Publik menerka-nerka, seperti apa kondisi normal berikutnya pascapandemi Covid-19. Itu tergantung pada kondisi setelah ”pertempuran” melawan Covid-19 dimenangi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
Pandemi virus korona baru 2 atau SARS-CoV-2, yang memicu penyakit Covid-19, terus menyebar. Kelindan kekhawatiran akan penularan dan hilangnya pendapatan warga meningkatkan ketidakpastian di seluruh dunia.
Sejumlah peneliti senior pada Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laman blog itu pekan lalu menyebutkan, ketidakpastian di sekitar pandemi Covid-19 sangat tinggi dan jauh lebih tinggi daripada wabah-wabah sebelumnya.
Hal itu terlihat dalam Indeks Ketidakpastian Pandemik Dunia (WPUI). Ini adalah bagian dari Indeks Ketidakpastian Dunia, indeks untuk mengukur ketidakpastian yang diciptakan sejak tahun 1996.
Indeks itu penelitian sejumlah kondisi yang mencakup 143 negara. Merujuk hasilnya, indeks WPUI pandemi Covid-19 kali ini menunjukkan ukuran baru ketidakpastian di bidang ekonomi.
Untuk menyusun indeks, para peneliti itu menghitung berapa kali istilah ketidakpastian disebutkan di dekat kata yang terkait dengan pandemi atau epidemi dalam laporan kondisi tiap-tiap negara sebagaimana dilakukan dalam penelitian Economist Intelligence Unit (EIU).
Disebutkan, langkah-langkah yang diberlakukan untuk memperlambat penyebaran virus SARS-CoV-2 mendorong ekonomi dunia ke dalam resesi yang lebih dalam dan lebih menyakitkan daripada yang diperkirakan. Kondisi itu diproyeksikan bahkan jika pembalikan arah menuju pertumbuhan itu dapat terjadi mulai tahun depan.
Daya kejut sekaligus guncangan pandemi Covid-19 ini memang luar biasa, dalam rentangan waktu yang berjalan terasa cepat. Proyeksi-proyeksi yang dibuat hanya beberapa pekan lalu, misalnya, terasa telah menjadi usang dilihat pada saat-saat ini.
Sejumlah data dirilis sebelum proyeksi perekonomian terbaru disiarkan IMF pada Selasa (14/4/2020) pekan ini. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada pertengahan pekan lalu memperkirakan, perdagangan dunia akan turun berkisar 13-32 persen sepanjang tahun ini. Kepala WTO Roberto Azevedo memperingatkan, dunia sedang menghadapi resesi ekonomi terdalam.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada pertengahan pekan lalu memperkirakan, perdagangan dunia akan turun berkisar 13-32 persen sepanjang tahun ini. Kepala WTO Roberto Azevedo memperingatkan, dunia sedang menghadapi resesi ekonomi terdalam.
Kantor berita AFP mengutip Bank Sentral Perancis yang memperkirakan ekonomi negara itu mengalami kontraksi sekitar 6 persen dalam tiga bulan pertama 2020, kinerja kuartalan terburuk sejak Perang Dunia II.
Sementara itu, lembaga-lembaga ekonomi terkemuka di Jerman memperkirakan, ekonomi top Eropa itu berkontraksi hampir 10 persen pada triwulan II-2020. Itu artinya, Jerman bakal mengalami kontraksi dua kali lebih dalam dibandingkan saat krisis keuangan 2009, sebuah kinerja terburuk negara itu sejak 1970.
”Selama dua triwulan pertama tahun ini, ekonomi negara-negara Barat runtuh,” kata Philippe Waechter, ekonom pada Ostrum Asset Management.
Dalam riset terbarunya yang dirilis pada akhir pekan lalu, DBS Group Research memperkirakan, ekonomi China hanya akan tumbuh 2 persen tahun ini. Sementara itu, Amerika Serikat diproyeksikan akan mengalami tekanan hingga pertumbuhannya menyusut pada triwulan kedua tahun ini.
Waechter menyebut, mustahil membayangkan AS bisa lolos dari resesi mendalam, sebuah kondisi yang diderita negara lain. Ekonomi AS diperkirakan bisa tumbuh negatif tahun ini.
Mantan direktur pelaksana perusahaan konsultan manajemen McKinsey & Company, Ian Davis, menyatakan, bagi sejumlah organisasi, kelangsungan hidup jangka pendek adalah satu-satunya agenda dalam ketidakpastian. Ada yang menerka-nerka kapan krisis berlalu dan semua kembali normal.
Pertanyaannya adalah seperti apa bentuk normal itu? Sebuah kondisi normal baru tersaji pascakrisis kala itu. Davis mengucapkan kata-kata itu pada krisis keuangan global 2009.
Permintaan eksternal dan kegiatan investasi, misalnya, cenderung lemah seiring meningkatnya risiko perkembangan di pasar keuangan global. Kita lalu melihat respons AS atas kondisi itu dengan memilih perang dagang terhadap China.
”Faktor-faktor tersebut menyebabkan lebih banyak volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas dalam ekonomi global,” katanya.
Lalu, seperti apa kondisi normal berikutnya setelah pandemi Covid-19? Itu tergantung pada kondisi setelah ”pertempuran” melawan Covid-19 dimenangi.
Restrukturisasi dramatis tatanan ekonomi dan sosial akan dilakukan dengan merujuk pada tekad, ketahanan, pelajaran, reimajinasi, serta reformasi atas kondisi-kondisi terkait pandemi.