Di balik kegembiraan warga akan beroperasinya angkutan umum di Wuhan, China, ada kewaspadaan untuk mengantisipasi merebaknya kembali virus korona baru. Aturan yang mungkin ribet, tetapi penting untuk kesehatan bersama.
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
·4 menit baca
Kegembiraan muncul di wajah warga kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Situasi ini terjadi setelah pemerintah setempat membuka kembali jalur transportasi komuter sejak akhir Maret lalu. Akses angkutan umum memudahkan mobilitas warga.
Seorang pekerja di supermarket Wuhan, Shao Xuefen, mengatakan gembira dengan dibukanya layanan bus umum ini. ”Bus sangat membantu. Saya harap lebih banyak rute bus dibuka normal,” katanya seperti dikutip di portal Xinhua, 25 Maret 2020.
Sebelum layanan bus dibuka, Shao harus menghabiskan tiga jam bersepeda ke tempat kerjanya saban hari. Supermarket tempatnya bekerja sudah mulai buka sejak 10 Maret.
Harapan akan pulihnya angkutan umum juga disuarakan Zhou Jingjing, supervisor keselamatan di bus. ”Saya menantikan hari ketika epidemi ini usai dan kehidupan di Wuhan kembali normal,” ucap Zhou yang juga pernah menjadi sopir bus selama 12 tahun.
Sebelumnya, sejak akhir Januari 2020, pemerintah setempat menghentikan operasional angkutan umum lantaran serangan virus korona baru di daerah itu. Angkutan umum dinilai sebagai salah satu tempat yang rawan penularan virus penyebab Covid-19 ini. Warga juga diminta berada di rumah dengan diberlakukannya pembatasan aktivitas sosial.
Kebijakan pembatasan demi menekan penyakit Covid-19 ini berlangsung sekitar dua bulan. Selama masa itu, warga setempat harus menanggung kebosanan lantaran pergerakan fisik amat dibatasi. Aktivitas warga nyaris lumpuh.
Komisi kesehatan Hubei mencatat, angka penderita Covid-19 pada 25 Maret di Wuhan—ibu kota Provinsi Hubei—tidak bertambah dibandingkan dengan jumlah penderita sehari sebelumnya, yakni 50.006 orang. Adapun total penderita Covid-19 pada 25 Maret di Provinsi Hubei juga tetap seperti tanggal 24 Maret, yakni 67.801 orang.
Angkutan umum yang dibolehkan beroperasi lagi di Wuhan masih sebatas angkutan komuter. Menurut rencana, angkutan keluar kota ini baru dioperasikan lagi 8 April mendatang.
Wuhan disebut sebagai kota pertama ditemukannya virus korona baru pada manusia. Dari kota ini, virus menular ke kota lain, bahkan juga negara dan benua tetangga. Kini, banyak kota dan negara masih berjuang menekan penularan virus korona baru. Beberapa negara memberlakukan penghentian sementara operasional angkutan umum di sejumlah kota. Sebagian lainnya membatasi waktu operasional dan rute angkutan umum, seperti halnya terjadi di Jakarta.
Sebagai makhluk sosial, kegelisahan yang dialami Shao Xuefen memang beralasan. Pembatasan aktivitas di luar rumah membuat kita menjadi jenuh.
Akan tetapi, seperti disampaikan pengajar filsafat pada Universitas Pelita Harapan, F Budi Hardiman, dalam rubrik Opini harian Kompas, 27 Maret 2020, kobaran harapanlah yang meningkatkan kepedulian kita kepada orang lain dan itu mulai dari higiene dan disiplin kita sendiri. ”Perintah ’jangan membunuh!’ saat ini mencakup ’jangan menulari!’ lewat kecerobohan Anda. Higiene dan social distancing menjadi wujud senyata-nyatanya dari altruisme, simpati, tanggung jawab, dan solidaritas dengan orang lain.”
Kembali ke Wuhan. Operasional angkutan umum pasca Covid-19 tak pernah sama dengan sebelumnya. Pemerintah dan operator memberlakukan tata cara baru demi mencegah penularan ke penumpang dan awak angkutan.
Para pengguna diharuskan memakai masker dan dicek temperatur tubuhnya sebelum masuk bus. Setiap penumpang mesti mendaftarkan nama mereka dan memindai kode QR dari ponsel mereka sebelum masuk bus atau kereta bawah tanah. Pemindaian ini dimaksudkan untuk mengetahui status kesehatan setiap penumpang sebelum memakai angkutan umum. Langkah ini penting karena angkutan umum menjadi salah satu tempat pertemuan banyak orang dari beragam lokasi dan latar belakang.
Apabila seseorang belum punya kode kesehatan, mereka harus meminta sertifikat kesehatan yang dikeluarkan oleh kelompok permukiman mereka. Supervisor keselamatan di setiap bus memastikan penumpang sudah memindai kode QR atau menunjukkan sertifikat kesehatan ini sebelum naik.
Awak bus juga menjalani pemeriksaan kesehatan saban hari. Pengemudi dan supervisor keselamatan di setiap bus juga memakai masker dan sarung tangan selama perjalanan. Jendela bus dibuka. Mesin pemindai tiket dipasang agak jauh dari pengemudi. Mereka yang rentan terinfeksi virus korona baru, antara lain warga lansia, direkomendasikan tidak memakai angkutan umum.
Prinsip kehati-hatian juga diterapkan operator angkutan umum di Provinsi Hubei. Di stasiun kereta Huangshibei, pengelola menggandeng tim profesional untuk penyemprotan disinfektan di peron, elevator, toilet, dan area terbuka lain.
Pemakai kendaraan pribadi yang hendak menempuh perjalanan jarak jauh keluar kota pun tak luput dari pengecekan. Cheng Peng (28), pengendara kendaraan pribadi di Hubei, menyetir selama 10 jam dari Macheng ke Shenzen di China selatan. ”Setelah masuk highway, saya sudah melewati empat kali pengecekan suhu tubuh dan menunjukkan kode kesehatan saya ke tempat pelayanan yang berbeda-beda dan ke pos pengecekan polisi lalu-lintas,” katanya.
Perjalanan Cheng kali ini untuk bekerja. Ia mengaku sudah tak sabar untuk mulai bekerja lagi setelah dua bulan berdiam saja di Hubei.
Semua ini terlihat sangat rumit, tetapi mesti dilakukan Pemerintah China lantaran mereka mewaspadai gelombang kedua virus korona baru. Sembari menunggu pembatasan sosial di Indonesia ditarik, pemerintah dan operator angkutan umum perlu menyiapkan skenario pengecekan warga yang bermobilitas dengan angkutan umum dan kendaraan pribadi demi mencegah kembalinya virus korona baru.
Saat kita masih berjuang menekan penularan Covid-19 saat ini saja, perjalanan dengan kendaraan pribadi lintas kota tetap terjadi tanpa ada protokol kesehatan tertentu. Tentu, kita perlu menggarisbawahi bahwa kepedulian setiap orang akan menyelamatkan banyak nyawa di tengah pandemi Covid-19.