KPK dan pegiat antikorupsi mengapresiasi langkah pemerintah mengecualikan pembebasan narapidana koruptor dalam program asimilasi narapidana dewasa dan anak untuk memutus pandemi Covid-19 di lapas dan rumah tahanan.
Oleh
PDS/INA/AIN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah pemerintah mengecualikan pembebasan narapidana koruptor dalam program asimilasi sekitar 30.000 narapidana dewasa dan anak untuk memutus pandemi Covid-19 di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan mendapatkan apresiasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan pegiat antikorupsi. Selanjutnya, pemerintah diharapkan juga dapat melakukan pembebasan terhadap narapidana pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang karena melebihi kapasitas di lapas dan rutan.
”Kami mengapresiasi apa yang telah disampaikan presiden karena kita semua tahu bahaya dan dampak dari korupsi,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (6/4/2020), di Jakarta.
Hal senada juga diungkapkan oleh Peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana. Ia juga mengatakan, pernyataan Presiden Joko Widodo layak diapresiasi.
”Kami mengapresiasi apa yang telah disampaikan presiden karena kita semua tahu bahaya dan dampak dari korupsi.”
Kemarin, di Istana Bogor, Jawa Barat, dalam pengantar rapat terbatas melalui media telekonferensi, Presiden Jokowi menegaskan tidak terpikir sama sekali untuk membebaskan narapidana korupsi. ”Dibahas saja tidak pernah dalam rapat,” kata Presiden.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, melalui SK Menkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 yang ditandatangani pada 30 Maret 2020, telah mengeluarkan dan membebaskan narapidana dan anak lewat program asimilasi. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Minggu (5/4), juga telah menegaskan keputusan pemerintah tersebut.
Wacana pembebasan narapidana korupsi sebelumnya didesak Komisi III DPR saat rapat kerja dengan Menkumham, yang meminta revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Tiga usulan KPK
Pelaksana Tugas Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding menambahkan, terkait napi yang melebihi kapasitas, KPK merekomendasikan tiga cara mengatasi hal itu. Selain kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan optimalkan peran Balai Pemasyarakatan melalui mekanisme diversi kasus tindak pidana ringan dan pengguna narkotika, penyelesaian narapidana yang dipenjara lebih dari masa tahanan dan remisi otomatis lewat sistem dan bukan permohonan asal tak punya catatan kelakuan buruk.
”Saat ini terdapat sekitar 40.000 napi pengguna narkoba yang sangat mungkin direhabilitasi dan bukan ke lapas.”
”Saat ini terdapat sekitar 40.000 napi pengguna narkoba yang sangat mungkin direhabilitasi dan bukan ke lapas,” kata Ipi. Jika rekomendasi KPK dijalankan, persoalan jumlah napi melebihi kapasitas teratasi. Dari rekomendasi pertama dan kedua, setidaknya 30 persen dari total 261.000 napi dapat dikurangi. Cara itu lebih efektif daripada keluarkan narapidana koruptor yang jumlahnya hanya sekitar 5.000 orang.
Direktur Yayasan LBHI Asfinawati mengatakan, setelah PP No 99/2012 tak direvisi, pengguna narkotika dapat dibebaskan. Sebab, selama ini, mereka membuat penjara penuh, padahal kejahatannya tak valid. ”Di UU sudah disebut, pengguna narkotika bisa direhabilitasi,” katanya.
Terkait pembebasan narapidana, sebanyak 1.362 narapidana di Provinsi Aceh diberikan asimilasi dan pembebasan bersyarat untuk menghentikan penyebaran wabah Covid-19 di lapas.