Arab Saudi Manjakan Warga Positif Korona dengan Karantina di Hotel Mewah
Layanan hotel untuk mengarantina warga yang positif Covid-19 di Arab Saudi mengalahkan layanan hotel bintang lima di Eropa. Sebagian yang dikarantina memanfaatkan kesempatan dengan memesan layanan secara berlebihan.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
RIYADH, SENIN — Hotel-hotel di Arab Saudi mendapat penyelamatan oleh kebijakan karantina di negara kerajaan itu. Riyadh memesan 11.000 kamar hotel dan penginapan untuk dijadikan tempat karantina warga dan pendatang yang baru tiba dari luar negeri.
Hingga Minggu (12/4/2020) malam waktu Riyadh atau Senin dini hari WIB, Arab Saudi telah memesan 1.900 kamar di Riyadh, 2.800 kamar di Mekkah, dan ribuan lain di beberapa provinsi di kerajaan itu. Kamar-kamar itu akan dipakai untuk mengarantina warga Arab Saudi yang baru pulang dari luar negeri.
”Layanannya mengalahkan semua hotel bintang lima di Eropa,” kata pelatih tim sepak bola Arab Saudi, Abdulhakeem al-Tuwaijri.
Ia dikarantina di Mekkah setelah pulang dari Barcelona, Spanyol. Di sana, ia membawa anak asuhnya berlatih. Ia mengaku lebih merasa sedang liburan ketimbang sedang dikarantina. Riyadh menempatkan dia di salah satu kamar mewah pada salah satu hotel di Mekkah.
Sejumlah pengelola hotel mengatakan, orang-orang yang dikarantina memanfaatkan kebijakan Riyadh itu. Karena larangan keluar kamar, kebutuhan orang yang dikarantina dikirimkan ke kamar masing-masing dan biayanya ditagihkan ke pemerintah. Sejumlah orang yang dikarantina dilaporkan memesan layanan makan di kamar secara berlebihan.
Bayaran yang diterima setiap hotel bervariasi, bergantung pada jenis layanan yang tersedia di hotel tersebut. Salah satu hotel di Riyadh menerima 1,06 juta dollar AS untuk biaya pemakaian selama sebulan. Hotel lain menerima 1,56 juta dollar AS untuk pemakaian selama sebulan.
”Ini lebih baik dibandingkan menjalankan hotel kosong. Pegawai sudah siap-siap dirumahkan dengan pemangkasan hampir separuh gaji atau cuti tanpa gaji,” kata salah seorang pengelola hotel.
Layanannya mengalahkan semua hotel bintang lima di Eropa.
Kala pemesanan diterima, hotel-hotel di Arab Saudi sudah kekurangan tamu. Sebagian hotel malah hanya menyisakan lima tamu. Kondisi itu menyusul larangan umrah dan isolasi untuk mengatasi Covid-19. Belakangan, Riyadh menambahnya dengan melarang orang asing masuk. Padahal, selama ini sebagian hotel mengandalkan jemaah umrah.
Selain itu, Arab Saudi juga tengah membangun ratusan ribu kamar hotel baru dalam beberapa tahun ke depan. Sepanjang 2019-2020, sebanyak 138 hotel dengan total 54.143 kamar siap beroperasi di berbagai penjuru Arab Saudi.
Hotel-hotel tersebut merupakan bagian dari penunjang keinginan Riyadh menjadikan pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan baru. Arab Saudi juga memperkenalkan visa pelancong untuk mendorong pariwisata.
Seperti di banyak negara, pariwisata Arab Saudi mendadak terpukul oleh pandemi. Hotel-hotel yang baru selesai dibangun langsung kekurangan tamu. Layanan visa dan penerbangan internasional dihentikan.
”Arab Saudi bukanlah juara dalam hak asasi manusia, tetapi ingin memperlihatkan mereka memanjakan orang-orang yang dikarantina di hotel-hotel,” kata Quentin de Pimodan dari lembaga Research Institute for European and American Studies, kepada kantor berita AFP.
”Dengan langkah itu, mereka seperti membidik dua burung dengan sebutir batu—menyelamatkan hotel-hotel dan industri pariwisatanya yang baru lahir,” tambah De Pimodan.
Karantina pelaut
Bukan hanya Arab Saudi, Guam juga memakai hotel untuk mengarantina pasien positif Covid-19 dan orang dalam pemantauan. Kamar hotel di berbagai penjuru Guam dipesan Angkatan Laut Amerika Serikat untuk mengarantina awak kapal induk USS Theodore Roosevelt. Pesanan itu juga menyelamatkan hotel-hotel Guam yang mendadak kekurangan tamu di tengah pandemi.
Presiden Asosiasi Hotel dan Restoran Guam Mary Rhodes mengatakan, setidaknya 10 hotel dipesan untuk menampung awak kapal induk itu. Begitu tiba di hotel, setiap awak kapal diberikan air, seprai, dan handuk untuk dua pekan. Mereka tidak berhubungan dengan pegawai hotel. Hanya petugas kesehatan dan polisi militer yang bisa mengunjungi mereka.
Sejumlah warga Guam memang khawatir dengan keputusan itu meski para pejabat menyatakan sudah ada langkah antisipasi ketat. ”Kami seperti ditampar. Kami tidak tahu di mana pastinya mereka (para pelaut AL AS) tinggal,” kata Hope Cristobal, seorang warga kawasan Tumon yang dipenuhi banyak hotel. (AP/AFP)