Akar Sejarah Konflik dan Harmoni Arab, Persia, Turki
Bangsa Arab, Turki, dan Persia selalu terlibat persaingan sengit melalui poros yang dibangun sesuai dengan kepentingan mereka. Konflik di Timur Tengah saat ini tidak lepas dari pertarungan ketiga poros tersebut.
Ada dua peristiwa besar di Timur Tengah yang menghebohkan dunia Arab dan internasional akhir-akhir ini.
Pertama, kesepakatan keamanan dan kemaritiman Turki-Libya yang ditandatangani Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan PM Libya Fayez Sarraj di Istanbul pada akhir November 2019. Kedua, tewasnya Mayor Jenderal Qassem Soleimani akibat serangan rudal pesawat tanpa awak AS di Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari lalu.
Soleimani adalah komandan Brigade Al-Quds dari satuan elite Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab atas pengembangan pengaruh Iran di mancanegara dan sekaligus perlindungan kaum Syiah di muka bumi ini.
Erdogan dan Soleimani adalah simbol dan sekaligus arsitek ekspansi pengaruh Turki dan Iran di mancanegara saat ini.
Di Iran, memang Pemimpin Revolusi Iran (1979) Ayatollah Imam Khomeini yang meletakkan dasar ideologi ekspansi pengaruh Iran dengan slogan yang sering didengungkan ”ekspor revolusi Iran”. Namun, Soleimani, melalui Brigade Al-Quds, yang berjasa besar sebagai pelaksana ideologi ekspansi yang ditanam Imam Khomeini itu.
Di tangan Soleimani, Iran kini ”menguasai” empat ibu kota negara Arab, yaitu Baghdad (Irak), Damaskus (Suriah), Beirut (Lebanon), dan Sana’a (Yaman). Media Arab pun menyebut, revolusi Iran tahun 1979 berambisi mengembalikan kejayaan Dinasti Persia.
Adapun di Turki, Erdogan kembali mengembangkan pengaruh Turki di kawasan Timur Tengah setelah ambruknya Dinasti Ottoman pada 1923.
Negara Turki modern yang dibangun Mustafa Kemal Ataturk pada 1923 menganut kebijakan memperkuat nasionalisme Turki dan cenderung mengisolasi diri dari kawasan sekitar.
Baca juga: Soleimani, Iran, dan Syiah
Namun, Erdogan, sejak berkuasa di Turki pada 2002, secara bertahap mengubah kebijakan luar negeri Turki yang mengarah lebih ekspansif. Di bawah kepemimpinan Erdogan, Turki pun kini mengontrol dua ibu kota Arab, yakni Tripoli (Libya) dan Doha (Qatar), ditambah kota besar Kurdi di Suriah utara, yakni Kota Afrin.
Turki di era Erdogan telah melancarkan tiga operasi militer besar di Suriah utara, yaitu operasi Perisai Eufrat pada Agustus 2016, operasi Ranting Zaitun pada Januari 2018, dan operasi Perdamaian Musim Semi pada Oktober 2019. Turki melalui tiga operasi militer itu kini menguasai sebagian besar wilayah Suriah utara dan timur laut, khususnya yang berpenduduk mayoritas Kurdi.
Turki pun tidak menyia-nyiakan permintaan Qatar untuk membangun kamp militer di negeri itu, menyusul blokade dari kuartet Arab (Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab) terhadap Qatar pada Juni 2017. Ini untuk pertama kalinya Turki kembali menginjakkan kaki di kawasan Teluk Arab pasca-ambruknya Dinasti Ottoman pada 1923.
Kemudian, Turki menginjakkan kaki di Afrika Utara melalui Libya, dengan mengulurkan bantuan kepada PM Libya Fayez Sarraj lewat kesepakatan keamanan dan kemaritiman pada November 2019. Ini juga pertama kali Turki bisa menginjakkan kaki di Afrika Utara melalui Libya sejak ambruknya Dinasti Ottoman pada 1923.
Baca juga: Belajar dari Oman, Negeri Tanpa Musuh di Dunia Arab
Media Arab pun menyebut, Turki di era Erdogan berambisi mengembalikan kejayaan Dinasti Ottoman yang eksis selama 623 tahun (1299-1922). Dinasti Ottoman pada masa jayanya pernah menguasai Afrika Utara, Jazeera al-Arab, Asia Tengah, dan Eropa Tengah.
