Ketika saya tengah menyeruput black coffee Amazonia di Max Cafe di Pasar Magdalena, Lima, Peru, tiba-tiba seorang lelaki di belakang saya juga memesan kopi. Badannya tinggi-besar dibalut setelan jas. Ia memesan kopi dalam bahasa Spanyol, bahasa utama di Peru. Semua bekas jajahan Spanyol di Amerika Selatan menggunakan bahasa Spanyol sebagai bahasa resmi. Meskipun fasih berbahasa Spanyol, sepenglihatan sekilas saja, lelaki itu tidak berwajah Latin, mestizo, atau bule.
Setelah basa-basi dan senyum-senyum, ia bertanya, ”Moslem?” Begitu saya jawab ”ya”, dia terlihat senang dan langsung merangkul. Ia pun segera memperkenalkan diri, ”Syarif, Egypt!” Ah, sesuai dugaan, ia berasal dari Mesir, bukan orang asli Peru atau bule Eropa.
Begitu tahu sesama Muslim, terlihat dia begitu surprise dan senang. Bahkan, dia pun cepat-cepat bilang kepada barista bahwa dia mentraktir kami. Walaupun saya sudah bilang bahwa sudah membayar, dia tetap memaksa uang yang sudah dibayar supaya dikembalikan. Syarif kemudian menceritakan bahwa di dekat pasar itu ada masjid. Kepadanya, saya pun menjawab sudah pergi ke masjid itu dan bahkan sudah shalat Jumat, pekan lalu.
Masuknya Islam ke Peru
Syarif tampaknya merupakan bagian dari imigran Muslim di Peru. Imigran Muslim di Peru mengalami dua gelombang. Gelombang pertama kedatangan Muslim ke Peru bersamaan dengan kedatangan orang-orang Spanyol sekitar abad ke-14.
Mereka adalah orang-orang Moor yang melarikan diri dari penyiksaan di Spanyol. Mereka menyebar ke sejumlah tempat di Amerika Selatan. Di Peru, mereka punya pengaruh cukup kuat sehingga memberikan jejak ke berbagai hal, seperti arsitektur, kuliner, sistem sosial, dan politik.
Namun, kehidupan Muslim tidaklah mudah. Tahun 1560, penguasa Spanyol memenjarakan seumur hidup Lope de la Pena alias Alvaro Gonzalez yang digambarkan sebagai ”orang Moor dari Guadalajara”. Ia dihukum karena mempraktikkan dan menyebarkan Islam di Cuzco. Ada sejumlah Muslim yang dihukum karena menyebarkan Islam.
Akibat banyak ancaman dan penganiayaan, akhirnya kaum Muslim hidup sembunyi-sembunyi. Mereka kemudian disebut Muslim-kripto. Mereka teridentifikasi sebagai orang-orang Kristen, tetapi diam-diam mempraktikkan ibadah Islam. Karena selalu tersembunyi, akhirnya Islam menghilang dengan sendirinya di Peru.
Gelombang kedua kedatangan Muslim adalah migrasi dari Palestina dan Lebanon pada 1940-an. Perang Arab-Israel (Palestina versus Israel) yang berkecamuk di Timur Tengah itu memaksa orang-orang Palestina menyelamatkan diri dari penganiayaan Yahudi di tanah air mereka. Rupanya sebagian dari mereka adalah pedagang. Namun, identitas mereka sebagai Muslim juga lambat laun menyatu dengan komunitas setempat. Maklumlah, gelombang orang Palestina yang datang itu hanya sedikit yang Muslim.
Dakwah dan masjid
Baru pada dekade 1980-an, orang-orang Latin mulai banyak yang memeluk Islam setelah mereka bertemu banyak orang Islam dan kembali ke Lima. Mulai ada kegiatan dakwah. Ada beberapa mushala dibangun di Lima, yaitu di Distrik Jesus Maria dan Villa del Salvador tahun 1990-an, tetapi kemudian ditutup karena kekurangan dana.
Sekarang di Lima ada Masjid Asociacion Islamica del Peru di Distrik Magdalena del Mar dan Masjid An Nur di Distrik de Brena. Di Tacna, dekat perbatasan Chile, juga ada masjid yang cukup besar.
Selama berkunjung di Lima, dua kali saya berkesempatan melaksanakan shalat Jumat di Masjid Asociacion Islamica del Peru di Magdalena del Mar. Masjid itu semula merupakan rumah milik pengusaha Palestina yang dihibahkan untuk masjid. Ada dua ruangan yang dijadikan satu untuk shalat. Shalat Jumat digelar sekitar pukul 14.00. Khatib menggunakan dua bahasa, Arab dan Spanyol.
Di masjid itu saya menjumpai kaum Muslim dari sejumlah negara, antara lain Palestina, Pakistan, Lebanon, Malaysia, dan tentu saja orang-orang Indonesia, khususnya staf Kedutaan Besar RI di Lima. Di masjid itu terjadi komunikasi umat Islam dari beberapa bangsa. Misalnya saja sekadar ngobrol-ngobrol seusai shalat Jumat. Perasaan sesama Muslim justru terjalin kuat, apalagi Muslim merupakan minoritas (sekitar 5.000 Muslim) di Peru yang berpenduduk 30-an juta jiwa.