China Kibarkan Bendera Setengah Tiang, Penghormatan atas ”Para Martir” Covid-19
Pemerintah dan warga China mengenang warga yang meninggal, termasuk pekerja medis, atas kontribusi dan pengorbanan luar biasa mereka di tengah wabah Covid-19. Negara itu menganggap mereka semua adalah pahlawan.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·5 menit baca
BEIJING, SABTU — China pada Sabtu (4/4/2020) mengibarkan bendera setengah tiang di seluruh negeri untuk menghormati ribuan ”martir” yang telah meninggal akibat wabah virus korona tipe baru. Dalam suasana berduka, seluruh penduduk China pada Sabtu tepat pukul 10.00 waktu Beijing mengheningkan cipta selama tiga menit.
Warga langsung berhenti dari aktivitasnya. Mobil-mobil, kereta api, dan kapal membunyikan klakson mereka, sedangkan sirene serangan udara terdengar untuk mengenang lebih dari 3.000 jiwa yang meninggal akibat virus korona. Pemerintah China pun menangguhkan semua kegiatan hiburan.
Hari berkabung nasional itu bertepatan dengan dimulainya festival tahunan pembersihan makam leluhur yang disebut Qingming. Biasanya, jutaan keluarga di China memberikan penghormatan kepada leluhur mereka.
Di Beijing, Presiden China Xi Jinping dan para pemimpin China lainnya memberikan penghormatan di depan bendera nasional, dengan bunga-bunga putih disematkan di dada mereka sebagai tanda berkabung.
Di Lapangan Tiananmen di Beijing, bendera nasional berkibar setengah tiang, dikelilingi oleh aparat keamanan yang berjaga-jaga lebih ketat dari biasanya.
Para pejalan kaki di salah satu distrik perbelanjaan tersibuk di Beijing berhenti berjalan dan menundukkan kepala dalam upacara penghormatan. Sementara para polisi patroli berdiri di sisi jalan dengan membawa perisai. Mereka pun menundukkan kepala.
Selama proses ini, banyak orang, termasuk pekerja medis, telah memberikan kontribusi luar biasa. Mereka semua adalah pahlawan. Sebagai warga negara biasa, kita harus ingat hari ini.
”Selama proses ini, banyak orang, termasuk pekerja medis, telah memberikan kontribusi luar biasa. Mereka semua adalah pahlawan. Sebagai warga negara biasa, kita harus ingat hari ini,” kata Wang Yongna yang sedang berbelanja.
Menurut data statistik yang diterbitkan oleh Komisi Kesehatan Nasional China, lebih dari 3.300 warga China meninggal dalam epidemi virus korona tipe baru yang pertama kali ditemukan di Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, China, pada akhir tahun 2019.
Suasana di Wuhan
Di Wuhan, kota tempat asal wabah Covid-19 yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, semua lampu lalu lintas di daerah perkotaan berubah merah pada pukul 10 pagi dan semua lalu lintas jalan berhenti selama tiga menit. Sirene dan klakson terdengar ketika orang-orang diam mengheningkan cipta di jalanan.
Staf di Rumah Sakit Tongji berdiri di luar dengan kepala tertunduk ke arah gedung utama. Beberapa orang mengenakan baju hazmat pelindung yang telah menjadi simbol krisis di seluruh dunia.
”Saya merasa sangat sedih karena rekan kerja dan pasien kami meninggal,” kata Xu, perawat di Rumah Sakit Tongji yang bekerja di garis depan merawat pasien Covid-19. Ia menahan air mata. ”Saya berharap mereka bisa beristirahat dengan baik di surga,” lanjutnya.
Sekitar 2.567 orang meninggal di Wuhan yang berpopulasi 11 juta orang. Kematian di kota yang terletak di tengah-tengah Sungai Yangtze tersebut menyumbang lebih dari 75 persen dari kematian di seluruh China.
