di outlet,” ujar Starina Kirana, Marketing Manager Steak Hotel by Holycow!.
Paket steak mentah #makeyourownholycow ini juga memberi inspirasi bagi pelanggan yang sudah bosan tinggal di rumah untuk berkegiatan memasak steak sendiri. Mencermati tren pergeseran konsumen ke arah pemesanan dari rumah, Steak Hotel by Holycow! mencoba meraih lebih banyak konsumen dengan promo khusus hantaran serta promo bawa pulang hingga 40 persen.
“Pergeserannya besar. Customer dine in sangat turun. Untuk pemesanan sebelum promo pun, delivery sudah naik,” tambah Starina.
Demi mengurangi risiko penyebaran Covid-19, beberapa gerai Steak Hotel by Holycow! juga telah ditutup sementara, terutama gerai yang berada di mal. Gerai yang bertahan umumnya adalah restoran yang berdiri sendiri yang keamanan restorannya dijamin dengan penyemprotan desinfektan berkala, penggunaan masker, penjarangan jarak antarmeja, dan penonaktifan karyawan yang sakit.
#ngopidirumah
Pukulan berat akibat wabah dirasakan para pelaku bisnis kedai kopi justru ketika bisnis ini tengah moncer. Para pemilik kedai kopi harus berupaya melakukan beragam inisiatif agar tidak sampai mengurangi jumlah karyawan meskipun pendapatan terjun bebas.
Seperti yang dilakukan Anomali Coffee, di antaranya dengan melebarkan layanan pesan-antar kepada pelanggan. “Penurunan penjualan sangat terasa, bisa 80-100 persen. Di mal sudah setengah mati, hampir tidak ada pembeli. Pemasukan biasanya belasan juta per hari sekarang tinggal Rp 200.000. Dari 16 toko, sudah empat toko tutup,” tutur Irvan Helmi, salah satu pendiri Anomali Coffee.
Di akun Instagram, Anomali Coffee mengampanyekan #ngopidirumah. Pesan antar dengan order minimum Rp 65.000 mendapatkan biaya antar gratis. Pelanggan juga tetap bisa membeli produk-produk anomali secara daring, misalnya lewat ojek daring, toko online Anomali, dan marketplace.
Selain kopi, Anomali mencoba pesan antar masakan rumahan. Barista yang tidak sibuk dikerahkan untuk layanan pesan antar. “Ini namanya pivoting. Kami mengantarkan tidak hanya kopi, tetapi juga kebutuhan dasar harian. Misalnya cumi-cumi asin kemasan 250 gram yang tinggal dihangatkan saja,” imbuh Irvan.
Jika tidak lekas melakukan pivoting semacam itu, potensi kehilangan karyawan bisa semakin besar. Itulah sebabnya, mereka yang masih dipertahankan juga diajak untuk menggali ide dan mengerjakan bersama-sama ide tersebut. Di samping cara pesan antar, karyawan kontrak Anomali ditawari untuk menjadi reseller biji kopi dari Anomali dengan harga murah. Cara lain adalah dengan “pit stop”.
“Pembeli memesan kopi melalui aplikasi Anomali, membayar via transfer, lalu datang ke kafe. Mobil atau sepeda motor pembeli berhenti di parkiran, barista akan mengantarkan pesanan tersebut. Ini baru berlaku di Anomali Senopati dan Menteng. Kota-kota lain, seperti Makassar dan Medan menyusul,” papar Irvan.
Bersama para pelaku usaha kopi lainnya, Irvan membuat petisi yang isinya meminta perhatian dari pemerintah untuk membantu memperkecil pengeluaran operasional supaya usaha bisa bernapas lebih panjang. Misalnya memberikan penghapusan pajak, meringankan tarif listrik dan air, juga memberikan subsidi gaji karyawan.
Pemilik Toko Kopi Tuku Andanu Prasetyo mencoba melihat hal positif dari kondisi saat ini. Dia menyadari penjualan menurun drastis. Dari 12 toko, hanya empat toko yang melayani pesan antar.
“Di saat kami sedang bermimpi dan berkreasi untuk industri kopi Indonesia, tiba-tiba harus berhenti sejenak dan mengatur ulang cara menjalankan usaha. Namun, kami percaya akan menemukan pengertian untuk menjawab semua ini. Pada akhirnya kami mulai menikmati kesempitan ini sebagai motivasi untuk kreatif dan inovatif,” ungkapnya.
Andanu pun menyikapinya dengan meluncurkan sejumlah kampanye melalui akun media sosial, seperti #selamatkankaryawan, #TUKUdirumah, dan #bertetanggabaik. Guna menjaga bisnis tetap berjalan, beberapa kreasi dilakukan, misalnya mengubah toko dari model minum di tempat (dine-in) menjadi dibawa pulang (take away only) dan pemesanan daring. Ketika memesan untuk dibawa pulang pun orang hanya bisa melakukannya melalui jendela yang disediakan, tanpa masuk ke dalam toko.
Toko Kopi Tuku juga meluncurkan toko resmi atau official store di pasar belanja (marketplace) daring Tokopedia berikut dengan produk baru, Tukucur. Ini merupakan minuman kopi favorit konsumen dalam kemasan 1 liter dan bisa tinggal tuang cuurr.. di gelas sehingga bisa dinikmati kapan pun.
Melalui akun media sosial, Toko Kopi Tuku juga berbagi resep menikmati kopi seperti yang dinikmati di toko favorit pelanggan. Misalnya resep cold brew (seduh dingin) atau kopi 3 in 1. Melalui bagi-bagi resep itu, Tyo berharap cara berbagi antara barista dan pelanggan berlanjut sehingga nantinya bisa melakukan eksplorasi bersama tentang cara minum kopi Indonesia.
“Mari kita lihat, semoga keseruan #TUKUdirumah dan bagi-bagi resep ini bisa membangun dan membentuk pola konsumsi baru di Indonesia yang nantinya bisa kami gunakan sebagai narasi saat bercerita di kancah internasional,” tutur Tyo.
Barangkali, wabah justru memberi kesempatan bagi kita untuk memompa daya kreatif lebih keras di tengah kondisi serba terbatas.
(IAN/WKM/SF/FRO)