Selain bisa masuk melalui reseptor ACE2 yang ada di saluran pernapasan, virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 ini juga dapat menggunakan reseptor Neuropilin-1, yang banyak terdapat pada jaringan manusia.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Teka-teki mengenai kenapa SARS-CoV-2 sangat menular kepada manusia dibandingkan dengan virus korona lain mulai terkuak. Selain bisa masuk melalui reseptor ACE2 yang ada di saluran pernapasan, virus penyebab Covid-19 ini juga dapat menggunakan reseptor Neuropilin-1, yang banyak terdapat pada jaringan manusia, termasuk saluran pernapasan, pembuluh darah, dan neuron. Ikatan pada Neuropilin-1 ini yang diduga menyebabkan banyak orang yang terinfeksi tidak merasa sakit.
Penemuan dari tim peneliti Jerman-Finlandia ini dipublikasikan di jurnal Science pada 20 Oktober 2020. Tim dipimpin oleh ahli saraf Mika Simons dari Universitas Teknik Munich, Jerman, dan ahli virologi Giuseppe Balistreri dari Universitas Helsinki, Finlandia.
”SARS-CoV-2 menggunakan reseptor ACE2 untuk menginfeksi sel kita sudah diketahui, tetapi virus sering menggunakan banyak faktor untuk memaksimalkan potensi penularannya,” kata Giuseppe Balistreri, dalam keterangan tertulis.
Tidak seperti virus pernapasan lainnya, SARS-CoV-2 juga menginfeksi sistem pernapasan bagian atas termasuk mukosa hidung sehingga bisa menyebar dengan cepat. ”Virus ini dapat keluar dari tubuh kita, bahkan saat kita hanya bernapas atau berbicara,” Balistreri menambahkan.
Para peneliti awalnya ingin menjawab mengapa SARS-CoV-2 dapat menyebar dengan lebih cepat dibandingkan dengan virus korona yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut atau SARS pada 2003. Untuk memahami perbedaan ini, para peneliti melihat protein permukaan virus yang menyerupai kait (spike) yang bisa mengikatkan mereka ke sel manusia.
Balistreri mengungkapkan, karakteristik SARS-CoV-2 yang sangat menular mulai dicurigai saat terungkapnya urutan total genom virus ini pada akhir Januari 2020. ”Dibandingkan dengan kerabatnya virus korona lain, SARS-CoV-2 memiliki tambahan pada protein permukaannya, yang juga ditemukan dalam virus manusia yang merusak, termasuk ebola, HIV, dan jenis flu burung yang sangat patogen,” tuturnya.
Dengan mempelajari urutan protein spike pada permukaan SARS-CoV-2, peneliti menemukan urutan kecil asam amino yang tampaknya meniru urutan protein yang ditemukan dalam protein manusia yang berinteraksi dengan Neuropilin-1. ”Dengan menerapkan berbagai pendekatan struktural dan biokimia, kami telah mampu membuktikan bahwa protein spike dari SARS-CoV-2 memang terikat pada Neuropilin-1,” kata ahli virologi Ari Helenius, yang terlibat dalam riset.
Bersama-sama, tim peneliti internasional yang terkoordinasi, termasuk lebih dari 30 ilmuwan dari Jerman, Finlandia, Estonia, dan Australia, melihat apakah neuropilin penting untuk infeksi SARS-CoV-2. Eksperimen mereka mendukung hipotesis ini. Menariknya, James L Daly dari University of Bristol, Inggris, dan tim memperoleh hasil yang serupa dan memastikan bahwa lonjakan virus mengikat langsung ke Neuropilin-1. Hasil kajian James juga dipublikasikan di jurnal Science pada tanggal yang sama.
Neuropilin-1 adalah protein pada manusia yang dikodekan oleh gen NRP1. Dengan secara khusus memblokir Neuropilin-1 dengan antibodi, para peneliti dapat secara signifikan mengurangi infeksi dalam kultur sel laboratorium.
”Jika Anda menganggap ACE2 sebagai kunci pintu untuk masuk ke dalam sel, maka Neuropilin-1 dapat menjadi faktor yang mengarahkan virus ke pintu. ACE2 diekspresikan pada tingkat yang sangat rendah di sebagian besar sel. Jadi, tidak mudah bagi virus menemukan pintu untuk masuk. Faktor lain, seperti Neuropilin-1, dapat membantu virus menemukan pintunya,” kata Balistreri.
Balistreri dengan hati-hati menyimpulkan, saat ini terlalu dini untuk berspekulasi apakah memblokir langsung neuropilin bisa menjadi pendekatan terapeutik yang layak karena ini dapat menyebabkan efek samping. ”Ini harus dilihat dalam penelitian pada masa mendatang. Saat ini, laboratorium kami sedang menguji efek baru molekul yang telah kami rancang secara khusus untuk memutus hubungan antara virus dan neuropilin. Hasil awal sangat menjanjikan dan kami berharap dapat memperoleh validasi in vivo dalam waktu dekat,” ungkapnya.
Menghilangkan rasa nyeri
Riset terpisah oleh Rajesh Khanna, profesor farmasi pada University of Arizona, menemukan, ikatan SARS-CoV-2 pada Neuropilin-1 memengaruhi rasa nyeri. Artinya, virus juga dapat menggunakan protein ini untuk menyerang sel saraf. Hasil kajian ini akan dipublikasikan di jurnal PAIN.
Dengan memengaruhi rasa sakit, kebanyakan orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 tidak merasakan sakit atau mengalami sedikit gejala meskipun mereka dapat menyebarkan penyakit tersebut. ”Sangat masuk akal bagi saya bahwa mungkin alasan penyebaran Covid-19 yang tak henti-hentinya adalah bahwa pada tahap awal, Anda berjalan dengan baik-baik saja seolah tidak ada yang salah karena rasa sakit Anda telah ditekan,” kata Khanna. ”Anda mengidap virus, tetapi Anda tidak merasa buruk karena rasa sakit Anda hilang,” ujarnya menambahkan.
Khanna mengatakan, selama 15 tahun terakhir, labnya telah mempelajari kompleks protein dan jalur yang berhubungan dengan pemrosesan nyeri yang berada di bagian hilir Neuropilin-1. ”Jadi, kami mengkaji ulang dan menyadari ini bisa berarti bahwa mungkin lonjakan protein akibat infeksi virus ini terlibat dalam semacam pemrosesan rasa sakit.”
”Kami bergerak maju dengan merancang molekul kecil melawan neuropilin, terutama senyawa alami, yang mungkin penting untuk menghilangkan rasa sakit,” kata Khanna. ”SARS-CoV-2 mengajarkan kita tentang penyebaran virus, tetapi Covid-19 membuat kami juga melihat neuropilin sebagai metode non-opioid baru untuk melawan epidemi opioid.”