Kematian akibat Covid-19 di Italia Kini Terbanyak di Dunia
Tingginya populasi lansia yang rentan sakit dan kolapsnya sistem kesehatan membuat Italia menjadi negara dengan jumlah kasus meninggal akibat Covid-19 terbanyak di dunia, mengalahkan China.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
ROMA, JUMAT — Korban meninggal akibat pandemi Covid-19 di Italia kini telah melebihi korban meninggal akibat penyakit yang sama di China. Tingginya populasi lansia yang rentan sakit dan kolapsnya sistem kesehatan disebut-sebut menjadi penyebabnya.
Italia, negara berpenduduk 60 juta, melaporkan bahwa telah terjadi 3.405 kematian akibat Covid-19 atau 150 jiwa lebih banyak dari China, yang berpenduduk lebih dari 20 kali lipat lebih besar dari Italia.
Baca juga:
Otoritas kesehatan di Italia menyebutkan bahwa alasan tingginya angka kematian di Italia, antara lain, adalah tingginya populasi lansia di sana yang rentan mengalami komplikasi setelah terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Italia memiliki populasi lansia terbesar di dunia dan mayoritas–sekitar 87 persen– kematian lansia di sana terjadi di kelompok umur di atas 70 tahun.
Jonas Schmidt-Chanasit, seorang virolog di Bernhard Nocht Institute for Tropical Medicine Jerman, memiliki pendapat lain mengapa korban meninggal di Italia begitu banyak. ”Itulah yang terjadi jika sistem kesehatan kolaps,” ujar Schmidt-Chanasit.
Ketika berkunjung ke Milan, Pemimpin Delegasi Palang Merah China Sun Shuopeng mengecam Italia yang gagal mengimplementasikan penutupan (lockdown) dengan serius. Di Milan, Shuopeng terkejut karena masih melihat banyak penduduk yang berjalan-jalan, menggunakan transportasi publik, dan makan di hotel.
”Sekarang kita harus menghentikan semua aktivitas ekonomi dan menghentikan mobilitas orang,” ujar Shuopeng. ”Semua orang harus berdiam di rumah untuk karantina diri.”
Ketika berkunjung ke Milan, Pemimpin Delegasi Palang Merah China Sun Shuopeng mengecam Italia yang gagal mengimplementasikan penutupan (lockdown) dengan serius.
Secara global kasus Covid-19 saat ini sudah hampir 245.000 kasus dengan jumlah korban meninggal mencapai 10.000 jiwa lebih. Sebanyak 86.000 lebih orang yang terinfeksi kini sudah sembuh.
Selain Italia, negara lain di Eropa juga sedang berjuang mengendalikan pandemi Covid-19. Di Madrid, Spanyol, misalnya, sebuah hotel bintang empat difungsikan menjadi rumah sakit.
Perdana Menteri Perancis Edouard Philippe memohon warganya untuk menjaga jarak sosial. ”Jika kamu mencintai seseorang, kamu harus menghindari untuk memeluknya,” ujarnya di hadapan parlemen.
Sementara Pemerintah Inggris yang dikritik karena terlambat bertindak telah membuat undang-undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menahan warga dan membatasi pertemuan yang dihadiri banyak orang. Rancangan undang-undang ini diharapkan disetujui parlemen pekan depan.
Dari Monaco dilaporkan bahwa Pangeran Albert II positif terinfeksi Covid-19. Kantor Pangeran Albert II menyebutkan, kondisi kesehatannya tidak mengkhawatirkan. ”Pangeran Albert terus bekerja dari kantornya di apartemen pribadinya,” demikian pernyataan kantornya, Kamis.
Pangeran Albert II (62) terus menjalin kontak dengan para anggota kabinet, aparat pemerintah, dan para staf terdekatnya. Kabar tertularnya Pangeran Albert II menambah panjang daftar para figur publik yang terinfeksi penyakit tersebut. Pada Kamis kemarin, kepala juru runding Brexit dari Uni Eropa, Michel Barnier, juga positif Covid-19. Sebelumnya, aktor Tom Hanks dan istrinya, Rita Wilson, serta istri PM Kanada Justin Trudeau, Sophie, juga terinfeksi.
Di Amerika Serikat, Angkatan Darat AS menyiapkan rumah sakit militer bergerak yang akan dikirim ke sejumlah kota di sana. Untuk permulaan, kemungkinan rumah sakit itu akan dikirim ke Seattle dan New York City. Selain itu, para pejabat pemerintah di New York dikirim ke China untuk membeli ventilator.
Sebaliknya, China melaporkan bahwa tidak ada kasus baru Covid-19 di kota Wuhan, Provinsi Hubei, dalam dua hari terakhir. Padahal, Wuhan merupakan awal dari pandemi Covid-19. Puluhan ribu warga Wuhan terinfeksi. Kota berpenduduk sekitar 11 juta ini pun ditutup 23 Januari 2020.
”Hari ini kita menyaksikan senja setelah berhari-hari kerja keras,” kata Jiao Yahui, inspektur senior di Komisi Kesehatan Nasional China, Kamis (19/3/2020).
Apabila nol kasus di Wuhan ini berlangsung sampai 14 hari, kebijakan penutupan kota itu akan dicabut. Namun, pada saat yang sama China menghadapi 39 kasus baru yang semuanya merupakan kasus impor.
Di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan, dunia sedang ”berperang melawan virus” dan memperingatkan bahwa ”resesi global hampir pasti terjadi”.
”Ini adalah momen yang membutuhkan kebijakan yang terkoordinasi, tegas, dan kebijakan yang inovatif dari para pemimpin ekonomi dunia,” kata Guterres. ”Kita berada dalam situasi yang baru dan aturan-aturan normal tak lagi berlaku.” (AP/REUTERS)