Australia dan Selandia Baru dipandang sebagai contoh sukses penanganan pandemi. Selandia Baru, Senin lalu, mencabut semua pembatasan sosial-ekonomi, kecuali kontrol perbatasan, setelah bebasa dari kasus positif Covid-19.
Oleh
AHMAD ARIF, BENNY D KOESTANTO, ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Berada di negara asing tanpa keluarga besar, di tengah ancaman wabah terbesar pada abad ini, mereka tetap merasa terlindungi. Kekhawatiran mereka justru tertuju kepada kerabat dan rekan di kampung halaman yang kini diliputi ketidakpastian.
”Kami di sini merasa aman. Anak-anak juga sudah bersekolah seperti biasa. Saya justru khawatir dengan keluarga di Indonesia, khususnya ibu yang sudah tua,” kata Beben Benyamin (43), ahli biostatistik Indonesia yang menetap dan bekerja di Australia. Ia bersekolah di Australia tahun 2001, kemudian menjadi dosen senior di School of Health Sciences University of South Australia.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, Australia relatif sukses menghadapi pandemi. Hingga Jumat (12/6/2020), Australia mencatat 7.289 kasus positif dan 102 pasien meninggal, dengan 4 kasus baru.
Sekalipun sudah tak ada penambahan kasus kematian sejak 23 Mei, menurut Beben, tidak ada euforia normal baru yang diwacanakan Pemerintah Australia, sebagaimana yang gencar didengungkan di Indonesia. Secara nasional, Australia juga masih menutup penerbangan dengan negara lain.
Seperti Australia, Selandia Baru pun dipandang sebagai contoh sukses dalam penanganan pandemi. Selandia Baru, Senin lalu, mencabut semua pembatasan sosial dan ekonomi, kecuali kontrol perbatasan, setelah menyatakan bebas dari kasus positif Covid-19. Acara publik dan pribadi, industri ritel, perhotelan, dan semua angkutan umum diizinkan kembali beroperasi. Selandia Baru melaporkan 1.154 kasus positif dan 22 kematian sejak pertama kali Covid-19 teridentifikasi, akhir Februari lalu.
”Meski pekerjaan kami belum selesai, tidak dapat disangkal bahwa ini sebuah tonggak bersejarah. Terima kasih, Selandia Baru,” kata PM Jacinda Ardern saat mengumumkan negaranya bebas dari kasus positif Covid-19, Senin.
”Tak ada kasus lagi selama lebih dari dua minggu. Semua sudah seperti normal, bisa keluar, dan anak-anak sudah sekolah,” kata Aditya Gusman (39), ahli pemodelan tsunami dari Indonesia, yang bekerja di GNS Science, semacam pusat penelitian dan pemantauan geologi serta geofisika di Selandia Baru, sejak dua tahun lalu.
Menurut Aditya, penetapan tingkat siaga dalam menghadapi wabah dari yang level 4 atau level tertinggi hingga sekarang level 1 dilakukan terukur dan transparan. Di tiap level, intruksinya jelas dan diterapkan di semua sektor, dari bisnis hingga sekolah. ”Semua orang tahu harus ngapain sesuai dengan tingkatan bahayanya. Tak ada pernyataan pejabat yang bertentangan. Misalnya, saat level 4 atau lockdown, semua di rumah, kecuali yang penting, seperti supermarket, rumah sakit, dan logistik,” tuturnya.
Untuk memastikan orang tinggal di rumah, Pemerintah Selandia Baru memberikan subsidi sekitar Rp 5 juta per minggu untuk orang yang tidak bekerja akibat pandemi.
Menteri Imigrasi Selandia Baru Iain Lees-Galloway, Jumat, di Wellington, mengatakan, Selandia Baru membuka kembali perbatasan pekan depan. Dengan kebijakan ini, Selandia Baru memperbolehkan warga pergi ke luar negeri, sekaligus mengizinkan warga asing untuk masuk.
Pekerja asing juga diizinkan kembali masuk ke negara itu. Syaratnya, mereka memiliki keterampilan teknis atau spesialisasi, dan terlibat proyek yang penting secara regional atau nasional. Lees-Galloway memastikan karantina 14 hari akan diberlakukan bagi semua kedatangan.
Kunci sukses
Menurut Beben, kunci sukses suatu negara dalam mengatasi pandemi ini, seperti dilihatnya di Australia, ialah kecepatan bertindak di awal dengan dilandasi data berbasis sains. Sejak awal Januari 2020, saat wabah mulai merebak, Australia telah mengaktifkan rencana menghadapi pandemi, jauh sebelum WHO menyatakan pandemi.
Pada periode awal itu, Australia terus mengomunikasikan kepada publik mengenai dampak besar wabah jika tak dikendalikan sejak dini. Seperti negara-negara lain yang dinilai sukses mengendalikan wabah ini, Australia juga mengandalkan tes dan penelusuran kontak.
Sementara itu, sejumlah pakar kesehatan menyebutkan, posisi geografis Selandia Baru yang cukup terisolasi di Pasifik Selatan membuat negara berpenduduk 5 juta jiwa itu memiliki waktu untuk mengamati respons negara lain dan melakukan persiapan dalam menangani pandemi.
Faktor kepemimpinan Ardern yang mengambil keputusan secara tegas dan cepat dinilai juga menjadi faktor penting keberhasilan Selandia Baru. Ardern memerintahkan karantina wilayah yang ketat sejak awal wabah merebak di negaranya, termasuk menutup perbatasan. Bahkan, menurut pakar vaksin dari University of Auckland, Helen Petousis-Harris, kepemimpinan Ardern yang kuat, komunikasi yang jelas kepada semua warga, dan keputusan yang tak setengah-setengah bisa menghentikan penyebaran virus.
”Ini yang dilakukan Selandia Baru sehingga tidak ada kebingungan. Tak ada kebijakan dan tindakan yang serba setengah-setengah, seperti terjadi di negara lain,” kata Petousis-Harris.