Pandemi Covid-19 merupakan musuh bersama dunia. Untuk mengendalikannya maka diperlukan kerja sama antarnegara terutama untuk membantu negara yang sistem kesehatannya rapuh. Kewaspadaan tidak boleh kendur.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
ALGIERS, SABTU – Pandemi Covid-19 telah menguji sistem kesehatan dan solidaritas negara-negara di dunia. Ada sejumlah negara yang selain menghadapi pandemi Covid-19 di dalam negerinya juga mengirimkan bantuan tenaga dan alat-alat kesehatan kepada negara yang sistem kesehatannya bekerja melebihi kapasitas.
Salah satu negara yang getol memberikan bantuan, baik tenaga medis maupun alat-alat kesehatan, adalah China yang menjadi negara awal wabah Covid-19 berasal. Setelah membantu sejumlah negara di Asia dan Eropa, China juga memberikan bantuan ke negara Afrika, contohnya Aljazair yang kesulitan menghadapi pandemi Covid-19.
Pesawat Air Algerie yang membawa bantuan dari Beijing tiba di ibu kota Aljazair 27 Maret 2020. China mengirimkan 13 tenaga medis lengkap dengan bantuan peralatan medis, termasuk respirator senilai sekitar 450.000 dollar AS.
Aljazair yang memiliki populasi lebih dari 40 juta membutuhkan 100 juta masker, 30.000 alat tes, serta alat pelindung diri. Selain memberikan bantuan, China juga akan mendirikan rumah sakit kecil di Aljazair untuk menyediakan layanan kesehatan bagi sekitar 5.000 warga Aljazair dan 4.000 tenaga CSCEC.
Warga China merupakan ekspatriat terbanyak di Aljazair. Diperkirakan ada puluhan ribu orang di sana yang mayoritas bekerja di lokasi proyek konstruksi grup CSCEC, salah satunya Masjid Agung Aljazair yang diperkirakan menjadi salah satu masjid terbesar di dunia.
Di saat yang sama, negara Afrika lain, yaitu Afrika Selatan, terus meningkatkan intervensi kesehatan masyarakat untuk mendeteksi Covid-19 dengan melakukan pemeriksaan dari rumah ke rumah. Dilengkapi dengan kuesioner dan alat tes, tenaga kesehatan dan sukarelawan mendirikan pos pelayanan pemeriksaan di depan sebuah kompleks apartemen di Johannesburg.
Seorang perawat, Xola Dlomo, mengatakan, mereka meminta bantuan warga setempat untuk memobilisasi massa untuk datang dan menjalani pemeriksaan. “Mereka sudah datang untuk penapisan, bahkan mereka mau menjalani pemeriksaan jika mengalami gejala,” ujar Dlomo.
Afrika Selatan sudah menerapkan kebijakan penutupan selama 21 hari dan sekarang tengah menggalakkan program pemeriksaan dan karantina diri yang melibatkan 10.000 personel yang dikirim ke permukiman-permukiman warga di banyak tempat untuk melakukan penapisan.
Pelaksanaan tes yang masif di Afrika Selatan ini meniru apa yang sudah dilakukan Korea Selatan selama ini. Harapannya, intervensi ini bisa memutus mata rantai penularan di tengah-tengah masyarakat.
Karena dinilai berhasil dalam mengendalikan wabah Covid-19, ada 121 negara yang kini meminta bantuan kepada Korea Selatan. “Kami menerima permintaan dari banyak negara karena pengalaman kami menangani wabah ini,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan.
Untuk itu, Korea Selatan pun membentuk gugus tugas untuk menentukan bantuan seperti apa yang bisa diberikan kepada negara lain, apakah berupa pengiriman tenaga kesehatan atau alat-alat kesehatan.
Di dalam negerinya sendiri Korea Selatan membatalkan rencana pembukaan kembali sekolah dan menunda rencana ujian mahasiswa menyusul munculnya kluster penularan di gereja, rumah sakit, dan kasus impor yang dikhawatirkan bisa menyebar lebih luas.
Otoritas pendidikan Korea Selatan telah menunda jadwal masuk sekolah tiga kali dari Maret hingga April ini. Seiring dengan munculnya kluster baru kasus Covid-19, jadwal masuk sekolah mundur lagi.
“Kami menyesal bahwa belum bisa mencapai level di mana anak sekolah bisa pergi belajar dengan aman meskipun kami memobilisasi seluruh sumber daya untuk menurunkan kasus baru,” kata Perdana Menteri Korea Selatan Chung Sye-kyun. (AFP/REUTERS)