Kekerasan terhadap Perempuan Meningkat Selama Masa Karantina
Negara-negara di dunia diminta memperhatikan hak kaum perempuan karena kekerasan terhadap perempuan makin meningkat selama masa karantina di sejumlah negara guna mencegah penyebaran wabah Covid-19.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·4 menit baca
NEW YORK, SENIN —Kekerasan terhadap perempuan meningkat selama masa isolasi atau karantina yang diberlakukan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19. Kekerasan tersebut bahkan terjadi hingga pada tingkat ”mengerikan”. Untuk itu, negara-negara diminta agar memperhatikan hak kaum perempuan dan melakukan tindakan pencegahan atas kekerasan tersebut.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, Minggu (5/4/2020), menyerukan perlindungan terhadap perempuan. Pernyataan itu disampaikan Guterres dalam video yang dirilis dalam berbagai bahasa, beberapa hari setelah seruannya untuk mendesak gencatan senjata di seluruh dunia.
Guterres mendesak pemerintah memasukkan perlindungan perempuan dalam langkah tanggap darurat mereka guna mencegah pandemi virus korona tipe baru. Laporan-laporan tentang kekerasan dalam rumah tangga melonjak secara global setelah penguncian besar-besaran (lockdown) yang diberlakukan di banyak negara untuk menahan penyebaran Covid-19.
”Kekerasan tidak terbatas pada medan perang. Bagi banyak perempuan dan anak perempuan, ancaman paling besar justru ada di mana mereka seharusnya paling aman, yaitu di rumah mereka sendiri,” kata Guterres.
Guterres mendeskripsikan bahwa meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga makin ”mengerikan”. Karena itu, ia mendesak semua pemerintah melakukan pencegahan dan upaya perbaikan situasi yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Hal ini harus menjadi bagian penting dari rencana respons nasional terkait penanggulangan Covid-19.
Dua kali lipat
India melaporkan peningkatan dua kali lipat jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga pada minggu pertama pembatasan gerak secara nasional. Hal itu disampaikan Komisi Nasional untuk Perempuan India.
Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di Perancis juga naik sepertiga dalam seminggu setelah penguncian di Perancis. Sementara Australia melaporkan peningkatan 75 persen dalam pencarian internet terkait dengan dukungan untuk korban kekerasan dalam rumah tangga.
Guterres menyerukan langkah untuk mendirikan sistem peringatan darurat di apotek dan toko bahan makanan demi keamanan bagi perempuan untuk mencari dukungan tanpa memberi tahu pelaku kekerasan.
”Bersama-sama kita dapat dan harus mencegah kekerasan di mana-mana, dari zona perang hingga rumah tangga, di saat kita berusaha untuk mengalahkan Covid-19,” kata Guterres yang juga menyerukan ”perdamaian di rumah-rumah di seluruh dunia”.
Kasus di Meksiko
Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador pada Selasa (31/3/2020) pekan lalu mengatakan bahwa aksi protes 80.000 perempuan terkait meningkatnya pembunuhan perempuan di Meksiko tidak akan mengubah pendekatan jangka panjang pemerintahnya dalam mengatasi masalah tersebut.
Ditanya dalam konferensi pers, apakah aksi tersebut akan memiliki dampak konkret pada pemerintahannya atau menghasilkan perubahan fokus, López Obrador mengatakan, pihaknya akan meningkatkan kebijakannya untuk menangani segala macam kekerasan dan kriminalitas di Meksiko.
”Kami akan memperkuat strategi yang sama untuk mengatasi penyebab yang memicu kekerasan,” kata López Obrador. ”Kita perlu mencari cara hidup dalam masyarakat yang lebih baik, untuk melayani orang-orang muda, untuk melayani di perdesaan agar tidak ada pengangguran, disintegrasi keluarga juga harus dihindari, nilai-nilai yang akan diperkuat.”
López Obrador menyampaikan hal tersebut setelah aksi protes melanda Mexico City dan kota lain di seluruh Meksiko. Ribuan perempuan dan gadis melakukan aksi bolos bekerja dan bolos sekolah. Mereka bergabung dalam aksi protes yang mereka sebut sebagai ”hari tanpa perempuan” guna menarik perhatian pemerintah terhadap banyaknya perempuan yang tewas terbunuh atau hilang.
Demonstrasi semacam itu telah berkembang dalam beberapa bulan terakhir, terutama di Mexico City, di tengah meningkatnya kemarahan atas kekerasan berbasis jender, termasuk pembunuhan mutilasi yang mengerikan serta penculikan dan pembunuhan seorang anak perempuan berusia 7 tahun.
Menurut angka resmi di Meksiko, tercatat 3.825 perempuan tewas terbunuh akibat kekerasan pada 2019, rata-rata lebih dari 10 pembunuhan per hari, naik 7 persen dari tahun sebelumnya.
Pembunuhan secara umum juga telah meningkat selama beberapa tahun berturut-turut, kembali pada kasus sebelum López Obrador mulai menjabat Presiden Meksiko pada Desember 2018 meskipun tingkat kenaikannya melambat tahun lalu. Sebagian besar dari semua kejahatan pembunuhan terhadap perempuan di Meksiko ini tidak diproses secara hukum.
Ditanya apakah pemerintah dapat menyajikan rencana terperinci untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan, López Obrador menjawab bahwa pemerintahnya memiliki kebijakan tentang hak-hak perempuan secara lebih luas. ”Jika tidak lengkap atau tidak memadai atau tidak disebarluaskan, tidak diketahui, biarkan (kebijakan) disajikan lagi dan diperbarui. Menteri Dalam Negeri Olga Sánchez Cordero yang mengoordinasikan semua tindakan untuk membela hak-hak perempuan membuat presentasi minggu depan,” kata López Obrador.
López Obrador mengatakan, gerakan perempuan ”sangat penting” dan menyebut bahwa pemerintahnya mendukung mereka. Dia juga menuduh bahwa lawan politiknya secara sinis mengambil keuntungan dari kasus kekerasan terhadap perempuan ini dan mencoba mengganggu pemerintahannya.