Waspadai Obesitas Selama Kerja dari Rumah
Penambahan berat badan hingga obesitas bisa terjadi selama di rumah saja. Olahraga dan asupan energi dari makanan patut diseimbangkan.
Menjalani bekerja dari rumah selama pandemi Covid-19 membuat tak sedikit pekerja menghabiskan waktu berjam-jam duduk di depan layar laptop. Kendati masih diselingi ke toilet dan dapur, minimnya gerakan fisik menyebabkan tubuh tidak bugar dan jarum timbangan pelan-pelan bergeser ke kanan.
Menurut survei dari Pennington Biomedical Research Center, berat badan seseorang cenderung bertambah saat berdiam di rumah. Survei ini dipublikasi di jurnal Obesity pada 2020. Survei melibatkan 12.000 orang dari 50 negara dan 7.754 orang menyelesaikan survei dengan rinci.
Leanne Redman selaku Associate Executive Director for Scientific Education dari Pennington Biomedical Research Center menyebutkan, peraturan untuk tinggal di rumah berdampak positif pada kesehatan. Secara umum, pola makan sehat meningkat karena kita jadi jarang makan di luar.
Walau begitu, ditekankan Redman, kita jadi sering makan camilan dan jarang berolahraga, sementara aktivitas fisik menurun. Akibatnya, tubuh akan mengalami deposit energi. Energi berlebih itu lambat laun akan jadi lemak yang menumpuk.
Definisi makan tidak ideal adalah makanan yang kandungan gula, garam, dan lemaknya tinggi. Ini berpotensi menimbulkan penyakit tidak menular, seperti diabetes dan hipertensi.
Rita Ramayulis, ahli gizi dan Ketua Indonesia Sport Nutritionist Associaton, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (11/2/2021), pun menyampaikan, kurangnya gerak fisik selama menjalani kerja dari rumah dapat menyebabkan berat badan naik. ”Ada pula yang berat badannya tetap, tetapi komposisi tubuhnya berubah. Massa ototnya menurun dan kadar lemak dalam tubuh naik,” jelasnya.
Baca juga : Risiko Obesitas Mengintai Muda-mudi
Menurut dia, kebutuhan energi rata-rata per orang adalah sekitar 2.100 kilo kalori. Dengan aktivitas fisik yang menurun selama bekerja dari rumah (work from home/WFH), kebutuhan energi pun ikut turun.
Rita menyarankan untuk mengurangi konsumsi gula dan lemak. Hal ini termasuk mengurangi santan kental dan makanan yang digoreng.
Makanan sehat seimbang
Makanan yang sehat dengan gizi seimbang mengacu pada konsep Isi Piringku yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Dalam satu piring idealnya mengandung karbohidrat, lauk pauk (hewani dan nabati), sayur, serta buah.
Konsumsi serat, vitamin, dan mineral pun harus dipenuhi. Vitamin yang penting dikonsumsi sehari-hari adalah vitamin A, C, dan E. Kekurangan asupan ketiga vitamin itu membuat seseorang rentan terhadap infeksi saluran pernapasan.
Waktu makan pun harus teratur. Jika tidak, tubuh akan kesulitan mencerna makanan sehingga berpengaruh terhadap kesehatan pencernaan.
”Definisi makan tidak ideal adalah makanan yang kandungan gula, garam, dan lemaknya tinggi. Ini berpotensi menimbulkan penyakit tidak menular, seperti diabetes dan hipertensi,” ujar Rita.
Baca juga : Obesitas Versus Covid-19
Penambahan berat badan juga dapat dialami atlet. Pakar kebugaran dan mantan atlet binaraga Ade Rai menyoroti kelebihan berat badan pasangan ganda campuran bulu tangkis Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti.
”Tantangan atlet di masa pandemi adalah keterbatasan dalam sparing. Biasanya pebulu tangkis banyak melakukan sparing dengan banyak pemain. Namun, dalam situasi ini semua serba dibatasi. Ini juga menyebabkan atlet kurang latihan tanding dan berat badan bisa naik,” kata Ade dalam webinar "Hidup Sehat di Tengah Pandemi", Rabu (10/2/2021).
Dalam webinar yang diadakan Alumni Kanisius Menteng 64 untuk Indonesia itu, Ade juga menyampaikan, aspek lain penyebab kenaikan berat badan atlet, tak lain keterbatasan mendatangi fasilitas olahraga karena imbauan di rumah saja.
"Tapi salah satu yang paling berpengaruh, juga pola makan selama pandemi. Berat badan naik karena kebiasaan makan yang kurang tepat, yaitu berlebih karbohidrat," kata dia.
Kelebihan berat badan membuat beban jantung meningkat, begitu pula beban persendian. Akibatnya, lanjut Ade, atlet menjadi cepat lelah, dan performa mereka menjadi tidak optimal.
Latihan fisik
Untuk tetap bugar, olahraga dengan intensitas rendah hingga sedang sangat dianjurkan. Bagi orang yang baru mulai, berolahraga bisa dilakukan 2-3 kali sepekan, lalu perlahan ditingkatkan menjadi 4-5 seminggu, selanjutnya setiap hari.
Olahraga berintensitas rendah adalah ketika seseorang masih bisa bernapas dan berbicara dengan normal saat olahraga. Sementara itu, olahraga intensitas sedang membuat orang sedikit terengah-engah. Olahraga intensitas rendah dan sedang bagus untuk memperkuat imun.
Durasi berolahraga yang disarankan adalah 60 menit. Adapun waktu ideal berolahraga ialah pagi hari karena badan masih bugar setelah bangun tidur. Orang yang kurang tidur disarankan berolahraga pada sore atau malam hari.
Pelatih lari dari Gantarvelocitu, Agung Mulyawan, mengatakan, membaca kondisi lingkungan saat berolahraga sangat penting selama pandemi. Daerah yang termasuk zona hijau Covid-19 dinilai aman untuk olahraga luar rumah.
”Olahraga sesuai ruang yang tersedia di rumah. Jika berolahraga di luar rumah memungkinkan, selalu siapkan masker. Intinya, tetap menjaga protokol kesehatan dan kebersihan. Sebab, tujuan olahraga, kan, agar sehat dan terhindar dari Covid-19,” kata Agung.
Baca juga : Olahraga di Rumah Saja!
Ia menyarankan agar olahraga fokus pada fondasi tubuh. Melatih fondasi tubuh termasuk berlatih keseimbangan, kelenturan atau fleksibilitas, dan kekuatan.
Olahraga grup secara daring pun disarankan. Dengan begitu, gerakan yang dilakukan akan terpantau dan mengurangi risiko cedera.