Dalam waktu sehari, pada Senin, 8 Juni 2020, pagi, buronan kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra, muncul di kantor pemerintahan dan pengadilan negeri layaknya warga masyarakat biasa.
Senin, 8 Juni 2020, pukul 08.00. Empat orang keluar dari mobil di depan lobi Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Salah satunya adalah Joko Tjandra, buronan terpidana kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali.
Sudah 11 tahun Joko Tjandra buron. Pagi itu, Joko ditemani sopir dan kuasa hukumnya, Anita Kolopaking, datang ke Kantor Kelurahan Grogol Selatan di Jalan Kubur Islam, Jakarta, untuk membuat kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Begitu tiba, Anita langsung menghubungi Lurah Grogol Selatan Asep Subahan. Asep pun keluar dari ruangan kerjanya di lantai dua menuju lobi. Tiga hari sebelumnya, dengan membawa surat kuasa dari Joko, Anita sudah menemui Asep untuk menanyakan data dan status kependudukan kliennya. Senin pagi itu, Joko tinggal datang ke kelurahan untuk merekam data KTP-el.
Asep langsung mengarahkan Joko Tjandra dan koleganya masuk ke ruang layanan kependudukan. Joko dilayani cukup singkat. Foto wajahnya diambil, sidik jarinya dipindai, dan tanda tangannya diminta untuk dibubuhkan pada blangko.
Tidak ada yang tahu bahwa Joko Tjandra buron. Karena di sistem kami juga tidak ada penandanya, misalnya ada tanda alert begitulah.
KTP-el atas nama Joko Soegiarto Tjandra pun terbit. Seluruh proses itu berlangsung sekitar 30 menit.
Lurah Asep dan petugas di kelurahan tak menyadari bahwa yang mereka layani adalah buronan yang sedang diburu Kejaksaan Agung. ”Tidak ada yang tahu (bahwa Joko Tjandra buron). Karena di sistem kami juga tidak ada penandanya, misalnya ada tanda alert (waspada) begitulah,” tutur Asep saat ditemui di Jakarta, Jumat (3/7/2020).
Status hukum Joko Tjandra baru diketahui Asep beberapa hari terakhir dari pemberitaan di media. ”Pihak Kemendagri dan Polda Metro Jaya juga sudah menanyakan soal kedatangan yang bersangkutan,” ujar Asep menambahkan.
Seluruh proses pengurusan KTP yang singkat tersebut, lanjutnya, bukan berarti memberikan perlakuan istimewa kepada Joko Tjandra. Sebab, hal ini juga diterapkan kepada masyarakat lain.
Namun, saat ditanyakan kepada warga setempat, menurut mereka, mengurus KTP-el di Kelurahan Grogol Selatan biasanya memakan waktu sebulan.
Permohonan PK
Seusai mendapat KTP-el, Joko dan pengacaranya langsung bergegas menuju menuju Kantor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan di Jalan Ampera Raya. Jarak Kantor Kelurahan Grogol Selatan menuju PN Jakarta Selatan sekitar 10 kilometer. Butuh waktu setidaknya 30-40 menit menggunakan kendaraan pribadi.
Di halaman PN Jakarta Selatan, rombongan itu bertemu anggota tim kuasa hukum lain, Andi Putra Kusuma. Mereka kemudian menuju Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Jaksel dengan membawa berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali, termasuk KTP-el Joko yang baru jadi.
Suharno dari Humas PN Jakarta Selatan mengatakan, saat itu petugas PTSP memeriksa berkas-berkas yang ada. Karena sudah dianggap lengkap, lalu dibuatkan akta pernyataan permohonan PK oleh panitera.
Di PN Jakarta Selatan, Joko dilayani seperti warga biasa tanpa ada yang menyadari statusnya sebagai buronan.
”Petugas PTSP, panitera, dan yang lain, mungkin dalam hal ini apakah mengerti benar tidaknya, pengetahuan orang, penglihatan orang, atau ingatan orang, belum tentu selalu ingat terus,” kata Suharno.
Panitera PN Jaksel, Muhtar, yang bertemu langsung dengan Joko Tjandra saat menerima pengajuan PK pada 8 Juni tersebut tidak terlihat di PN Jaksel pada Kamis (2/7/2020). Ruangannya kosong. Dia sedang cuti dan baru kembali bekerja pada Senin (6/7/2020).
Kedatangan Joko di PN Jakarta Selatan serta Kelurahan Grogol Selatan pun luput dari rekaman kamera pemantau (CCTV). Di PN Jaksel, rekaman disebut sudah terhapus karena server sistem CCTV pengadilan itu hanya dapat menyimpan rekaman selama sepekan. Sementara kehadiran Joko baru disadari dua pekan setelah 8 Juni.
Adapun di Kantor Kelurahan Grogol Selatan, terdapat empat CCTV yang juga tidak merekam kedatangan Joko. Sebab, semua CCTV sudah tidak berfungsi selama sekitar tiga bulan terakhir. ”Ini karena anggaran perawatan (CCTV) sudah dialihkan untuk Covid-19,” ucap Asep.
Tidak terlacak
Munculnya kembali Joko Tjandra menjadi sorotan publik karena telah menjadi buron negara selama 11 tahun. Joko Tjandra melarikan diri ke luar negeri pada 10 Juni 2009, sehari sebelum Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp 15 juta.
Hasil koordinasi Kejaksaan Agung dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 2009 menunjukkan, Joko Tjandra diketahui pergi ke Port Moresby, Papua Niugini. Ia berangkat menggunakan pesawat carter CL 604 dengan nomor penerbangan N 720 AS yang bertolak dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Rabu, 10 Juni 2009, malam (Kompas, 19/6/2020).
Sebelas tahun berselang, masuknya kembali Joko Tjandra ke Indonesia tidak terlacak. Tidak diketahui kapan persisnya buronan yang dijuluki ”Joker” tersebut masuk ke Indonesia, termasuk jalur yang digunakan.
Rumah Joko Tjandra di Jalan Simprug Golf 1, Kebayoran Lama, juga tak dihuni Joko dan keluarga. Widodo, salah seorang petugas satpam rumah tersebut, mengatakan, rumah itu dalam keadaan kosong, sudah tak dihuni selama ia bertugas di sana dua bulan terakhir. Saat ini, rumah sedang direnovasi.
Kedatangan Joko di PN Jakarta Selatan serta Kelurahan Grogol Selatan pun luput dari rekaman kamera CCTV. Di PN Jaksel, rekaman disebut sudah terhapus karena server sistem CCTV pengadilan itu hanya dapat menyimpan rekaman selama sepekan
Selaku pengacara, Andi Putra mengaku tidak mengetahui sejak kapan Joko Tjandra berada di Indonesia. Kuasa hukum mengaku baru bertemu Joko Tjandra di PN Jakarta Selatan, Senin, 8 Juni 2020, untuk mendaftarkan PK.
Namun, keterangan Andi berubah ketika dikonfirmasi pada Sabtu (4/7/2020) mengenai perekaman KTP-el Joko Tjandra pada 8 Juni silam. Andi mengakui, tim kuasa hukum turut mendampingi Joko Tjandra saat melakukan perekaman KTP-el. Sebab, berkas itu diperlukan dalam mendaftarkan permohonan PK.
Menurut Andi, pemeriksaan data kependudukan juga dimaksudkan untuk mengetahui status kewarganegaraan Joko. Sebab, awalnya tim kuasa hukum juga ragu-ragu, apakah Joko berstatus warga negara Indonesia atau Papua Niugini.