Jika kini Iran mengontrol empat ibu kota Arab, yakni Baghdad, Damaskus, Beirut, dan Sana’a, serta Turki mengontrol dua ibu kota Arab, yaitu Tripoli dan Doha, sesungguhnya hanyalah bagian dari rangkaian perjalanan konflik dan harmoni bangsa Arab, Persia, dan Turki.
Arab, Persia, dan Turki adalah tiga bangsa sebagai pemeluk pertama agama Islam dan kemudian menjadi pilar serta pusat peradaban Islam. Jika ada bangsa lain yang memeluk Islam, seperti bangsa India, China, Melayu, dan Afrika, itu terjadi setelah bangsa Arab, Persia, dan Turki.
Bangsa Arab, Persia, dan Turki juga menempati kawasan yang sama, yakni kawasan yang dikenal dengan nama Timur Tengah. Maka, tidak heran, interaksi antara bangsa Arab, Persia, dan Turki memberi dampak paling besar terhadap situasi di Timur Tengah dan dunia Islam.
Perang dan damai di Timur Tengah juga sangat dipengaruhi oleh pola hubungan bangsa Arab, Turki, dan Persia.
Dalam konteks perjalanan sejarah tiga bangsa tersebut, bangsa Persia yang lebih dahulu maju dan memiliki peradaban tinggi.
Dinasti Persia sudah eksis sejak 550-330 sebelum Masehi (SM) hingga 1925 Masehi. Dinasti Persia pernah menguasai wilayah luas dari Afrika Utara hingga perbatasan China. Dinasti Persia pun pernah menjadi dinasti superpower yang bersaing dengan dinasti Romawi (27 SM-1453 M) saat itu.
Pada era pra-Islam, ada dua dinasti besar yang menguasai wilayah Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa, dan kawasan Mediterania, yaitu dinasti Romawi dan Persia.
Pada era Islam, bangsa Persia terus mampu membangun dinasti besar, seperti Safavid (1501 M-1736 M), Dinasti Afsharid (1736 M-1796 M), Dinasti Zand (1751 M-1794 M), dan Dinasti Qajar (1785 M-1925 M).
Adapun bangsa Arab sebelum Islam adalah bangsa terbelakang yang hidup terpencil di Jazeera Al-Arab (Arab Saudi sekarang). Adalah Islam yang memberi peradaban terhadap bangsa Arab sehingga menjadi bangsa yang maju dan besar.
Bangsa Arab dengan Islam bisa membangun dinasti besar, yaitu Dinasti Umawi (661 M-750 M) dan Dinasti Abbasid (750 M-1258 M), meluas hingga ke Afrika Utara, Asia Tengah, Asia Barat, Balkan, dan Persia (wilayah Iran sekarang).
Begitu juga bangsa Turki sebelum Islam adalah bangsa yang tidak diperhitungkan dan wilayah Anatolia (wilayah Turki sekarang) hanyalah sebagai bagian wilayah dari Dinasti Byzantine.
Adalah Islam yang memberi peradaban baru terhadap bangsa Turki setelah Islam masuk ke wilayah Anatolia dan rakyat Turki memeluk agama Islam. Bangsa Turki melalui Islam akhirnya bisa membangun Dinasti Ottoman pada 1299, yang berhasil menaklukkan Dinasti Byzantine atau Dinasti Romawi Timur pada 1453, sekaligus mengambil alih kota Istanbul saat itu.
Maka, bangsa Arab, Persia, dan Turki pada era Islam adalah tiga bangsa besar di Timur Tengah yang saling berinteraksi dan memberi pengaruh satu sama lain, serta sekaligus bersaing atau berperang antara mereka.
Bangsa Arab pernah menguasai bangsa Persia dan Turki pada era Dinasti Umawi dan Abbasid. Bangsa Turki juga pernah menguasai bangsa Arab pada era Dinasti Ottoman, tetapi gagal menguasai Persia setelah tentara Ottoman berhasil dibendung oleh tentara Safavid pada perang 1623-1639.
Kini, pada era modern, bangsa Arab, Turki, dan Persia kembali terlibat persaingan sengit melalui poros yang dibangun masing-masing sesuai dengan kepentingan mereka. Ada poros Arab Saudi, poros Turki, dan poros Iran.
Konflik di Timur Tengah saat ini tidak lepas dari pertarungan tiga poros tersebut.