Banyak orangtua sakit dan meninggal karena Covid-19. Tetapi, anak muda pun tak lebih kebal dibandingkan dengan orangtua. Anak muda bisa terjangkit tanpa gejala dan tetap bisa menyebarkannya ke orang lain tanpa disadari.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·5 menit baca
Berbagai negara di dunia kini berjuang keras mengendalikan pandemi Covid-19 dengan membatasi mobilitas warganya di muka umum. Namun, kenyataannya di lapangan masih ada saja yang melanggar. Salah satunya adalah anak-anak muda.
Media di Belgia melaporkan, polisi dan agen federal membubarkan sebuah pesta yang dihadiri sekitar 300 orang di Tenneville, Luksemburg, Sabtu pekan lalu. Media lokal di Jerman pun mengabarkan polisi setempat membubarkan anak muda yang tetap berkumpul di sejumlah taman di Berlin meski kebijakan penutupan (lockdown) sudah diberlakukan.
Sementara di Perancis, orangtua dari remaja yang melanggar kebijakan penutupan dengan bepergian keluar rumah untuk keperluan yang tidak mendesak bisa didenda 40 dollar AS sampai 150 dollar AS. Warga yang terpaksa bepergian keluar rumah harus mengisi formulir yang menyatakan alasannya bepergian. Bertemu dan berkumpul dengan teman tidak bisa menjadi alasan seseorang keluar rumah.
Otoritas Italia sempat memberlakukan denda 206 euro bagi siapa saja yang melanggar kebijakan karantina kota. Namun, karena masih banyak yang melanggar akhirnya kebijakan karantina kota diperketat. Siapa pun yang kedapatan keluyuran di luar rumah akan ditangkap polisi dan dites Covid-19. Jika terbukti positif, ia akan dirawat hingga sembuh, dan setelah itu menghadapi ancaman hukuman penjara 1-12 tahun karena melanggar kebijakan karantina.
Sulitnya menjaga remaja dan anak muda untuk tetap di rumah selama kebijakan pembatasan, karantina, atau penutupan pun dialami orangtua di Amerika Serikat. ”Mereka merasa sehat dan cuaca juga bagus, jadi mereka pikir bisa pergi dan melakukan apa saja," kata Anastasia Gavalas, seorang ibu dari lima anak di Southampton, New York, Jumat (20/3/2020), atau dua hari sebelum sekolah di New York ditutup.
Ia menambahkan, ”Jika mereka bisa memanjat pagar yang dikunci dan bermain bola di taman, mereka akan lakukan. Jika masih ada toko yang tetap buka, mereka akan cari dan pergi ke sana. Tak peduli seberapa besar saya minta, mereka tetap keluar dan beraktivitas.”
”Ini seperti menggembalakan ayam,” lanjut Gavalas yang memiliki lima anak berusia 13-21 tahun itu.
Di Manhattan, sejak sekolah dan universitas ditutup, Alina Adam berdiam di rumah bersama anaknya yang berusia 3, 13, 16, dan 20 tahun. ”Saya benar-benar menyerah karena saya tahu bahwa ketika saya menyuruh mereka untuk diam di rumah, mereka akan langsung menentangnya,” kata Adam.
”Anak perempuan saya yang berumur 13 tahun akhirnya membuat unggahan TikTok yang banyak,” katanya.
Impulsif, penilaian yang tidak hati-hati, egosentris. Menurut psikolog anak dan remaja dari Child Mind Institute di New York, Rachel Busman, sifat itulah yang ada di otak anak muda yang masih berkembang. Hanya saja, dalam situasi pandemi sekarang, sifat itu bisa membahayakan nyawa orang lain.
Tips bagi orangtua
Lalu, apa yang bisa dilakukan orangtua terutama pada anak muda yang biasanya memiliki mobilitas dan kebebasan yang lebih?
”Jika Anda mulai percakapan dengan, ’kamu tidak boleh melakukan itu’, mereka akan berpikir, ’oh ya saya boleh, saya sudah dewasa’,” kata Busman.
