Kaisar Naruhito Akan Menghabiskan Malam dengan Dewi Matahari
Ritual upacara terakhir itu akan ditayangkan secara langsung oleh televisi NHK sebagai upaya pemerintah Jepang menghapus misteri atau kebingungan banyak orang terkait ritual tersebut.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·5 menit baca
TOKYO, RABU — Kaisar Naruhito akan menjalani ritual upacara penobatan terakhirnya sebagai Kaisar Jepang, Kamis (14/11/2019) malam. Dalam ritual terakhir itu, Kaisar Naruhito akan mengenakan jubah putih dan diantar ke sebuah aula kayu yang gelap untuk menghabiskan malam dengan seorang dewi.
Ritual ini berpusat pada Amaterasu Omikami, Dewi Matahari, dan diberi nama Daijosai. Ritual ini merupakan upacara keagamaan yang paling terbuka dari serangkaian ritual penobatan Kaisar Naruhito setelah pengunduran diri ayahnya, Akihito. Para ahli dan pejabat pemerintah mengatakan, upacara tersebut terdiri atas beberapa pesta, bukan—seperti yang terus-menerus dikabarkan—sebagai sebuah hubungan antara kaisar dan Dewi Matahari.
Kamis besok, sekitar pukul 19.00, Naruhito akan memasuki kompleks kuil yang dibangun khusus dan akan masuk di balik tirai putih. Di ruangan yang remang-remang itu, ia akan berlutut di atas tikar jerami yang dikatakan sebagai tempat peristirahatan bagi Sang Dewi. Dua gadis kuil lalu akan membawa persembahan makanan, mulai dari beras hingga abalone, yang digunakan Naruhito untuk mengisi 32 piring yang dibuat dari daun ek.
Setelah itu, Naruhito juga akan membungkuk dan berdoa untuk kedamaian bagi orang-orang Jepang sebelum makan nasi, jawawut, dan anggur beras ”bersama" Sang Dewi. Tahapan ritual yang sama akan diulang lagi di ruangan lain dan baru akan berakhir pukul 03.00.
Ritual upacara itu akan ditayangkan secara langsung oleh stasiun televisi NHK, sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut para ahli, hal ini merupakan inisiatif pemerintah untuk menghilangkan rumor.
”Ada tempat tidur, ada selimut, dan kaisar menjaga jarak darinya,” kata John Breen dari Kyoto International Research Center for Japanese Studies.
Keputusan memperlihatkan ritual itu kepada publik dinilai sebagai upaya Pemerintah Jepang menghapus misteri atau kebingungan banyak orang terkait ritual tersebut. Langkah ini juga untuk menunjukkan bahwa tidak ada hal yang inkonstitusional dalam ritual itu.
Daijosai diyakini telah dilakukan sejak tahun 700-an, tetapi sempat terputus selama hampir tiga abad. Menurut Breen, kekosongan waktu inilah yang membuat ritual itu kehilangan banyak makna aslinya.
Meski semula dipercaya bukan merupakan ritual yang penting dalam proses penobatan, upacara itu kemudian mendapatkan status dan bentuknya tahun 1868 ketika Jepang mulai menjadi negara-bangsa modern di bawah kaisar.
Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako disambut hangat dan meriah oleh publik dalam parade akhir pekan lalu. Keduanya melambaikan tangan dan tersenyum dari mobil yang terbuka, Minggu (10/11/2019). Diperkirakan pada saat itu lebih dari 100.000 orang menyambutnya di tepi jalan, bersorak gembira sambil melambaikan bendera kecil, dan mengabadikan momen itu dari trotoar.
Parade yang diiringi lagu kebangsaan ”Kimigayo” itu berawal dari Istana Kaisar hingga kediaman kekaisaran Akasaka sejauh 4,6 kilometer. Parade ini merupakan yang pertama sejak pasangan Naruhito-Masako menikah tahun 1993 atau tiga tahun setelah orangtua mereka merayakan penobatannya.
Pengamanan sangat ketat. Polisi menetapkan 40 titik pemeriksaan sepanjang area parade. Tongkat swafoto, botol, dan spanduk—bahkan teriakan—dilarang di dalam area terbatas. Warga yang berada di apartemen tinggi sepanjang rute parade tidak diperkenankan menonton parade dari balkon ataupun jendela apartemennya.
