Microsoft berencana membeli operasi Tiktok di AS dari perusahaan induknya asal China, Bytedance. Meski menghadapi pelarangan beroperasi oleh pemerintah sejumlah negara, Tiktok tetap menarik minat raksasa teknologi.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Raksasa teknologi Amerika Serikat Microsoft menjajaki rencana pembelian platform media sosial asal China, Tiktok. Microsoft akan segera bernegosiasi dengan Bytedance, perusahaan induk Tiktok, untuk mengakuisisi operasi Tiktok di Amerika Serikat.
Dalam pernyataan yang diterbitkan pada Senin (3/8/2020) pagi waktu Indonesia, CEO Microsoft Satya Nadella telah berkomunikasi dengan Presiden AS Donald Trump untuk membeli operasi Tiktok di AS. Menurut rencana, Microsoft dan Bytedance dapat mencapai kesepakatan sebelum 15 September 2020.
”Microsoft mengapresiasi pentingnya mempertimbangkan masukan Presiden (terkait kedaulatan data). Microsoft berkomitmen untuk mengakuisisi Tiktok dan melakukan pemeriksaan keamanan secara komplet,” tulis keterangan tersebut.
Rencana pembelian Tiktok oleh Microsoft ini dilakukan menyusul pemberitahuan yang dikirimkan oleh Bytedance dan Microsoft kepada Komite Penanaman Modal Asing di Amerika Serikat atau Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS) bahwa kedua perusahaan itu siap bernegosiasi.
Apabila kesepakatan dapat diraih, Microsoft menyatakan akan memperbaiki Tiktok sekaligus meningkatkan proteksi dan keamanan digital bagi para penggunanya. Microsoft juga berjanji bahwa model operasi Tiktok di bawahnya akan memberikan transparansi kepada pengguna dan terhadap pengawasan dari regulator.
Di sisi lain, tanpa menyebut Tiktok, Bytedance telah menyatakan pihaknya menemui berbagai halangan yang mempersulit ekspansi global. Hal ini disampaikan melalui akun resmi Bytedance di Jinri Toutiau, platform agregator berita China yang dimilikinya pada hari ini.
”Bytedance selalu berkomitmen menjadi sebuah perusahaan global. Namun, dalam proses ini, kami menemui berbagai tantangan yang kompleks dan tak terbayangkan, termasuk atmosfer politik yang tegang serta perbedaan budaya,” tulis Bytedance.
Besaran dana yang akan dikucurkan Microsoft untuk membeli Tiktok masih akan menjadi misteri. Namun, selain Microsoft, sejumlah perusahaan yang memiliki saham Bytedance juga telah menyampaikan proposal untuk membeli Tiktok.
Dalam proposal yang disampaikan oleh perusahaan ventura kapital ternama, Sequoia Capital, Tiktok disebut memiliki nilai valuasi sebesar 50 miliar dollar AS atau setara Rp 734,7 triliun. Reuters juga melaporkan bahwa perusahan ventura kapital lainnya, General Atlantic, juga memvaluasi Tiktok dengan nilai yang setara.
Seperti yang diketahui, Pemerintah AS di bawah Trump telah secara terang-terangan menyampaikan rencana untuk memblokir Tiktok di AS. Pertahanan negara dan kedaulatan data warga AS selalu disebut sebagai alasan langkah tersebut.
Tiktok, sebagai produk perusahaan asal China, disebut terikat dengan regulasi China dan dapat memberikan data penggunannya untuk kepentingan intelijen Pemerintah China. Pelarangan Tiktok juga telah diterapkan oleh Pemerintah India.
Apabila rencana pembelian Tiktok oleh Microsoft dapat digolkan, platform berbagi video tersebut dapat terus digunakan warga AS.
Pelarangan penggunaan Tiktok disebut juga akan mengundang berbagai gugatan dari masyarakat terhadap Pemerintah AS. Pelarangan Tiktok juga dinilai akan mengalienasi pengguna Tiktok yang rata-rata masih muda menjelang pemilu presiden AS pada November mendatang.
”Ini menuju solusi win-win,” kata Senator Republikan AS Lindsey Graham melalui akun Twitter-nya.
CFIUS adalah sebuah komite dalam pemerintahan AS yang memungkinkan Pemerintah AS menghentikan proses pembelian perusahaan AS oleh sebuah perusahaan asing. CFIUS juga dapat meminta sebuah perusahaan asing untuk mendivestasikan aset mereka yang berada di AS.
Peran CFIUS contohnya terlihat pada 2005 ketika persetujuan CFIUS dibutuhkan sebelum Lenovo sah membeli divisi laptop dan komputer personal milik IBM.
Di sisi lain, pada 2019, CFIUS meminta Beijing Kunlun Tech, sebuah perusahaan gim asal China, untuk menjual kembali Grindr kepada perusahaan AS. Hal ini karena pembelian perusahaan media sosial pencarian jodoh untuk kelompok LGBT oleh Kunlun pada 2018 tersebut dilakukan tanpa persetujuan CFIUS.
Akhirnya, pada awal tahun ini, Kunlun mengumumkan penjualan Grindr kepada sebuah perusahaan AS dengan nilai sebesar 608,5 juta dollar AS (Rp 8,9 triliun).