Bagi mayoritas orang, SARS-CoV-2, virus korona baru penyebab Covid-19, menimbulkan gejala yang ringan hingga sedang, seperti demam dan batuk. Sementara bagi sebagian yang lain, terutama orang tua dan orang dengan penyakit penyerta, bisa menyebabkan sakit yang lebih parah, termasuk pneumonia.
Mayoritas mereka yang terinfeksi memang sembuh. Akan tetapi, banyak remaja dan anak muda yang melewatkan kenyataan bahwa mereka berpotensi menjadi pembawa (carriers) penyakit Covid-19.
Pada Rabu (18/3/2020), Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS menyatakan, 20 persen dari pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit dan 12 persen dari pasien Covid-19 yang berada di ruang perawatan intensif berusia 20-44 tahun.
”Mereka yang berusia muda barangkali lebih percaya diri dengan kemampuannya bertahan dari serangan virus ini,” kata Kepala Kedokteran Respirasi di University of British Columbia, AS, Christopher Carlsten, seperti dikutip New York Times, Rabu (18/3/2020).
Akan tetapi, ia menuturkan, ”Jika banyak orang muda dirawat di rumah sakit, itu artinya banyak orang muda di masyarakat yang hidup dengan membawa virus korona baru di tubuhnya.”
Cerita wartawan Indonesia
Seorang wartawan asal Indonesia yang bertugas di Milan, Italia, Rieska Wulandari, bercerita bahwa tingginya kasus Covid-19 di Italia tidak bisa dilepaskan dari, salah satunya, penyebaran Covid-19 dari anak-anak muda yang menjadi pembawa terutama pada warga lansia.
Sudah menjadi tradisi di Italia di mana setiap akhir pekan anak-anak muda akan mengunjungi kakek neneknya, kumpul keluarga, dan makan bersama. Di situlah anak muda pembawa Covid-19 yang tidak bergejala akan menularkan kepada anggota keluarga yang lain.
Tingginya kasus Covid-19 di Italia tidak bisa dilepaskan dari, salah satunya, penyebaran Covid-19 dari anak-anak muda yang menjadi pembawa terutama pada warga lansia.
Itu sebabnya, penting bagi seluruh penduduk untuk mematuhi kebijakan karantina diri atau pembatasan aktivitas dan mobilitas yang telah diberlakukan pemerintah masing-masing.
Salah satu contoh adalah ada anak muda yang bekerja di panti jompo di Venesia yang menjadi pembawa Covid-19. Karena tidak bergejala, ia tetap bekerja dan menularkan Covid-19 ke semua penghuni panti. Dalam semalam ada tujuh lansia di panti tersebut yang meninggal.
Dalam jumpa pers di Geneva, Swiss, Jumat kemarin, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan, meski kelompok penduduk lansia yang paling banyak terjangkit dan meninggal karena Covid-19, anak muda pun sebenarnya tidak terkecuali.
Data dari banyak negara dengan jelas memperlihatkan bahwa proporsi pasien yang berusia di bawah 50 tahun dan membutuhkan perawatan sangat signifikan.
”Hari ini, saya berpesan kepada anak muda: kalian bisa terinfeksi. Virus ini bisa membuat kalian dirawat di rumah sakit berminggu-minggu atau bahkan membunuhmu,” tegas Tedros. ”Bahkan, jika kalian terinfeksi tapi tidak sakit, pilihan untuk tetap bepergian bisa menjadi pembeda antara hidup dan mati orang lain.”
Tedros menyatakan, dirinya berulang kali menyampaikan bahwa kini saatnya membangun solidaritas untuk mengalahkan Covid-19. Solidaritas antarnegara juga solidaritas antarkelompok usia.
Satu hal yang publik global perlu selalu ingat adalah bahwa virus korona baru yang menyebabkan Covid-19 adalah virus baru saja ditemukan di tubuh manusia. Dengan demikian, tak ada satu orang pun di dunia ini yang tubuhnya sudah memiliki kekebalan terhadap virus ini, tak terkecuali anak muda milenial.