Naruhito menggantikan ayahnya, Akihito, yang turun takhta pada 1 Mei. Secara resmi Naruhito naik takhta bulan lalu dalam sebuah upacara penobatan di istana. Ia berjanjimengikuti teladan ayahnya untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai simbol negara, berpegang teguh dengan perdamaian, dan dekat dengan rakyat. Di bawah konstitusi pascaperang Jepang, kaisar tidak memiliki kekuatan politik, perannya terbatas pada peran seremonial.
Naruhito mengenakan mantel yang dihiasi medali dan membawa topi. Adapun Masako dibalut gaun panjang putih tiara, melambaikan tangan dari mobil Toyota Century yang nyaman. Mobil yang dihias dengan lambang bunga Krisan dan bendera kekaisaran itu melaju di bawah sinar matahari sore yang lembut.
Menurut rencana, parade tersebut digelar pada Oktober lalu, tetapi ditunda karena terjadi bencana badai yang menyebabkan lebih dari 90 orang meninggal dan 10.000 rumah terendam banjir. Media lokal memperkirakan 119.000 orang menyaksikan parade itu.
Guna memastikan tempat yang strategis untuk melihat parade, sejumlah warga sudah mengantre sejak Sabtu (9/11/2019). ”Untuk menyaksikan langsung momen bersejarah serta melihat senyum kaisar dan permaisuri, saya ingin berada di depan,” kata Hiyori Okazaki yang menandai tempat di depan Istana Kaisar sejak Sabtu.
Ribuan orang juga telah menandai tempat dengan pandangan terbaik di sekitar titik pengamanan sebelum parade dimulai. Takahiro Suzuki (75), seorang pensiunan dari Chigasaki, Tokyo bagian barat, tiba dua jam sebelum parade dimulai.
”Langit begitu biru dan ini adalah hari yang luar biasa untuk mengambil gambar, seolah ini adalah berkah surga (bagi kaisar),” kata Suzuki, seorang fotografer amatir, hari Minggu lalu. Ia mengagumi kaisar terdahulu dan ingin melihat Naruhito meneruskan pekerjaan ayahnya.
”Saya berharap ia akan tetap berpegang teguh pada perdamaian, seperti ayahnya,” ujar Suzuki.
Namun, kekaisaran Jepang juga harus mulai berpikir serius soal stabilitas kekaisaran karena menghadapi minimnya penerus yang memenuhi syarat. Kaum konservatif menghendaki hanya laki-laki yang bisa meneruskan kekaisaran.
Parade ini menutup acara suksesi resmi Naruhito meski Naruhito akan hadir dalam upacara kekaisaran, Kamis besok.
Naruhito dan Masako disambut hangat oleh publik. Menurut pengamat istana, banyak orang Jepang terutama terkesan oleh pasangan itu yang bebas berbicara dengan Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara Melania Trump selama berkunjung beberapa minggu setelah suksesi Naruhito pada bulan Mei.
Internasionalisasi kekaisaran
Ada harapan bahwa Naruhito—yang merupakan kaisar pertama Jepang dengan gelar sarjana dan yang belajar di luar negeri—dan istrinya yang berpendidikan Harvard akan menginternasionalisasi rumah tangga kekaisaran.
Naruhito belajar di Oxford serta seorang sejarawan, pemain biola, dan pakar transportasi air. Adapun Masako, mantan diplomat, telah berjuang selama lebih dari satu dekade dan telah menarik diri dari publik hingga saat ini. Dia pernah mengalami ”gangguan penyesuaian” setelah melahirkan anak tunggal, Putri Aiko, dan menghadapi tekanan untuk memiliki anak laki-laki di kerajaan Jepang.
Terlepas dari kondisi kesehatannya dan kemampuannya untuk meneruskan pekerjaan mantan Permaisuri Michiko yang sangat populer, Masako telah terlihat sehat dan tersenyum ketika dia melakukan sebagian besar tugasnya baru-baru ini.
Jajak pendapat menunjukkan dukungan publik dan rasa keramahan terhadap keluarga kerajaan telah meningkat selama tiga dekade terakhir. Hal itu sebagian besar disebabkan oleh upaya orangtua Naruhito untuk membawa kekaisaran lebih dekat dengan rakyatnya. (AP/REUTERS)