Sineas Muda, Begini Caranya agar Investor Tertarik Mendanai Filmmu
Sineas muda perlu memperhatikan beberapa hal agar bisa menarik minat pemodal untuk berinvestasi. Selain harus menyajikan proposal film yang solid, strategi produksi pun perlu diperhatikan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam presentasi ide film atau pitching, sineas perlu menonjolkan esensi dan poin menarik pada film karya mereka. Secuplik strategi produksi film pun perlu disampaikan. Ini agar investor tertarik mendanai proyek film tersebut.
Tips-tips agar investor tertarik mendanai sebuah film ini mengemuka pada sesi penjurian virtual Short Film Pitching Project (SFPP) 2020, Jumat (27/11/2020). Program bagi pembuat film pemula dan profesional ini merupakan bagian dari festival film Eropa, Europe on Screen (EoS) 2020. SFPP ditujukan khusus untuk pelaku film Indonesia.
Penyelenggara menerima 170 proposal film pendek dari sineas sejumlah daerah. Ada sembilan proposal terpilih yang dipresentasikan kepada juri. Para pemenang akan diberi dana parsial untuk membiayai produksi film. Film pemenang juga akan ditayangkan di EoS 2021.
Adapun para juri adalah Lucky Kuswandi, sutradara film The Fox Exploits The Tiger’s Might. Film ini menang sebagai Film Pendek Terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) 2015. Juri lain adalah Tumpal Tampubolon, penulis naskah Tabula Rasa yang menang sebagai Penulis Naskah Terbaik FFI 2014, serta Yulia Evina Bhara, produser The Science of Fictions, film yang tayang perdana di Locarno International Film Festival.
Yulia mengatakan, sineas harus bisa menjelaskan poin-poin penting dalam presentasi berdurasi lima menit. Beberapa di antaranya adalah ide, pengembangan cerita, dan esensi atau pesan yang ingin disampaikan melalui film.
Sineas harus bisa menjelaskan poin-poin penting dalam presentasi berdurasi lima menit. Beberapa di antaranya adalah ide, pengembangan cerita, dan esensi atau pesan yang ingin disampaikan
”Kita perlu bicara soal film pada sebuah pitching forum.Selain itu, penting juga untuk menjelaskan sedikit tentang strategi produksi film, seperti berapa anggarannya dan akan seperti apa produksinya nanti. Ini agar orang lain tahu apa yang mau kamu tawarkan melalui film,” tutur Yulia yang juga salah satu juri.
Selama pitching SFPP 2020 berlangsung, para peserta mempresentasikan premis film, pengembangan cerita, tokoh, hingga latar belakang ide cerita. Hanya beberapa peserta yang menyebut anggaran yang diperlukan dan strategi produksi.
Radisti A Praptiwi, produser film Two Suicide Bombers and A Godot, saat presentasi mengatakan, filmnya siap diproduksi. Proses praproduksi direncanakan berlangsung pada Januari 2021 dan pascaproduksi pada Februari 2021. Ia menambahkan, sudah ada kru yang akan dilibatkan.
”Jika memenangi SFPP 2020, kami akan gunakan dananya untuk memproduksi film. Hingga kini, kami sudah mendapat sumber pendanaan lain. Ada tiga produser eksekutif yang akan mendanai produksi film ini,” ucap Radisti.
Pendanaan
Sebelumnya, produser film Nebeng, salah satu yang memenangi SFPP 2019, Dwi Santika, menyebutkan, salah satu tantangan sineas independen adalah mencari pemodal yang mau berinvestasi. Sineas harus bisa menjalin relasi dengan berbagai kalangan.
”Bentuk kontribusi untuk film tidak hanya sekadar fresh money, tapi juga bisa dengan dukungan alat, promosi, dan lainnya,” kata Dwi.
Penting juga untuk menjelaskan sedikit tentang strategi produksi film, seperti berapa anggarannya dan akan seperti apa produksinya nanti. Ini agar orang lain tahu apa yang mau kamu tawarkan melalui film.
Yulia mengatakan, membuat film adalah kerja kolaboratif dengan beberapa pihak. Pembagian tugas antara sutradara dan produser mesti jelas. Sutradara berperan mengembangkan dan membuat cerita yang solid, sedangkan produser berperan di bidang lain, seperti mencari pendanaan dan riset potensi penonton.
”Butuh kolaborasi antara sutradara dan produser. Sebagus apa pun cerita filmnya, akan sayang jika tidak mampu direalisasikan dengan baik,” kata Yulia.
Sebelumnya, Deputi VII Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Muhammad Neil El Himam mengatakan, pemerintah telah menyediakan program pendanaan untuk pembuat film dalam negeri. Salah satu program pendanaan itu dilakukan Badan Ekonomi Kreatif, yakni Akatara. Program itu mempertemukan sineas dengan para investor. Kemenparekraf berencana melanjutkan program-program Bekraf tahun depan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, pemerintah terus berupaya memperkuat ekosistem film Indonesia. Salah satunya melalui program Indonesiana. Program ini melibatkan pemerintah pusat, daerah, dan pihak swasta. Ketiganya berbagi tugas untuk membantu mendorong ekosistem film di daerah.
Mengembangkan cerita
Film Kaum, salah satu yang dipresentasikan kepada juri pada SFPP 2020, menceritakan tentang Lanang dan Maksum, dua sahabat yang bertemu kembali di desa setelah puluhan tahun berpisah. Lanang kembali dengan tampilan yang berbeda, yakni sebagai waria. Lanang berpesan kepada Maksum agar jenazahnya diperlakukan sebagai perempuan jika ia mati. Sayang, Maksum meninggal lebih dulu.
Sutradara Kaum, Bayu Topan, mengatakan, tokoh Lanang (yang mengubah namanya menjadi Dahlia) kemudian menjalani hari-hari diskriminatif dari warga desa setelah kematian sahabatnya. Dahlia pun tidak punya kesempatan beribadah kepada Tuhan karena dikucilkan warga.
”Ide ini berdasarkan pengalaman pribadi saya saat shalat di sebuah masjid di Yogyakarta. Ada waria yang tampak tidak punya rumah di teras masjid. Setelah mengobrol, dia bilang bahwa dia tidak merasa layak beribadah,” ujar Bayu.
Lucky Kuswandi mengatakan, sineas harus bisa mengembangkan cerita agar berdimensi dan tidak hanya menyajikan satu sudut pandang. Adapun menurut Tumpal Tampubolon, seorang sineas perlu mendalami kegelisahan yang ia rasakan, lalu menuangkannya dalam film.