Berpikir Kreatif dan Adaptif di Tengah Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 membawa sederet konsekuensi, termasuk kepada industri perfilman nasional. Produksi terhenti. Namun, selain mengambil jeda untuk kontemplasi, para pelaku dituntut kreatif dan adaptif agar bertahan.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
Hari Film Nasional ke-70, yang diperingati pada 30 Maret 2020 seharusnya jadi perayaan bagi pencipta, penonton, pengarsip, pemutar, pengkritik, dan seluruh pekerja dalam ekosistem film Indonesia. Namun, tahun ini insan perfilman harus memperingati hari bersejarah itu di tengah ”paceklik” hebat karena dampak pandemi Covid-19. Dalam situasi ini, sineas dan distributor film dituntut kreatif dan adaptif agar bisa bertahan.
Hingga Jumat (3/4/2020), virus korona baru telah menginfeksi 1.986 orang di 32 provinsi. Kondisi ini memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan bekerja dari rumah, diikuti sejumlah aturan lain, seperti menjaga jarak sosial dan karantina mandiri. Beberapa daerah bahkan menerapkan karantina pembatasan untuk meredam penyebaran virus.
Bagi industri perfilman nasional, situasi ini menghasilkan kejadian-kejadian yang terkait. Gangguan sudah terasa sejak sejumlah jaringan bioskop memutuskan menghentikan aktivitas. Produksi film dan televisi terhambat, jadwal pemutaran dan diskusi film terganggu, serta kerja ratusan talent dan kru produksi dibatalkan atau ditunda.
Bagi produser, sutradara, dan penulis naskah Andi Bachtiar Yusuf, awal April ini seharusnya menjadi waktu sibuk untuk memproduksi sekuel Dealova (2005). Film yang saat itu ditonton lebih dari 1,75 juta penonton Indonesia tersebut akan diproduksi di Jakarta, Surabaya, Magelang, dan Pacitan. Sekitar 80 persen persiapan syuting sudah terlaksana.
Akan tetapi, rencana pengambilan gambar untuk film yang menelan biaya sekitar Rp 7 miliar itu harus ditunda, entah sampai kapan, karena pandemi. Menurut dia, untuk aktor utama yang mementingkan keselamatan memang tidak masalah apabila syuting ditunda karena pendapatan mereka cukup besar.
Namun, bagi puluhan kru dan tim pendukung, yang mengandalkan pendapatan harian atau mingguan dari produksi film, tentu sangat mengganggu. Kru dan pendukung film ini termasuk sopir, teknisi listrik, konsumsi, dan pekerja produksi bangunan yang menyiapkan lokasi syuting.
Bagi kru dan tim pendukung, terhentinya produksi film tentu sangat mengganggu.
”Kru film meminta agar syuting tetap berjalan karena kalau tidak ada syuting, mereka tidak ada pekerjaan. Tidak ada pekerjaan berarti tidak ada penghasilan,” kata Andi.
Namun, demi kepentingan keselamatan nasional, Andi memutuskan syuting ditunda, paling cepat hingga awal Juni. Terhentinya produksi film membuat kru dan tim pendukung kembali ke daerah masing-masing dan beralih profesi menjadi petani atau pengemudi ojek daring.
April juga seharusnya jadi bulan yang sibuk untuk sineas Yosep Anggi Noen. Setelah berkeliling di 20 negara, karyanya yang berjudul The Science of Fictions seharusnya mulai diputar di bioskop-bioskop di Indonesia. Namun, rilis film yang bercerita tentang Siman (diperankan Gunawan Maryanto), seorang pria pendiam yang tak sengaja menyaksikan syuting pendaratan di Bulan oleh para kru asing itu harus ditunda. ”Ketika sedang semangat-semangatnya rilis di Indonesia, malah ada situasi darurat ini,” kata Anggi Noen.
The Science of Fictions tayang perdana di tingkat Asia dalam Busan International Film Festival 2019 dan juga ditayangkan di festival Locarno Film Festival ke-72, di Locarno, Swiss, Agustus 2019. Penundaan penayangan film di Indonesia, menurut Anggi, sangat mengganggu karena The Science of Fictions bukanlah film dengan anggaran promosi yang besar.
”Film saya mempunyai bujet promosi yang minim. Ketika sudah kehabisan amunisi promosi, saya harus berpikir kreatif untuk menjaga antusiasme dan ingatan penonton. Ini jadi tantangan karena saya bekerja di industri kreatif, maka ya harus berpikir kreatif. Jangan jadi mandek (berhenti),” kata sutradara dari film Istirahatlah Kata-kata (2016) itu.
Untuk menjaga semangat dan antusiasme penonton, Anggi rajin mengikuti diskusi film yang diselenggarakan secara virtual. Ia juga mempromosikan karya lama yang ditayangkan pada sejumlah platform digital. Melalui Twitter, ia memasarkan film pendek berjudul Rumah yang produksi di Okinawa, Jepang. ”Ini penting untuk menjaga umat menonton film,” ujarnya.
Produser dan sutradara Mira Lesmana juga menyiasati terganggunya produksi film akibat pandemi dengan cara kreatif. Ia melakukan proses casting dan rapat internal secara daring. Rencana pengecekan lokasi syuting di sejumlah wilayah di Indonesia dibatalkan. Proses pencarian lokasi dilakukan berdasarkan foto-foto yang sudah ada. Sambil menunggu wabah berlalu, Mira dan timnya berusaha memastikan penulisan naskah beres sesuai jadwal.
Menurut Mira, saat ini industri perfilman nasional dan dunia hanya bisa menunggu dan berharap pandemi Covid-19 segera berlalu. Di tengah merebaknya virus, Mira mengimbau masyarakat agar mematuhi anjuran dari pemerintah untuk menjaga jarak sosial, bekerja di rumah, dan menghentikan kegiatan yang melibatkan orang banyak.
Berdasarkan data dari Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi), ada 15 proyek produksi film yang ditunda eksekusinya sejak Maret hingga April 2020. Jumlah proyek ini baru mencakup film komersial atau layar lebar, belum termasuk film dokumenter dan serial.
Ketua Badan Perfilman (BPI) Indonesia, yang juga pengusaha, produser film, dan pemilik rumah produksi PT Kharisma Starvision Plus, Chand Parwez Servia memperkirakan industri film akan terganggu selama satu tahun akibat Covid-19. ”Kalau kita bisa menyelamatkan sekitar 25 persen dari industri saja, itu sudah bagus,” katanya.
Dengan situasi ini, Parwez mengatakan, insan film berusaha saling menyemangati pada masa-masa sulit. Dengan minimnya kegiatan produksi film Indonesia, kesempatan ini menjadi jeda yang baik untuk merumuskan kembali sistem perfilman nasional dan memikirkan bagaimana memberantas pembajakan film yang massif. Harapannya, begitu pandemi Covid-19 berlalu, industri film nasional bisa kembali tumbuh dengan arah yang jelas dan dapat memberi keuntungan untuk semua pelaku dalam industri ini.