Ekspor-Impor China Membaik, tetapi Masih Terhambat pada Pengiriman
Para ekonom memperkirakan aktivitas pengiriman barang dari dan ke China tahun ini masih akan tertekan. Angka pengiriman barang melalui laut diproyeksikan turun 14 persen dari tahun sebelumnya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
BEIJING, SELASA — Tingkat penurunan ekspor dan impor China pada Maret 2020, berdasarkan data yang dirilis, tidak sedalam penurunan pada Februari, seiring dengan mulai berproduksinya pabrik-pabrik di negara itu. Namun, pengiriman barang melalui pelayaran dari dan ke China dalam beberapa bulan ke depan justru diproyeksikan menyusut tajam. Pandemi Covid-19 meredupkan kegiatan ekonomi global dan pemulihannya belum dapat dipastikan.
Para pelaku pasar keuangan global menarik napas lega setelah data bea cukai China, Selasa (14/4/2020), menunjukkan, aktivitas pengiriman barang ke luar negeri dari China turun 6,6 persen secara tahunan pada Maret. Angka penurunan itu membaik dari penurunan 17,2 persen pada Februari secara tahunan. Angka penurunan ekspor itu juga di bawah perkiraan 10 persen atau lebih dalam survei ekonom yang dilakukan Bloomberg.
Berdasarkan data tersebut, para eksportir China bergegas membersihkan tumpukan pesanan mereka setelah kebijakan penutupan pacsaproduksi selama penutupan wilayah guna menghentikan penularan Covid-19 diakhiri. Surplus perdagangan China secara keseluruhan pada bulan lalu mencapai 19,9 miliar dollar AS.
Angka tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan perkiraan surplus 18,55 miliar dollar AS dalam jajak pendapat, sekaligus di atas data Januari-Februari tahun ini yang tercatat mengalami defisit 7,096 miliar dollar AS.
Namun, para ekonom memperkirakan aktivitas pengiriman barang dari dan ke China tahun ini masih akan tertekan. Angka pengiriman barang melalui laut diproyeksikan akan turun 14 persen dari tahun sebelumnya. Ekspor-impor dan prospek pertumbuhan ekonomi China tahun ini tetap suram karena pandemi Covid-19 telah membuat aktivitas bisnis di seluruh dunia terhenti.
”Angka-angka perdagangan di atas ekspektasi tersebut tidak berarti bahwa masa depan itu telah bebas (dari masalah),” kata Zhang Yi, kepala ekonom di Zhonghai Shengrong Capital Management di Beijing.
Ia memperkirakan data produk domestik bruto (PDB) triwulan I-2020 China yang akan dirilis Jumat (17/4/2020) akan menunjukkan kontraksi 8 persen. Jika itu terealisasi, berarti terjadi kemerosotan PDB China pada triwulan pertama sejak 1998.
Angka-angka perdagangan di atas ekspektasi tersebut tidak berarti bahwa masa depan itu telah bebas (dari masalah).
Perkiraan para analis atas PDB China untuk tiga bulan pertama tahun ini bervariasi dalam persentase kontraksinya, yakni dalam kisaran 2-16 persen. Menurut Zhang, penurunan ekspor sepanjang triwulan II-2020 telah menjadi konsensus pasar saat ini. Diperkirakan besar probabilitasnya penurunan itu sekitar 20 persen atau lebih.
”Bagi para pembuat kebijakan, itu artinya lebih banyak kebijakan yang harus diluncurkan untuk mengatasi kemungkinan masalah sosial yang bersumber dari pengangguran dalam skala besar,” kata Zhang.
Data impor China turun 0,9 persen pada Maret dibandingkan dengan Maret tahun sebelumnya. Angka itu juga di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan turun hingga 9,5 persen. Bea dan cukai China menyebutkan adanya permintaan secara domestik di China. Impor China turun 4 persen pada dua bulan pertama tahun ini.
Berusaha dikebut
Gambaran impor yang lebih baik—sebagian—mencerminkan bahwa pengiriman yang macet di pelabuhan tengah dibuka lagi dan dikebut. Namun, konsumsi domestik China masih lemah. Hal itu, antara lain, terlihat dari penurunan impor bijih besi sebagai salah satu produk impor utama sepanjang Maret. Kondisi tersebut menggarisbawahi kondisi tekanan ekonomi yang masih berlangsung.
”Impor harus bertahan lebih baik, mengingat permintaan domestik tampaknya akan pulih dalam beberapa bulan mendatang,” kata Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China pada lembaga Capital Economics. ”Namun, seperempat impor China akan terus turun sehingga menahan pulihnya impor secara keseluruhan.”
Pasar keuangan Asia merespons data teraktual China itu secara positif. Sejumlah bursa saham di Asia ditutup menguat. Tokyo ditutup naik lebih dari 3,1 persen ke level tertinggi satu bulan setelah kenaikan indeks saham berjangka AS pada akhir perdagangan menjelang laporan pendapatan dari bank-bank besar AS, Selasa malam. Shanghai berakhir 1,6 persen lebih tinggi dan Hong Kong kembali dari istirahat empat hari untuk menutup 0,6 persen.
Para pelaku pasar terus memantau perkembangan dunia menghadapi pandemi Covid-19. Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah AS. Hampir 600.000 orang dinyatakan positif terinfeksi penyakit itu di AS dan lebih dari 23.500 orang meninggal di negara tersebut akibat Covid-19.
Beberapa pengamat pasar mengatakan, ekonomi AS bisa bangkit kembali dengan relatif cepat setelah situasi terkait pandemi itu dikelola. Namun, sebagian pengamat lain memperingatkan perlambatan yang lebih berkepanjangan karena risiko wabah gelombang kedua. (AFP/REUTERS)