Intervensi Komprehensif, Resep Sukses Korea Selatan Kendalikan Covid-19
Tes, perawatan, dan pelacakan kasus Covid-19 menjadi kombinasi intervensi yang penting dilakukan untuk mengendalikan pandemi ini. Perlu diingat, intervensi itu perlu dilakukan dengan transparan agar publik percaya.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Intervensi komprehensif yang dilakukan Korea Selatan dalam menghadapi Covid-19 membuat negara ini dinilai berhasil mengendalikan wabah itu tanpa menerapkan kebijakan penutupan (lockdown). Hal itu disampaikan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom dalam sebuah diskusi melalui telekonferensi di Jakarta, Senin (6/4/2020).
Kim menyebutkan, intervensi komprehensif yang dimaksud adalah implementasi empat strategi, yaitu pemeriksaan (testing), pelacakan kasus (tracing), perawatan (treatment), dan keterlibatan publik (public engagement).
”Tidak ada lockdown di Korea Selatan, baik secara nasional maupun provinsi atau kota. Yang ada adalah pengendalian skala luas. Tidak ada juga larangan masuk bagi warga asing kecuali pada awal-awal wabah yang berlaku bagi warga China. Semua usaha mengendalikan Covid-19 ini berada di bawah gugus tugas yang dikepalai langsung oleh perdana menteri,” tutur Kim.
Terkait strategi pertama, yaitu tes, Korea Selatan kini memiliki kapasitas melakukan tes hingga 20.000 per hari. Sejauh ini, Korea Selatan sudah melakukan 466.000 tes Covid-19. Menurut Kim, Korea Selatan tidak melakukan tes cepat, tetapi langsung tes reaksi berantai polimerase (PCR) untuk mengonfirmasi kasus.
Adapun untuk pelacakan kasus, Korea Selatan menerapkan berbagai cara, mulai dari data transaksi kartu kredit, CCTV, aplikasi di telepon pintar, hingga pelacakan GPS telepon genggam. Informasi dari setiap orang yang positif kemudian dibuka kepada publik dengan maksud agar orang yang memiliki riwayat kontak dengan orang tersebut bisa melapor untuk periksa.
Dalam hal perawatan, Korea Selatan membagi pasien ke dalam empat kelompok, yaitu pasien dengan kondisi kesakitan yang ringan, sedang, parah, dan sangat parah. Disiapkan 67 rumah sakit yang memang diperuntukkan khusus merawat pasien Covid-19.
”Tes, perawatan, dan pelacakan kasus merupakan intervensi yang sangat penting dilakukan,” ucap Kim.
Transparansi
Satu hal yang tak kalah penting, lanjut Kim, adalah transparansi dari semua kebijakan yang diambil pemerintah. ”Semakin transparan kami, publik akan semakin percaya. Meskipun ada penularan lokal, kami tetap gigih berjuang dengan melibatkan banyak pihak, termasuk bintang K-Pop,” ujar Kim.
Semakin transparan kami, publik akan semakin percaya.
Kim menggarisbawahi bahwa apa yang dilakukan Korea Selatan bisa menjadi model penanganan bagi negara demokrasi. Namun, tetap apa yang dikerjakan Korea Selatan tidak bisa begitu saja diterapkan di negara lain.
Satu hal yang tak luput jadi perhatian Korea Selatan adalah masker. Pemerintah Korea Selatan mengintervensi distribusi masker sehingga di tengah meroketnya permintaan, warganya tetap bisa membeli masker dengan harga wajar.
Setiap orang mendapat jatah pembelian dua masker dalam seminggu dengan harga terjangkau. Waktu pembelian pun diatur disesuaikan dengan tahun lahir setiap warga. Dengan kebijakan ini, tidak ada panic buying atau penimbunan masker di Korea Selatan.
Selain itu, ujar Kim, warga Korea Selatan memiliki kecenderungan untuk tidak ingin membuat masalah bagi orang lain. Aspek sosiokultural ini juga berperan untuk mencegah terjadinya penimbunan masker.
Warga Korea Selatan memiliki kecenderungan untuk tidak ingin membuat masalah bagi orang lain. Aspek sosiokultural ini juga berperan untuk mencegah terjadinya penimbunan masker.
Selain Korea Selatan, Taiwan pun memiliki manajemen masker yang baik dalam menghadapi pandemi Covid-19. Di tengah keterbatasan produksi masker dalam negeri, Taiwan melarang ekspor masker dan membeli seluruh masker buatan dalam negerinya untuk kemudian mendistribusikannya ke fasilitas kesehatan, apotek, dan minimarket yang dijual dengan harga sama: Rp 2.000 per masker.
Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan (TETO) menyatakan, Taiwan juga menggelontorkan investasi Rp 95 miliar untuk memproduksi masker dalam waktu singkat. Produksi masker Taiwan yang kini mencapai 10 juta masker sehari akan bertambah lagi karena otoritas Taiwan akan mengeluarkan anggaran untuk menambah kapasitas produksi masker.
Untuk mencegah penimbunan, pembelian masker pun diatur. Warga hanya bisa membeli masker dengan menunjukkan kartu jaminan kesehatan mereka. Waktu dan kuota masker yang dibeli juga diatur berdasarkan nomor jaminan kesehatan setiap warga. Stok masker di setiap titik penjualan pun bisa dipantau oleh warga secara daring.