Melipat Waktu Jakarta-Palembang Bersama Wuling Cortez CT Tipe S
Dulu, perjalanan Jakarta-Palembang terasa sangat jauh. Namun, sejak Jalan Tol Bakauheni-Palembang dioperasikan, waktu tempuh menuju kota itu seolah dilipat. ”Kompas” membuktikannya dengan Wuling Cortez CT Tipe S.
Bagi sebagian besar orang di Pulau Jawa, Kota Palembang bagaikan terletak nun jauh di sana, terlalu jauh untuk dikunjungi. Kalaupun diniati untuk didatangi, perjalanan darat yang memakan waktu hitungan hari terbayang di depan mata.
Padahal, dari segi jarak, Jakarta-Surabaya (783 kilometer via Tol Trans-Jawa) masih jauh lebih jauh dibandingkan dengan Jakarta-Palembang (505 km via Tol Trans-Sumatera). Buruknya infrastruktur di luar Jawa pada masa lalu ditambah kepadatan lalu lintas yang didominasi truk ukuran besar membuat perjalanan berlangsung begitu lama.
Namun, semua itu tinggal cerita masa lalu. Perjalanan Kompas pada pekan terakhir Agustus 2020 membuktikan, Palembang kini bisa ditempuh lewat darat dari Jakarta kurang dari 12 jam. Saat tengah menikmati perjalanan di jalur bebas hambatan yang relatif mulus, tiba-tiba kami telah sampai di Palembang. Mendadak Palembang!
Selesainya pembangunan Tol Trans-Sumatera ruas Bakauheni (Lampung) - Jakabaring (Palembang) benar-benar bagaikan melipat waktu perjalanan. Dulu, bahkan dengan kereta api sekalipun, perjalanan Bandar Lampung-Palembang memakan waktu sedikitnya 9 jam. Kini, dari Pelabuhan Bakauheni hingga Palembang pun hanya memakan waktu tak lebih dari 5 jam.
Perjalanan ini dilakukan menggunakan Wuling Cortez CT Tipe S. Mobil MPV tersebut adalah varian terbaru dari Wuling Cortez yang baru diluncurkan pada pertengahan Juli 2020. Tipe S ini menjadi tipe dasar atau tipe terendah dari tiga varian Cortez saat ini.
Kompas menggunakan varian Cortez CT S bertransmisi CVT (continuously variable transmission) dan berangkat dari Menara Kompas di Jakarta Pusat, Senin (24/8/2020) sekitar pukul 13.00. Kami langsung memasuki Jalan Tol Dalam Kota mengarah ke Jalan Tol Jakarta-Merak. Siang itu lalu lintas cukup lancar dan kami sudah memasuki kawasan Pelabuhan Merak sekitar pukul 14.00.
Setelah beristirahat untuk makan siang selama sekitar satu jam, kami bergerak memasuki Terminal Eksekutif Pelabuhan Merak pada pukul 15.30. Ya, penyeberangan Merak-Bakauheni saat ini dilayani dengan kapal kelas eksekutif atau ekspres dengan terminal khusus yang dibangun layaknya sebuah mal kecil. Pembelian tiket feri penyeberangan pun sekarang hanya bisa dilakukan secara daring melalui website atau aplikasi khusus layanan feri penyeberangan.
Saat tiba, feri yang ada baru saja meninggalkan dermaga untuk berlayar. Rombongan Kompas pun harus menunggu sekitar satu jam lagi untuk menunggu kapal berikutnya. Kapal yang membawa kami pun baru bertolak beberapa menit selepas pukul 17.00.
Dengan lama pelayaran Merak-Bakauheni hanya satu jam (feri biasa non-ekspres membutuhkan waktu 2-3 jam), hari telah gelap saat mobil akhirnya bisa keluar dari lambung feri KMP Sebuku tersebut. Kami pun melanjutkan perjalanan langsung melalui tol karena gerbang tol Trans-Sumatera ini terletak persis setelah gerbang kompleks pelabuhan.
Secara teori, sebenarnya kami bisa langsung menyelesaikan perjalanan ke Palembang malam itu juga. Dengan jarak Jalan Tol Bakauheni-Palembang 376 km, perjalanan bisa dituntaskan kurang dari 4 jam dengan kecepatan rata-rata 100 km per jam. Seharusnya, tak sampai pukul 23.00 kami sudah tiba di Palembang.
