Temuan Baru Ilmuwan, Korona Serang Banyak Organ dan Bisa Berdampak Lama
Covid-19 tidak hanya menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan. Para ahli mengetahui ternyata infeksi virus korona juga menyebabkan gangguan pada berbagai organ tubuh, dan efeknya bisa lama.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
CHICAGO, SABTU – Pengetahuan tentang infeksi virus korona terus bertambah. Kini para ilmuwan mengetahui bahwa virus ini menyebabkan berbagai masalah kesehatan dalam tubuh yang, beberapa di antaranya, mungkin bertahan lama. Di samping menyebabkan gangguan pernapasan, virus korona penyebab Covid-19 juga menyerang banyak sistem organ dalam tubuh, bahkan dalam beberapa kasus, menyebabkan kerusakan serius.
“Kami pikir virus ini hanya menyerang pernapasan. Ternyata, virus ini menyerang pankreas, jantung, hati, otak, ginjal, dan organ lainnya. Di awal, kita tidak mengetahuinya,” kata Eric Topol, kardiolog sekaligus Direktur Scripps Research Translational Institute di La Jollam, California, AS.
Selain gangguan pernapasan, pasien Covid-19 bisa mengalami gangguan pembekuan darah yang bisa memicu stroke dan peradangan ekstrem yang menyerang berbagai sistem organ. Virus korona juga dapat menyebabkan komplikasi neurologis yang bervariasi, mulai dari sakit kepala, pusing, hilang pengecapan dan penciuman, hingga kejang serta kebingungan.
Pemulihan akibat gangguan beberapa sistem organ itu bisa lama, tidak tuntas, mahal, dan berdampak besar pada kualitas hidup.
Menurut Sadiya Khan, kardiolog di Northwertern Medicine di Chicago, AS, manifestasi Covid-19 yang luas dan beragam sangat unik. Yang mengejutkan adalah komplikasi yang timbul di luar paru. Oleh karena itu, Khan yakin bahwa biaya perawatan yang dibutuhkan untuk sembuh dan beban yang dipikul oleh penyintas Covid-19 sangat besar.
Pasien Covid-19 yang telah dirawat di ruang perawatan intensif atau memakai ventilator berminggu-minggu akan memerlukan waktu lama menjalani rehabilitasi untuk memulihkan mobilitas dan kekuatannya.
“Butuh waktu sampai tujuh hari untuk setiap hari perawatan di rumah sakit agar kekuatan pasien pulih kembali,” ujar Khan. “Bagi lansia, ini mungkin lebih sulit untuk dijalani, dan kondisi mereka tidak akan kembali seperti semula lagi.”
Ketika mayoritas tenaga medis selama ini fokus pada kelompok pasien Covid-19 yang parah, para dokter sekarang mencari pasien positif yang tidak perlu dirawat di rumah sakit, tetapi tetap menderita berbulan-bulan setelah terinfeksi.
Jay Butler, Wakil Direktur Penyakit Menular di Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS, mengatakan bahwa penelitian untuk mengetahui efek jangka panjang infeksi virus korona sekarang sedang dilakukan. “Kami mendengar ada laporan orang yang mengalami kelelahan terus menerus, sesak napas. Berapa lama itu akan bertahan, sulit untuk mengatakannya,” kata Butler.
Melalui artikel di British Medical Journal, Helen Salisbury dari University of Oxford menulis bahwa pada umumnya gejala Covid-19 hilang dalam dua atau tiga minggu, tetapi diperkirakan ada 1 dari 10 orang yang mengalami gejala berkepanjangan. Ia mengatakan, banyak pasiennya yang hasil pemeriksaannya tidak menunjukkan adanya peradangan, tetapi mereka tidak bisa kembali normal.
“Jika sebelumnya Anda bisa berlari lima kilometer tiga kali seminggu dan sekarang merasakan terengah-engah ketika naik satu tangga atau batuk tanpa henti dan terlalu lelah untuk pergi bekerja, kekhawatiran bahwa Anda tidak lagi memiliki kekuatan seperti dulu bisa menjadi kenyataan,” tutur Salisbury.
Igor Koralnik, pemimpin bagian penyakit infeksi-saraf di Northwestern Medicine, mengkaji literatur ilmiah terbaru dan menemukan sekitar separuh pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit memiliki komplikasi neurologis, seperti pusing, penurunan kewaspadaan, sulit berkonsentrasi, gangguan pengecapan dan penciuman, kejang, stroke, nyeri otot, dan lemah.
Koralnik yang temuannya dimuat di jurnal Annals od Neurology itu kini telah merintis klinik rawat jalan bagi pasien Covid-19 sekaligus untuk mempelajari apakah gangguan neurologis dari pasien itu bersifat sementara atau permanan