Di antara mereka yang meninggal adalah Li Wenliang, dokter muda yang berusaha mengingatkan perlunya kewaspadaan pemerintah dan warga China mengenai Covid-19. Li Wenliang memperoleh penghormatan dari pemerintah Hubei, awal pekan ini, setelah pada awalnya dia diperiksa oleh polisi di Wuhan karena dianggap telah ”menyebarkan desas-desus”.
Gui Yihong (27), salah seorang di antara ribuan penduduk Wuhan yang mengajukan diri untuk mengirim pasokan makanan ke rumah sakit selama penguncian selama dua bulan di Wuhan, masih mengingat rasa takut, frustrasi, dan rasa sakit di Rumah Sakit Pusat Wuhan, tempat Li Wenliang bekerja.
Selama 80 hari terakhir kami telah bertarung antara hidup dan mati, dan akhirnya meraih kemenangan. Tidak mudah sama sekali untuk mendapatkan kemenangan ini.
”Jika Anda tidak berada di garis depan, Anda tidak akan bisa mengalami ini,” kata Gui Yihong sembari meletakkan beberapa bunga di tempat sebelah peringatan bencana banjir Wuhan tahun 1954 akibat meluapnya Sungai Yangtze.
”Saya harus datang dan memberikan kesaksian. Selama 80 hari terakhir kami telah bertarung antara hidup dan mati, dan akhirnya meraih kemenangan. Tidak mudah sama sekali untuk mendapatkan kemenangan ini,” ujarnya.
Setelah epidemi di Wuhan mereda, kini virus korona telah menyebar ke seluruh penjuru dunia sejak Januari 2020 dan mengakibatkan lebih dari 1 juta orang terinfeksi, menewaskan lebih dari 55.000 orang, dan melumpuhkan ekonomi dunia.
Pemerintah Wuhan melarang semua kegiatan pembersihan makam di kuburan leluhur sampai 30 April 2020 dan membatasi pergerakan jutaan warga yang biasanya pergi untuk merawat makam leluhur mereka, meletakkan bunga, dan membakar dupa.
Karena masih ”terjebak” di dalam rumah akibat kebijakan penutupan wilayah secara total, warga pun menggunakan layanan siaran daring untuk menyaksikan secara langsung staf pemakaman membersihkan makam leluhur mereka.
Kasus tanpa gejala
Para selebritas China pun ikut ambil bagian dalam belasungkawa untuk menghormati para martir tersebut. Para selebritas, antara lain Fan Bingbing, mengganti foto profil media sosial mereka dengan menampilkan foto kosong berwarna abu-abu atau hitam. Apa yang dilakukan Bingbing tersebut mendapat jutaan tanda ”suka” dari penggemarnya.
Perusahaan Game China dan sekaligus raksasa media sosial Tencent juga menangguhkan semua gim daring pada Sabtu ini.
Hingga Jumat (3/4/2020), jumlah total kasus Covid-19 yang terkonfirmasi di seluruh China mencapai 81.639, termasuk 19 infeksi baru. Sebanyak 18 kasus baru merupakan kasus impor dari wisatawan yang datang dari luar negeri. Satu infeksi baru yang tersisa adalah kasus lokal di Wuhan, yakni seorang pasien yang sebelumnya tidak menunjukkan gejala.
Orang yang asimtomatik atau tanpa gejala hanya menunjukkan beberapa tanda infeksi, seperti demam atau batuk. Mereka tidak dimasukkan dalam penghitungan kasus yang terkonfirmasi oleh pihak berwenang China sampai mereka mendapatkan kepastian hasil tes.
Namun, meskipun tanpa gejala, mereka berpotensi menularkan virus korona tersebut kepada orang lain. Karena itu, Pemerintah China telah memperingatkan kemungkinan transmisi lokal jika kasus tanpa gejala seperti itu tidak dimonitor dengan baik.
China melaporkan 64 kasus asimtomatik baru pada Jumat kemarin, termasuk 26 wisatawan yang tiba di China dari luar negeri. Kasus baru asimtomatik tersebut menambah jumlah total orang tanpa gejala yang saat ini dalam pengawasan medis menjadi 1.030, termasuk 729 kasus asimtomatik di Hubei. (REUTERS/AFP)