Namun, karena ada kebutuhan untuk pengambilan gambar di ruas tol baru tersebut, kami pun memutuskan bermalam dulu di Bandar Lampung. Kebetulan, jadi ada kesempatan untuk menikmati suasana malam di ibu kota Provinsi Lampung yang terus berbenah untuk menjadi destinasi wisata ini.
Tidak ala kadarnya
Keesokan harinya, sekitar pukul 10.00, kami sudah memasuki kembali ruas tol dari Gerbang Tol Lematang di dekat Bandar Lampung. Mobil pun kami pacu ke arah utara menuju Palembang.
Di ruas tol ini terasa bagaimana Wuling Cortez CT Tipe S ini cukup nyaman untuk ukuran mobil trim terendah alias entry level. ”Cortez CT Tipe S dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang sedang mencari MPV dan juga pilihan kendaraan operasional berdimensi medium bagi perusahaan,” ujar Brian Gomgom, Media Relations Wuling Motors Indonesia, saat dihubungi, Jumat (28/8/2020).
Cortez CT Tipe S dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang sedang mencari MPV dan juga pilihan kendaraan operasional berdimensi medium bagi perusahaan. (Brian Gomgom)
Terutama dari sisi fitur, mobil ini tergolong tidak ”pelit”. Mulai dari sistem akses mobil yang sudah mengadopsi sistem tanpa kunci (keyless entry), menyalakan dan mematikan mesin mobil cukup dengan tombol Start/Stop Engine, hingga sistem pengereman ABS dan EBD serta dua kantong udara di bagian depan sudah menjadi fitur standar Cortez CT S ini.
Tampilan panel instrumen juga terkesan modern dan tidak murahan dengan adanya layar multi-information display berukuran 3,5 inci. Informasi sisa jarak tempuh (range), konsumsi BBM instan dan rata-rata, odometer, tripmeter, sampai display kecepatan digital, semua bisa dilihat di MID tersebut.
Satu lagi kelengkapan yang cukup menambah kesan modern dan ”tidak apa adanya” pada tipe terendah ini adalah layar infotainment berteknologi layar sentuh resolusi tinggi yang sudah dilengkapi kamera mundur lengkap dengan garis-garis panduan yang bisa bergerak. Layar ini mengadopsi model melayang (floating) di tengah dasbor. Sementara tombol kontrol audio dan koneksi telefoni mobil juga sudah menyatu di roda kemudi.
Walaupun kualitas audio dari 4 speaker-nya terdengar masih pas-pasan, cukuplah menemani dan mengusir bosan dalam perjalanan di tol sepanjang lebih dari 300 km ini. Ruang mobil pun terasa lapang, apalagi dengan konfigurasi kursi baris kedua berbentuk captain seats, yakni dua kursi terpisah yang masing-masing dilengkapi fitur pengatur kemiringan sandaran kursi (reclining). Menurut Gomgom, Cortez CT Tipe S ini memang menyediakan dua opsi kursi baris kedua, captain seats ataupun kursi biasa yang bisa diisi 3 orang. Semua terserah selera pembeli.
Memang harus diakui, ciri-ciri sebuah mobil entry level juga masih mudah ditemukan. Mulai dari material plastik keras yang mendominasi dasbor, setir, dan pelapis bagian dalam pintu (door trim). Tak ada atap kaca dalam bentuk apa pun dan suara angin masih terdengar cukup jelas saat mobil meluncur dengan kecepatan tinggi. Cruise control dan rem parkir elektronik juga absen dari Tipe S ini.
Sementara dari sektor sistem penggerak, tak ada yang berbeda dengan Wuling Cortez CT tipe lebih tinggi, yakni tipe C atau L. Sumber tenaga pada mobil asal China ini menggunakan mesin bensin 4 silinder DOHC berkapasitas 1.5 liter (1.451 cc) yang dilengkapi turbo. Mesin ini mengeluarkan tenaga maksimum 140 HP pada putaran mesin 5.200 rpm dan torsi puncak 250 Nm di rentang 1.600-3.600 rpm. Tenaga disalurkan ke roda depan dengan transmisi CVT yang bisa menggunakan mode manual 7 tingkat percepatan.
Sebenarnya tenaga mesin ini sudah cukup, tetapi karena disalurkan menggunakan CVT, penyaluran tenaga terasa sangat halus yang hampir-hampir menghilangkan sensasi akselerasi. Gas harus diurut dengan sabar untuk mendaki tingkat kecepatan yang dikehendaki. Walau demikian, bukan berarti kecepatan tinggi tak bisa diraih mobil ini. Hanya saja, harus dilakukan dengan sabar.
