Indonesia Perkuat Solidaritas Global Lawan Covid-19
Spirit bekerja sama dan kemitraan harus terus digemakan di tengah tantangan pandemi Covid-19 di setiap negara. Tantangan lebih besar mesti dihadapi di kondisi tidak normal seperti saat-saat ini.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Republik Indonesia aktif ikut dalam upaya global melawan wabah Covid-19. Dalam kondisi yang tidak normal akibat pandemi Covid-19, semangat solidaritas dan kerja sama global sangat penting, krusial, sekaligus mendapatkan momentum tepat untuk semakin digelorakan.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, spirit bekerja sama dan kemitraan harus terus digemakan di tengah tantangan pandemik Covid-19 di setiap negara. Menurut dia, tantangan lebih besar mesti dihadapi dalam kondisi tidak normal seperti saat-saat ini.
Oleh karena itu, semangat kerja sama dan kemitraan konkret antarnegara harus terus didorong. Retno menegaskan hal itu dalam dua kesempatan terpisah, yaitu dalam seminar virtual yang digelar oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) serta dalam pernyataan pers yang digelar Kementerian Luar Negeri, Jumat (17/4/2020) di Jakarta.
Terkait hal itu, Indonesia, menurut Retno, terus terlibat dalam beragam upaya dan sejumlah kesepakatan. Salah satunya, pada pertengahan pekan ini, Retno mewakili Indonesia ikut serta dalam dua pertemuan yang digelar secara virtual, yaitu Pertemuan Tingkat Menteri Kelompok Alliance for Multilateralism (AoM) dan pertemuan sembilan menlu perempuan di dunia.
Sebanyak 30 negara, termasuk Indonesia, mengikuti pertemuan virtual tingkat Menteri AoM. Pertemuan yang diprakarsai oleh Jerman itu digelar secara khusus membahas pandemi Covid-19. Forum AoM adalah forum negara-negara yang bersifat lepas yang dibentuk untuk meningkatkan kerja sama untuk mengatasi berbagai permasalahan global.
WHO
Dalam kesempatan itu, Retno menegaskan dukungan Indonesia pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ”Di masa kritis menghadapi pandemi COVID-19 ini, saya meminta seluruh negara untuk tetap mendukung WHO melalui sistem multilateralisme,” kata Retno.
Selain dukungan pada keberadaan dan sepak terjang WHO, Retno juga menegaskan pentingnya masyarakat internasional menjamin keberlanjutan sistem multilateral, terutama untuk memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat.
Dua poin utama itu diniali mendesak dan penting diperhatikan oleh semua negara, terutama untuk merespons krisis kemanusiaan yang terjadi, serta memperkuat kerja sama internasional selama masa pandemi. Ditegaskan, dalam menghadapi pandemi Covid-19, tidak ada opsi lain bagi masyarakat internasional selain memanfaatkan WHO sebagai wadah kerja sama bagi seluruh negara anggota PBB.
Terkait kebutuhan mendesak yang perlu dipenuhi bersama adalah ketersediaan alat medis yang esensial, alat pelindung diri, obat, dan vaksin. Retno juga menekankan sistem multilateral harus dapat memfasilitasi pergerakan dan arus lalu lintas barang demi menopang perdagangan dan rantai pasok global.
”Untuk itu, sistem multilateral harus dapat bersifat lebih fleksibel terhadap isu terkait hak paten dan hak kekayaan intelektual dalam memproduksi alat medis, obat, dan vaksin kepada negara ketiga,” katanya.
Masyarakat internasional perlu menjamin sistem multilateral dapat memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat luas.
Pertemuan virtual ini menghasilkan deklarasi berjudul ”We need strong global cooperation and solidarity to fight Covid-19”. Hal itu memuat berbagai elemen terkait tantangan kesehatan, ekonomi, finansial, dan pencegahan pandemi Covid-19. Di dalamnya termasuk dimensi disinformasi yang kerap kali meningkatkan risiko penyebaran penyakit dan berpotensi menghambat respons kesehatan global yang efektif dan efisien.
Resolusi khusus perempuan
Dalam pertemuan virtual dengan para menlu perempuan, Retno menggarisbawahi pentingnya bagi dunia internasional untuk saling mendukung dan memberdayakan perempuan untuk menjadi bagian dari solusi melawan pandemi.
Retno juga mengingatkan pentingnya pemerintah di negara-negara untuk memperhatikan kebutuhan dan peran perempuan dalam berbagai intervensi dan kebijakan di tengah pandemi. Pertemuan itu bertajuk ”Women Foreign Ministers’ Meeting 2020”.
Perempuan menteri luar negeri yang berpartisipasi dalam pertemuan virtual tersebut, menurut siaran pers Kemlu, adalah Marise Payne (Australia), Alexandra Hill Tinoco (El Salvador), Kamina Johnson-Smith (Jamaika), Raychelle Omamo (Kenya), Claudia Blum (Kolombia), Kang Kyung-wha (Korea Selatan), Maria Arancha Gonzalez Laya (Spanyol), dan Ann Linde (Swedia). Pertemuan itu menghasilkan rencana resolusi khusus masalah perempuan dalam memerangi Covid-19. Hal itu akan diusulkan pada Sidang Umum PBB.
”Kita harus ingat bahwa 70 persen tenaga medis global adalah perempuan, sehingga perempuan justru berada di garda depan dalam penanganan pasien,” kata Retno.
Sekitar 60 persen UMKM di Indonesia yang memproduksi masker, baju pelindung, dan hand sanitizer juga dimiliki oleh perempuan. Dengan demikian, perempuan telah menciptakan lapangan kerja dan secara bersamaan menjamin ketersediaan alat kesehatan yang sangat penting bagi tenaga medis.
Peran strategis perempuan menjadi semakin signifikan di tengah berbagai kebijakan untuk work from home atau stay at home. ”Merekalah aktor yang dapat mendidik komunitas untuk mengambil langkah preventif untuk menekan penyebaran virus,” katanya.
Di akhir pertemuan, Menlu menggarisbawahi pentingnya bagi dunia internasional untuk saling mendukung dan memberdayakan perempuan untuk menjadi bagian dari solusi melawan pandemi. (BEN)