Mewujudkan angan
Perjalanan hari kedua itu berlangsung cukup panjang karena kami harus berhenti tiga kali di sepanjang tol untuk mengambil gambar di tempat istirahat Km 163A, untuk berganti pengemudi dan istirahat sejenak di tempat istirahat Km 234A, dan kemudian keluar dari tol di kawasan Kayuagung untuk makan siang.
Oh, ya. Belum semua tempat istirahat dibuka di ruas tol ke Palembang ini. Seperti tempat istirahat Km 163A, baru akan dibuka bulan September ini. Namun, jarak antara tempat istirahat yang sudah dibangun terpaut tidak terlalu jauh. Dalam catatan Kompas, selalu ada tempat istirahat dalam jarak kurang dari 60 km.
Sebagian besar ruas tol yang membelah kawasan perkebunan tebu dan kelapa sawit itu juga mulus, terutama selama masih di wilayah Provinsi Lampung. Walau permukaannya masih beton, terasa cukup rata dan tidak membuat mobil memantul-mantul.
Namun, begitu memasuki kawasan Provinsi Sumatera Selatan, cukup banyak bagian tol ini yang dibangun di atas kawasan rawa. Permukaan aspal tol pun mulai tidak semulus sebelumnya. Banyak lapisan aspal tambalan bekas perbaikan, yang membuat laju kendaraan tak senyaman sebelumnya.
Sekitar pukul 15.00, kami pun sudah memasuki Palembang dengan pintu keluar di dekat pusat olahraga Jakabaring yang menjadi salah satu gelanggang Asian Games 2018. Mobil pun menyeberangi Jembatan Ampera yang ikonik itu memasuki kawasan Ilir Kota Palembang.
Selama dua hari kami maksimalkan penjelajahan kami di Kota ”Bumi Sriwijaya” tersebut. Ternyata, begitu banyak aktivitas yang bisa dilakukan bagi kita, pengunjung dari jauh, di kota itu.
Mulai dari wisata kulinernya yang tak pernah kehabisan stok menarik. Dari santapan wajib pempek palembang, sampai pindang ikan yang menggoyang lidah, mi celor untuk sarapan pagi yang menggugah, hingga martabak HAR yang sudah ada sejak 1947 untuk menjadi santap malam yang berkesan. Atau sekadar menyeruput kopi arabika dari kawasan perkebunan Semendo, Sumsel, yang sedap nikmat itu.
Belum lagi kota ini menyimpan sejuta kisah tentang multikulturalisme dan toleransi yang tersebar di tepian Sungai Musi. Ada Kampung Arab yang masih menyimpan rumah-rumah berarsitektur paduan Timur Tengah dan Eropa yang unik dan indah, ada Kampung Kapitan yang menyimpan bekas kediaman Kapitan Cina di Palembang, ada pula Kelenteng Candra Nadi dan Masjid Al-Ghazali yang terletak berdampingan dan masih aktif sebagai tempat ibadah yang penuh warna.
Dan, tentu saja jejak-jejak imperium Sriwijaya yang masih bisa kita temukan di Museum Sriwijaya. Ah, begitu banyak sisi Palembang yang penuh warna, yang tak mungkin kita jelajahi semuanya dalam waktu dua hari.
Hari Jumat (28/2/2020), kami beranjak meninggalkan kota itu selepas tengah hari. Kali ini, kami bertekad melaju di tol tanpa henti untuk menguji waktu tempuh yang sesungguhnya. Dan, terbukti, dari tempat kami makan siang di Kayuagung hingga gerbang Pelabuhan Bakauheni, ditempuh dalam waktu tepat satu jam.
Jika ditambah waktu tempuh dari Kayuagung ke Jakabaring yang berjarak sekitar 48 km, terbuktilah teori bahwa Bakauheni-Palembang bisa ditempuh dalam waktu 4 jam saja.
Terbukti juga bahwa Wuling Cortez CT S ini sanggup menuntaskan tantangan untuk diuji jarak jauh menuju tujuan baru, yakni Palembang. Selama perjalanan, kami mencatat variasi konsumsi bensin mobil ini, yakni antara 7,4 km per liter saat gaya mengemudi agresif hingga 12 km per liter saat kecepatan konstan pada kisaran 100-120 km per jam. Selama perjalanan, mobil diisi bensin sesuai dengan spesifikasi, yakni bensin beroktan 92.
Palembang terbukti kini berada dalam jangkauan kita yang berada di Pulau Jawa. Kunjungilah kota ini sekali waktu, untuk mewujudkan satu lagi angan tentang Indonesia. (DHF/ED)